2. Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar umat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan.
Hal itu menyikapi sejumlah pengadilan mengabulkan permohonan pencatatan nikah beda agama berdasarkan UU Adminduk.
UU itu pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dibatalkan tapi ditolak.
BACA JUGA:PN Surabaya Mengizinkan Pernikahan Beda Agama? Sekjen MUI Bersikap Tegas: Terjadi Pertentangan!
Berikut pertimbangan MK tersebut:
Pasal 34 UU 23/2006 menegaskan bahwa setiap warga negara yang telah melangsungkan perkawinan sah menurut peraturan perundang-undangan, berhak mencatatkan perkawinannya pada kantor catatan sipil bagi pasangan yang beragama non-Islam, dan di Kantor Urusan Agama (KUA) bagi pasangan beragama Islam.
Jaminan pencatatan perkawinan bagi setiap warga negara juga dapat dilakukan terhadap perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.
BACA JUGA:Pernikahan Beda Agama Dinilai Sama dengan Zina, UAS: Naudzubillah Mindzalik
Meskipun dalam penjelasannya dijelaskan yang dimaksud perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan, adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama, menurut Mahkamah bukan berarti negara mengakui perkawinan beda agama karena negara, dalam hal ini mengikuti penafsiran yang telah dilakukan oleh lembaga atau organisasi keagamaan yang memiliki otoritas mengeluarkan penafsiran.
Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran maka lembaga atau organisasi keagamaan dari individu tersebut yang berwenang menyelesaikannya.
Sebagai sebuah peristiwa kependudukan, kepentingan negara, in casu pemerintah, adalah mencatat sebagaimana mestinya perubahan status kependudukan seseorang sehingga mendapatkan perlindungan, pengakuan, status pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa kependudukan tersebut termasuk dalam hal ini pencatatan perkawinan yang dilakukan melalui penetapan oleh pengadilan.