
“Sedangkan kapasitas bioenergi saat ini baru 11,5 GW sedangkan targetnya ialah 45GW. Masih butuh kerja keras untuk mengejar 33,5 GW lagi,” kata Dr. Dwi Setyaningsih, Koordinator Riset dan Pengembangan di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) LPPM IPB.
Menurutnya, pencapaian signifikan baru dicapai dari pengembangan biodiesel. Sementara pengembangan bioenergi lainnya seperti bioetanol, biomassa co-firing, dan biogas masih jauh dari harapan.
BACA JUGA:Pemasaran Produk Minyak Sawit Biodiesel Mulai Jajaki Pasar Mesir
Dwi menilai, skema pengembangan biodiesel dengan dukungan kapasitas produksi CPO dan kebijakan Pemerintah, berhasil mendorong kontribusi biodiesel dibandingkan bioenergi lainnya di Indonesia.
Meski begitu, keberlanjutan biodiesel juga masih dibayangi oleh tingginya biaya produksi sehingga cukup menantang untuk dikembangkan dalam skala lebih luas.
Dari sisi ketersediaan bahan baku, Dwi juga menyoroti adanya kebutuhan untuk fokus memanfaatkan sawit sebagai produk pangan.
“Sebagai alternatif, saat ini sudah mulai banyak pemanfaatan jelantah sebagai bahan baku biodiesel, meski belum terlalu populer,” imbuh dosen dan peneliti di Institut Pertanian Bogor itu.
Adapun pengembangan bioetanol di Indonesia belum bisa berjalan meski sudah diinisiasi sejak tahun 2006, di Malang dan sekitarnya.
Produksi bioetanol yang masih sangat terbatas menyebabkan pengembangan bioetanol terhambat meski sudah ada kebijakan mandatori E5 (campuran etanol 5% pada bahan bakar fosil) pada Januari 2020.
“Sebetulnya penggunaan 5%-10% bioetnal sangat potensial untuk mereduksi emisi, namun kita belum melangkah ke sana,” lanjutnya.
Berbeda dengan biodiesel dengan bahan baku melimpah, bahan baku bioetanol menggunakan komoditas yang juga dibutuhkan manusia.
Antara lain jagung, umbi-umbian, tebu, aren, sorgum, hingga komoditas lain yang mengandung karbohidrat atau gula.
Sementara, Indonesia masih belum mampu swasembada pada sejumlah komoditas itu.
“Masih banyak upaya untuk meneliti, mencari-cari bahan apa yang sekiranya bisa digunakan menjadi bioetanol. Ada permintaan survei niftah, aren, terutama karena potensi nira di Jawa,” bebernya.