Terpapar Kuman Mycobacterium Tuberculosis Berisiko Sakit TBC, Wajib Ikut Terapi

Senin 25-03-2024,08:42 WIB
Reporter : Marieska Harya Virdhani
Editor : Marieska Harya Virdhani

JAKARTA, DISWAY.ID – Penyakit Tuberkulosis (TBC) bisa diobati.

Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit kronis yang menular dan mematikan.

Penderitanya tertular kuman Mycobacterium Tuberculosis.

Angka kematian TBC mencapai 17 orang per jam. Berdasarkan Global TB Report 2023, Indonesia menjadi negara kedua tertinggi kasus TB setelah India dengan estimasi sebanyak 1.060.000 kasus dan angka kematian 134.000 per tahun.

BACA JUGA:Indonesia Wakili Asia Tenggara Cari Solusi Atasi HIV, TBC, dan Malaria

Angka tersebut lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Imran Pambudi mengatakan, peningkatan penemuan TB pada 2023 meningkat hingga 77%, yaitu 820.789 kasus, dengan penemuan TB pada anak 134.528 kasus. Peningkatan penemuan tersebut merupakan hal yang baik dalam upaya eliminasi TBC.

“Penemuan kasus itu itu bagus karena kita dapat segera mengobati mereka dan mereka dapat segera diobati agar tidak menyebarkan ke orang lain,” kata Direktur P2PM pada temu media melalui zoom meeting.

dr. Imran melanjutkan, penanggulangan TB juga tertuang dalam peraturan presiden nomor 67 tahun 2021, yang membahas pengaturan dan strategi penanggulangan TBC.

“Satu-satunya negara yang memiliki perpres terkait tuberkulosis adalah Indonesia, karena presiden mengatakan masalah TB tidak hanya masalah kesehatan, tetapi beberapa kementerian dan sektor juga harus mengambil tanggung jawab terkait hal ini,” kata dr. Imran.

BACA JUGA:Mirip Covid-19, Vaksin TBC Jadi Kunci Keberhasilan Eliminasi Kasus

dr. Imran melanjutkan, berbagai upaya percepatan penanganan TB telah dilakukan melalui berbagai pilar, yakni pencegahan, promosi kesehatan, deteksi, pengobatan, dan surveilans, serta lintas sektor.

Pertama, pencegahan TB dengan melakukan rapat sosialisasi perluasan pemberian terapi pencegahan.

Kedua, promosi kesehatan dengan melakukan kampanye TBC bersama masyarakat dan multisektor pada hari peringatan TB dan hari kesehatan nasional.

Ketiga, deteksi, pengobatan, dan surveilans dengan active case finding dalam kontak rumah tangga dan populasi berisiko seperti lapas/rutan sepanjang 2022-2023.

Pemerintah juga melakukan peluncuran penggunaan rejimen pengobatan BPaL/M secara nasional mulai Januari 2024 setelah dilakukan implementasi awal di 4 provinsi.

Keempat, kolaborasi multisektoral, yaitu penyelenggaraan High-Level Meeting (HLM) TB untuk memonitor keterlibatan 19 kementerian dalam upaya untuk mengakhiri TB, serta pembentukan Wadah Kemitraan Percepatan Penanggulangan TBC (WKPTB) yang melibatkan 19 kementerian dan 35 mitra.

BACA JUGA:Inovasi Medis, Metode PCR Kini Bisa Uji TBC dengan Tes Indigen

Cegah dengan Terapi

Upaya lainnya yang dilakukan Kemenkes melalui P2PM, yakni melakukan pertemuan dengan Kemenko PMK dan kementerian lain untuk membahas Rumah Singgah bagi pasien TB Resisten Obat (RO), coaching TB, yaitu kegiatan pendampingan bagi tenaga kesehatan program TB (dokter, perawat, apotek, teknisi lab), dan optimalisasi penemuan kasus TBC melalui kegiatan skrining dan investigasi kontak kolaboratif dengan kader/komunitas.

Pelatihan online untuk petugas kesehatan melalui platform TB E-learning, workshop komunikasi motivasi organisasi penyintas tuberkulosis, dan workshop perencanaan logistik program TBC juga telah dilakukan.

Ketua KOPI TB Pusat Prof. Dr. Erlina Burhan, yang juga menjadi narasumber dalam konferensi pers tersebut, menjelaskan, penyakit TBC dapat diobati dan dicegah melalui Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT).

“TPT itu adalah pengobatan yang diberikan kepada seseorang yang terinfeksi kuman Mycobacterium tuberculosis dan berisiko sakit TB,” kata Prof. Erlina.

BACA JUGA:5 Makanan Ini Cocok Bagi Penderita TBC, Diklaim Bisa Percepat Penyembuhan

Dampak TPT dalam eliminasi Tuberkulosis adalah dapat mengurangi risiko TBC sebesar 24-86% pada seluruh populasi berisiko termasuk yang terdiagnosis TBC laten. Mengurangi risiko TBC atau kematian akibat TBC pasien HIV yang rutin mengkonsumsi ARV hingga 60%.

Pasien anak yang mengkonsumsi TPT   mengurangi risiko TB hingga 82%.

Laporan terbaru tentang case investment menegaskan bahwa implementasi skrining TBC bersama dengan terapi pencegahan TB (TPT) berpotensi besar dalam menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat TBC. 

Laporan tersebut menegaskan bahwa investasi dalam kesehatan masyarakat sangat krusial untuk memenuhi kebutuhan populasi yang rentan dan mencapai target global untuk mengakhiri TBC. 

Pada 2022, WHO mencatat pemulihan signifikan secara global dalam meningkatkan akses ke layanan diagnosis dan pengobatan TBC.

Tahun itu juga menandai notifikasi kasus tertinggi secara global sejak pemantauan TB global dimulai oleh WHO pada 1995.

Notifikasi kasus TB di Indonesia juga mengalami peningkatan pada 2022, dengan penemuan TB mencapai 724.000 kasus. Kemudian, angka itu meningkat menjadi 821.000 pada 2023, yang merupakan angka tertinggi sejak 1995.

Meskipun terjadi peningkatan notifikasi kasus, peningkatan akses terhadap TPT masih berlangsung lambat.

Pencegahan infeksi TBC dan pencegahan perkembangan infeksi menjadi penyakit adalah kunci untuk mengurangi jumlah kasus TB sesuai dengan yang ditargetkan dalam Strategi End TB dari WHO.

Saat ini, pencapaian TPT di Indonesia masih berada di bawah 2% dari target nasional sebesar 58%.

BACA JUGA:55 Penderita TBC di Brebes Meninggal Dunia

Ini menunjukkan bahwa kerja sama mitra, pemangku kepentingan, dan komunitas dari berbagai daerah untuk bergabung dalam usaha mengintegrasikan penemuan kasus secara aktif dan menawarkan TPT kepada orang dengan HIV (ODHIV), kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TB, dan kelompok berisiko tinggi lainnya sangat dibutuhkan.

Keterlibatan dan kerja sama dari semua pihak akan sangat menentukan keberhasilan dalam upaya mengurangi beban TBC di Indonesia dan secara global.

 

Kategori :