JAKARTA, DISWAY.ID - Polemik Revisi UU Penyiaran No 32 Tahun 2002 masih menjadi polemik terutama bagi kalangan pers, pemerhati media hingga praktisi jurnalistik.
Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan menyebut beleid revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran atau RUU Penyiaran akan lebih sempurna apabila ada keterlibatan publik.
BACA JUGA:Anggota DPR Bakal Tolak Pasal Pembatasan Kebebasan Pers dalam Revisi UU Penyiaran
BACA JUGA:Menkominfo Akui Belum Terima Draft Resmi Revisi UU Penyiaran
"Saya kira masukan masyarakat sangat penting, proaktifnya masyarakat akan bermanfaat untuk penyempurnaan revisi UU Penyiaran," kata Farhan dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa 28 Mei 2024.
Menurut Farhan, revisi UU Penyiaran berawal dari sebuah persaingan politik antara lembaga berita melalui platform teresterial versus jurnalisme platform digital. Pada beleid revisi UU tersebut terdapat peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Ini, kan, lagi perang ini. Jadi, revisi UU yang ada ini atau draf UU yang ada sekarang, itu memang memberikan kewenangan KPI terhadap konten lembaga penyiaran teresterial," ucap Politisi Fraksi Partai NasDem ini.
BACA JUGA:IJTI Tolak RUU Penyiaran yang Mengancam Kehidupan Pers, Publik yang Rugi
BACA JUGA:Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran, Larangan Media Investigatif Salah Satu Poin Penting
Wakil rakyat dari Dapil Jawa Barat I (Kota Bandung - Kota Cimahi) ini juga menuturkan teresterial dimaknai penyiaran yang menggunakan frekuensi radio VHF/UHF seperti halnya penyiaran analog. Namun, dengan format konten yang digital.
Tetapi KPI ataupun Dewan Pers, lanjut Farhan, tidak punya kewenangan terhadap platform digital. Ketika lembaga jurnalistik yang menggunakan platform digital dan mendaftarkan ke Dewan Pers, maka itu menjadi kewenangan Dewan Pers.
"Lembaga pemberitaan atau karya jurnalistik yang hadir di digital platform ini, kan, makin lama makin menjamur, nggak bisa dikontrol juga sama Dewan Pers, maka keluarlah ide revisi UU Penyiaran ini," ujar Farhan.
BACA JUGA:Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran, Larangan Media Investigatif Salah Satu Poin Penting
Dia menambahkan risiko apabila lembaga tersebut membuat produk jurnalistik di platform digital dan tidak mendaftarkan diri ke Dewan Pers. Pada tahap ini, Dewan Pers tak punya kewenangan atas lembaga tersebut.
"Risikonya apa? Kalau sampai dia dituntut oleh misalkan saya dijelekkan oleh lembaga berita ini, saya nuntut ke pengadilan, maka tidak ada UU Pers yang akan melindungi dia karena tidak terdaftar di Dewan Pers, kira-kira begitu," kata Farhan.