BACA JUGA:154.410 Jemaah Haji Sudah Tiba di Tanah Suci Per 2 Juni 2024, 32 Orang Wafat
Ketika khotib berkhotbah, Dzakwan memakai headset untuk mendengarkan khotbah. Di depannya ada mikrofon dan laptop. Laptop itu dipakai untuk mencari ayat yang kadang-kadang tidak ada dalam teks tapi dibaca oleh khotib. "Bisa jadi ada improvisasi, khotib mengutip ayat yang tidak ada dalam naskah khotbah. Saya harus segera searching agar tidak salah dalam menerjemahkan ayat," kata bapak satu anak itu.
Dzakwan kuliah S1 dan S2 jurusan hadis di UIM. Pria 27 tahun itu berasal dari Karanganyar, Jawa Tengah. Orang tuanya wiraswasta dan sangat peduli pendidikan. Ayah dan ibunya pernah sekolah di Pendidikan Guru Agama (PGA). Ayahnya juga lulusan UIN Walisongo, Semarang.
Setelah menyelesaikan Madrasah Ibtidaiah Muhammadiyah di Karanganyar, Dzakwan dikirim orang tuanya ke Pondok Pesantren Imam Bukhori, Karanganyar. Setelah lulus Madrasah Aliyah, Dzakwan mendaftar ke UIM.
Dzakwan Aisy Fajar Azhari di depan kantor pengurus Masjid Nabawi. -Tomy Gutomo-Media Center Haji
Sebenarnya tugas Dzakwan tidak hanya menerjemahkan khotbah Jumat. Mereka juga menerjemahkan khotbah salat Idulfitri, Iduladha, dan pernah juga khotbah salat istiqa (minta hujan).
"Kami juga menerjemahkan booklet dan pengumuman-pengumuman di Masjid Nabawi," kata Dzakwan. Di dalam masjid juga ada layar informasi yang berbahasa Indonesia. Itu juga salah satu hasil kerja Dzakwan dan kawan-kawan.
Ia terdaftar sebagai karyawan Direktorat Umum Urusan Masjidilharam dan Masjid Nabawi. Lembaga itu di bawah badan independen di bawah Kerajaan Arab Saudi yang bertugas mengurus Masjidilharam dan Masjid Nabawi. Dzakwan dan tiga rekannya digaji setiap bulan. "Lumayan lah," kata Dzakwan saat ditanya nominal gajinya. Yang jelas, lebih besar daripada uang sakunya sebagai mahasiswa UIM.
Dzakwan tidak hanya mendapat rezeki materi dan ilmu di Masjid Nabawi. Ia juga mendapat istri di Masjid Nabawi. Istrinya, Intan Prameswari, juga bekerja di Masjid Nabawi. Intan awalnya kuliah di Institut Nabawi. Setelah lulus bekerja di Masjid Nabawi. "Tugasnya menerima setoran (hafalan quran) dari santri secara online," kata Dzakwan yang tinggal di daerah Al Iskan, Madinah.
Tahun ini Dakwan juga akan berhaji lagi. Meski tinggal di Madinah, Dzakwan juga tidak bisa berhaji setiap tahun. "Jatahnya lima tahun sekali. Kecuali mendampingi mahram, bisa mengurus izin," kata Dzakwan.
Menurut Dzakwan, warga setempat yang berhaji juga melalui biro travel. Biayanya bervariasi bergantung fasilitasnya. Mulai SAR 5000 hingga SAR 15 Ribu (Rp 22 juta - Rp 65 juta). (*)