JAKARTA, DISWAY.ID-- DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi undang-undang.
Pengesahan itu dilakukan dalam rapat paripurna DPR ke-19 Masa sidang V 2023/2024, Selasa, 4 Juni 2024.
"Apakah Rancangan Undang-undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-undang? Setuju ya," ujar Ketua DPR Puan Maharani diikuti ketukan palu.
BACA JUGA:Temui Surya Paloh, Bamsoet Bahas Rencana Amandemen UUD 1945
Sebelum UU KIA disahkan, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka menyampaikan laporan pembahasan RUU tersebut. UU ini terdiri dari 9 bab, 46 pasal, yang pengaturannya meliputi hak dan kewajiban, tugas dan wewenang penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, data dan informasi, pendanaan serta partisipasi masyarakat.
“Kami melihat harapan luar biasa besar dalam rancangan undang-undang ini nanti bila disahkan menjadi undang-undang dan ditindaklanjuti dalam berbagai implementasi kebijakan dan program yang akan mampu mengangkat harkat dan martabat para ibu, meningkatkan kesejahteraannya, serta menjamin tumbuh kembang anak sejak fase seribu hari pertama kehidupan,” kata dia.
Diketahui, ada beberapa poin penting dalam UU KIA adalah sebagai berikut:
Pertama, perubahan judul dari Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak menjadi Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.
BACA JUGA:Naturalisasi Calvin Verdonk dan Jens Raven Selangkah Lagi, Surpres Sudah di DPR
Kedua, penetapan definisi anak dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, khusus definisi anak pada 1.000 hari pertama kehidupan yaitu kehidupannya dimulai sejak terbentuknya janin dalam kandungan sampai dengan berusia dua tahun, sedangkan definisi anak secara umum dapat merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Anak.
Ketiga, perumusan cuti bagi ibu pekerja yang melakukan persalinan paling singkat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya apabila terdapat kondisi khusus dengan bukti surat keterangan dokter. Artinya, ibu pekerja bisa mendapatkan cuti paling lama enam bulan.
BACA JUGA:DPR RI Bakal Panggil Pemerintah untuk Bahas Iuran Tabungan Perumahan
Keempat, perumusan cuti bagi suami yang mendampingi istri dalam persalinan yaitu dua hari dan dapat diberikan tambahan tiga hari berikutnya atau sesuai kesepakatan pemberi kerja. Bagi suami yang mendampingi istri yang mengalam keguguran juga berhak mendapat cuti 2 hari.
Kelima, perumusan tanggung jawab ibu, ayah, dan keluarga pada fase seribu hari pertama kehidupan.
Demikian pula tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah mulai dari perencanaan hingga monitoring dan evaluasi.