Sementara itu, impor tekstil juga mengalami penurunan, dari semula 193,4 ribu ton dan 153,2 ribu ton pada Januari dan Februari 2024, menjadi 138,2 ribu ton dan 109,1 ribu ton pada Maret dan April 2024. Demikian juga jika membandingkan data impor secara year on year (YoY), terjadi penurunan impor pakaian jadi yang sebelumnya sebesar 4,25 ribu ton pada Maret 2023 menjadi 2,2 ribu ton pada Maret 2024, Menperin menerangkan.
Efektivitas pemberlakuan Permendag 36/2023 tersebut juga terlihat dari PDB Industri Tekstil dan Pakaian Jadi yang sepanjang tahun 2023 tumbuh negatif (triwulan I hingga IV 2023 tumbuh negatif), telah tumbuh positif sebesar 2,64% (YoY) di triwulan I 2024. Pertumbuhan tersebut juga sejalan dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada industri tekstil dan industri pakaian jadi yang terus mengalami peningkatan.
Khusus untuk industri tekstil, pada April dan Mei 2024 terjadi peningkatan hingga mencapai posisi ekspansi dua bulan berturut-turut pertama kali sejak IKI dirilis pada November 2022. IKI merupakan indikator yang menunjukkan optimisme para pelaku industri terhadap kondisi bisnis dalam enam bulan ke depan. Namun begitu, kondisi di lapangan saat ini telah berbeda, dengan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di beberapa perusahaan industri TPT.
Karenanya, Menperin melihat ketidakkonsistenan pernyataan dan kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai restriksi perdagangan sebagai salah satu penyebab meningkatnya PHK di sektor tekstil dengan kebijakan menghapus larangan dan pembatasan (lartas) bagi produk TPT hilir berupa pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi.
Padahal, pemberlakuan lartas melalui pemberian Pertimbangan Teknis untuk impor merupakan salah satu langkah strategis untuk mengendalikan masuknya produk-produk yang merupakan pesaing dari produk-produk dalam negeri di pasar domestik, mengingat kebijakan-kebijakan pengendalian terhadap impor produk hilir tersebut lamban ditetapkan oleh kementerian terkait, terutama Kementerian Keuangan, kata Menperin. Hal ini juga berlaku untuk produk konsumsi lainnya, seperti alas kaki dan tas.
Untuk menjaga produktivitas dan daya saing industri TPT di dalam negeri, Kemenperin terus berupaya memastikan ketersediaan bahan baku dan/atau bahan penolong, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia industri, mengimplementasikan Making Indonesia 4.0 pada sektor TPT, melanjutkan program pemulihan bagi industri TPT, serta promosi dan peningkatan permintaan dalam negeri melalui kampanye Bangga Buatan Indonesia. Langkah-langkah ini diambil untuk menjaga kinerja dan membuktikan tidak tepatnya stigma sunset industry yang selama ini melabeli sektor TPT, pungkas Menperin.