JAKARTA, DISWAY.ID - Ketua Bawaslu Rahmat Bagja memberikan masukan kebijakan desain regulasi pemilu untuk masa depan.
Beberapa hal yang disebutkan terkait isu ketidakpastian hukum aturan teknis, isu politik uang, kampanye, hingga masalah sumber daya manusia pengawas pemilu.
Soal aturan hukum, Bagja menyoroti ketika tahapan pemilu atau pemilihan telah berjalan hendaknya tidak ada putusan dari lembaga peradilan lain yang mengubah Undang Undang Pemilu.
Isu ini juga turut dilontarkan oleh KPU dan DKPP.
BACA JUGA:Jelang Pemilihan 2024, Puadi Minta Jajaran Bawaslu Daerah Siapkan Amunisi Penanganan Pelanggaran
"Ke depan harus ada aturan, tidak ada lagi putusan pengadilan yang membuat perubahan dalam UU Pemilu ditengah jalan, pada saat pelaksanaan tahapan (pemilu/pemilihan). Karena pasti akan ada masalah (yang muncul) di penyelenggara," sebut dia dalam FGD yang digelar Sekretariat Kabinet Republik Indonesia di Jakarta, Rabu 7 Agustus 2024.
Bagja memberi contoh seperti pada putusan Mahkamah Konstitusi 90/PUU-XXI/2023 terkait usia capres-cawapres.
Pada Pemilu 2019 juga sempat ada putusan MK nomor 30/PUU-XVI/2018 terkait larangan pengurus parpol mencalonkan diri sebagai anggota DPD.
BACA JUGA:Gandeng Bupati Se-Indonesia, Bawaslu Bakal Sosialisasikan Aturan Netralitas Kepala Desa
Teranyar, pada Pemilihan 2024 Sekarang di pemilihan ada putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024 terkait penghitungan batas usia calon kepala daerah.
“Ini membuat kebingungan di kami (penyelenggara pemilu)," cetus Bagja.
Aturan hukum lain yang disorot Bagja yakni dalam penegakan hukum pidana pemilu ada aturan putusan pengadilan pidana pemilu harus selesai lima hari sebelum masa penetapan hasil.
Apabila putusan pengadilan memengaruhi perolehan kursi, hakim harus membatasi lima hari sebelum penetapan.
Aturan ini menurutnya membuat beberapa kasus pidana terlepas lantaran waktu yang dimiliki sentra gakkumdu sangat terbatas.
BACA JUGA:Perangi Hoaks dan Ujaran Kebencian, Bawaslu Harap Social Media 4 Peace Menyasar Hingga ke Provinsi