Muhammad SAW konsisten melakukan praktik moderasi beragama tidak hanya di fase Makkah tapi juga fase Madinah.
Kondisi kota yang sebelumnya bernama Yastrib itu tertinggal, kotor, banyak penipuan di pasar, banyak perilaku menyimpang.
Pada saat itu yang dilakukan Muhammad SAW ialah memperbaiki kondisi tersebut dengan praktikal konteks moderasi beragama dalam syariat Islam.
“Beliau datang dengan kasih sayang dan kelembutan sehingga fase pertengahan menuju puncaknya, di tahun ke-6 hijrah, Muhammad SAW melakukan satu gerakan luar biasa, menginisiasi perdamaian Hudaibiyah,” kata UAH menerjemahkan pemaparan Syekh Hussaini.
BACA JUGA:Imigrasi Banten Deportasi Alice Guo ke Filipina Usai Ditangkap di Tangerang
BACA JUGA:Waduh! KPU DKI Nyatakan Ketiga Paslon Gubernur Belum Memenuhi Syarat, Ini Alasannya
Perjanjian Hudaibiyah menampikan praktik-praktik dan nilai-nilai moderasi beragama dalam tuntunan Islam.
Saat itu dihadirkan sikap saling menghormati, menyayangi, dan melindungi.
Dalam konteks itu, Muhammad SAW diantarkan pada kemenangan hakiki.
Ustaz Adi Hidayat menambahkan, itu dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Fath. Allah Swt membekali Muhammad SAW bukan dengan senjata maupun kekuatan, melainkan Allah mengajarkan sikap-sikap luar biasa.
Sikap-sikap seperti pemaaf, wasathan, tidak berlebihan, proporsional yang kemudian disempurnakan.
“Semua praktik itu mengantarkan pada kemenangan, keagungan, kehebatan, kemuliaan. Puncaknya semua teori itu, Islam sudah mempraktikkan dalam konteks praktik sesungguhnya,” kata UAH menerjemahkan pemaparan Syekh Hussaini.
BACA JUGA:Pendaftaran CPNS 2024 Diperpanjang hingga 10 September, Cek Lagi Berkas dan Persyaratannya
BACA JUGA:Kiprah Faisal Basri Sebagai Ekonom dan Dosen FEB UI, Kampus Sampaikan Ucapan Duka
Syekh Hussaini juga menegaskan, moderasi beragama itu harus sesuai dalam persepsi keyakinan kita sebagai umat Islam, bukan persepsi keyakinan orang lain.
“Ingat moderasi dalam praktik pedoman agama kita, bukan keyakinan orang,” tegas UAH.