JAKARTA, DISWAY.ID-- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyatakan penolakannya terhadap usulan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait skema mandatory spending 20 persen untuk pendidikan.
Seperti yang diketahui, Menkeu Sri Mulyani mengusulkan agar penghitungan anggaran pendidikan mengacu pada pendapatan negara.
BACA JUGA:Skema Anggaran Pendidikan Diprotes JPPI: 3 Faktor Penolakan Rencana Kemenkeu
BACA JUGA:Pengamat Sebut Anggaran Pendidikan 2025 Bocor di Mana-Mana, Dipotong Buat Makan Bergizi Gratis?
Sedangkan selama ini, dana pendidikan sebesar 20 persen APBN dan APBD mengacu pada belanja negara.
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menyebut bahwa usulan ini berpotensi inkonstitusional dan terkesan mengakali konstitusi.
Di mana, kewajiban konstitusional berdasarkan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 mengamanatkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN dan APBD.
Tak hanya itu, ide tersebut juga akan memperkecil anggaran pendidikan karena APBN kerap mengalami defisit.
BACA JUGA:Anggaran Pendidikan Tahun 2025 Turun, PIP, KIP, Hingga Tunjangan Guru Terancam Tak Optimal
Ia pun menyoroti anggaran pendidikan tahun 2024 ini yang kurang berdampak pada biaya pendidikan.
"Dengan anggaran wajib 20 persen APBN atau setara Rp665 triliun saja, biaya pendidikan masih terasa mahal bagi masyarakat. Angka 20 persen sifatnya sudah minimalis. Jadi mengapa mesti diakali lagi untuk dikurangi? Jelas kami menolak usulan tersebut!”, kata Satriwan dalam pernyataan resminya, Minggu, 7 September 2024.
Namun demikian, ia menyoroti besaran 20 persen tersebut bukan menjadi satu-satunya persoalan, tetapi bagaimana penggunaan, realisasi, serta pengelolaan anggaran itu sendiri.
Contoh saja alokasi anggaran pendidikan yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) hanya 15 persen dan Kementerian Agama hanya 9 persen dari total dana pendidikan.
Sedangkan setengah lebih anggaran pendidikan dialokasikan dalam bentuk transfer ke daerah dan dana desa, yakni sebesar 52 persen atau Rp346 triliun.