Skema Anggaran Pendidikan Diprotes JPPI: 3 Faktor Penolakan Rencana Kemenkeu
Kementerian Keuangan mengusulkan perubahan pada skema penentuan alokasi wajib anggaran pendidikan.--IG @smindrawati
JAKARTA, DISWAY.ID - Kementerian Keuangan mengusulkan perubahan pada skema penentuan alokasi wajib anggaran pendidikan.
Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada saat rapat kerja dengan Banggar DPR RI, 4 September 2024 lalu.
Di mana, selama ini anggaran dana pendidikan sebesar 20 persen dari belanja negara.
Sementara Kemenkeu mengusulkan penghitungan anggaran pendidikan diubah berdasarkan pendapatan negara.
BACA JUGA:Pertamina Klaim Avtur RI Lebih Murah dari Singapura: Isu Termahal di ASEAN Tidak Benar
BACA JUGA:Tumbuh Positif, KAI Angkut 45,05 Juta Ton Barang Selama Periode Januari-Agustus 2024
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji menilai bahwa usulan ini dipicu oleh kebutuhan atas fleksibilitas ruang manuver untuk mendukung program-program pemerintahan baru.
Namun demikian, usulan ini berpotensi semakin memperburuk kualitas pendidikan serta memperparah kesenjangan layanan pendidikan.
Tak hanya itu, dampak secara langsung yang akan terjadi adalah porsi besaran dana pendidikan dalam APBN akan menciut.
Seperti yang diketahui, saat ini terjadi defisit anggaran dalam RAPBN 2025 sebesar Rp616,18 triliun atau 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB).
BACA JUGA:Dinar Candy Akui Sempat Jual Mobil Alphard Senilai Rp7 M Demi Bantu Bisnis Kapal Tongkang Ko Apex
Defisit ini oleh beberapa kalangan disebut yang tertinggi dalam sejarah transisi masa pemerintahan.
"Berkaca pada pola keuangan negara yang defisit, maka dapat disimpulkan, besaran pendapatan negara pasti lebih kecil dibanding dengan komponen belanja," kata Ubaid dalam keterangannya, dikutip 8 September 2024.
Oleh karena itu, lanjutnya, apabila anggaran pendidikan didasarkan pada pendapatan, maka nasib besaran porsi anggaran pendidikan nasional kian mengenaskan, karena juga akan ikut merosot.
Pihaknya pun menegaskan penolakan terhadap rencana pemerintah mengamputasi besaran anggaran pendidikan melalui skema baru tersebut.
BACA JUGA:RUU Perampasan Aset Tak Akan Selesai Tahun Ini, Ahmad Sahroni: Dibahas DPR di Periode Selanjutnya
Ubaid merujuk pada tiga faktor utama yang menjadi dasar penolakan, salah satunya adalah Pasal 31 UUD 1945.
Pasal tersebut menyatakan bahwa pemerintah wajib membiayai pendidikan dan memprioritaskan alokasi anggaran minimal 20 persen dari APBN dan APBD.
Sehingga, acuan penghitungan anggaran pendidikan seharusnya berdasarkan pendapatan dan pengeluaran, bukan penghasilan.
“Kalau mau dianggap konstitusional, amandemen dulu UUD 1945 supaya bunyi ayat-ayatnya sama dengan usulan dan kehendak pemerintah. Kan konyol ini,” kata Ubaid.
Kemudian, ia menilai bahwa pemerintah terlalu berfokus pada angka 20 persen dibanding besaran kebutuhan pendidikan.
BACA JUGA:RUU Perampasan Aset Tak Akan Selesai Tahun Ini, Ahmad Sahroni: Dibahas DPR di Periode Selanjutnya
BACA JUGA:Jessica Wongso Tampil Beda Pasca Keluar dari Penjara, Lebih Anggun dan Kalem
Dengan memperhitungkan kebutuhan biaya pendidikan, anggaran yang ada pun dapat tepat sasaran.
"Jangan seperti saat ini, entah anggaran pendidikan itu siapa yang menikmati. Masyarakat hanya merasakan biaya sekolah semakin hari semakin mahal, apalagi biaya UKT kuliah semakin tak terjangkau oleh semua kalangan. Ditambah lagi nasib guru honorer, sungguh sangat memperihatinkan,” tuturnya.
Serapan anggaran yang buruk akibat kualitas program dan implementasi di lapangan yang lemah juga menjadi salah satu alasan Menkeu memperkecil anggaran penddiikan.
Namun, ia menyebut bahwa alasan tersebut salah alamat.
BACA JUGA:Cek 25 Titik Ganjil Genap Jakarta Hari Ini 9 September 2024, Tersebar di Jakpus hingga Jaksel
BACA JUGA:Chelsea Diambang Bangkrut, Pemilik The Blues Todd Boehly dan Behdad Eghbali Perang Saudara
Menurutnya, serapan yang buruk harus diatasi dengan evaluasi terhadap pengelola program.
"Jadi, serapan anggaran pendidikan yang buruk, tidak bisa dijadikan alasan untuk mengamputasi hak anak untuk mendapatkan dukungan dana dari pemerintah untuk penuntasan pendidikan dari jenjang dasar sampai perguruan tinggi,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: