"Dalam konteks Indonesia kan sebetulnya kita harusnya Pancasilais, jadi harus simultan sebetulny.
BACA JUGA:Tiket KA Libur Panjang Maulid Nabi Terjual 121 Persen, Ini 10 Kereta Api Paling Laku
BACA JUGA:Kenalan dengan Moo Deng Yuk! Bayi Kuda Nil di Thailand yang Dijuluki Babi Goyang
Ia pun meyoroti bagaimana realisasi setiap program tersebut, baik segi administrasi, tata kelola, dan sebagainya karena ruang praktikalnya tidak mudah untuk diimplementasikan.
"Dalam konteks Indonesia kan sebetulnya kita harusnya Pancasila, jadi harusnya simultan," lanjutnya.
Ia pun memperhatikan betul bagaimana anak-anak di Papua masih kekurangan makanan.
"Kalau saya riset di Papua, saya menemukan betul betapa anak-anak itu kekurangan makanan. Di beberapa tempat yang tradisi food hunting and gathering, kadang-kadang di rumah itu nggak ada. Makanan beda dengan kita."
BACA JUGA:Sandiaga Uno Titip 5 Destinasi Prioritas Dilanjutkan Menteri Pemerintahan Prabowo-Gibran
BACA JUGA:Kuasa Hukum Saka Tatal Ungkap Isi Hanphone Saksi yang Foto Kejadian Kecelakaan Eki dan Vina Cirebon
Sehingga, tradisi menyiapkan makanan pagi untuk anak sebelum sekolah tidak ada. Tak jarang siswa keluar rumah membawa parang untuk mencari makan sebelum masuk sekolah.
"Ada juga temuan sekolah yang gurunya kewalahan, ditutup pintunya, mereka naik jendela itu karena memang lapar."
Sehingga, ia menyimpulkan pentingnya proses implementasi yang dalam jangka panjang tentu tidak mudah.
Terlebih, berbagai perdebatan mewarnai proses penerapan makan bergizi gratis ini, seperti beberapa waktu lalu mengenai menu serta anggaran yang diberikan untuk masing-masing anak.
Di balik pentingnya makan bergizi gratis dan buku gratis, ia justru menyoroti bagaimana pemerintah menyejahterakan siswa.
"Jawabannya bukan di sekolah dan makan siang gratisnya. Bagaimana kemudian negara hadir untuk memberikan kesejahteraan untuk setiap warganya," tuturnya.
BACA JUGA:Joshua Zirkzee Sebut Dirinya Sejajar dengan Zlatan Ibrahimovic di Manchester United