Aprino Tamar mengaku pihaknya belum mengerti apa maksud tulisan dalam buku diary tersebut.
"Sepertinya korban tidak menunjukkan ke seseorang atau keluarga, tidak menunjuk ke mana-mana. Jadi dia hanya menulis itu pakai bahasa mandarin. Bahasanya itu curhatan, memang sedih, cuma tidak menunjuk ke siapa-siapa," lanjutnya.