JAKARTA, DISWAY.ID-- Pemerintah akan melakukan percepatan program wajib belajar 13 tahun dari yang sebelumnya 12 tahun.
Hal ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Amich Alhumami dalam pemaparannya Peta Jalan Pendidikan 2025-2045.
Demikian tersebut seiring upaya transformasi di bidang pendidikan yakni meningkatkan angka penyelesaian pendidikan.
BACA JUGA:Skema Wajib Belajar 13 Tahun dalam RUU Sisdiknas
Pasalnya, tingkat penyelesaian pendidikan warga Indonesia hanya sekitar 66,4 persen.
"Kita masih menghadapi isu ketimpangan dan sekaligus juga kemampuan menyelesaikan pendidikan, terutama memasuki jenjang pendidikan menengah. Jadi kalau partisipasi pendidikan menengah sekarang sudah 86,4%, meningkat jauh dari yang semula hanya 66% saja di tahun 2009," ungkap Amich, Kamis 10 Oktober 2024.
Meski tingkat penyelesaian pendidikan menengah masih belum optimal, tetap menjadi penting untuk selanjutnya memulai program wajib belajar 13 tahun.
"Satu tahun (dari 13 tahun) pendidikan prasekolah," ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Kepala Bappenas Suharso Monoarfa yang menargetkan pada tingkat PAUD tersebut, anak perlu diperkenalkan dengan empat jenis bahasa.
"Di PAUD itu dikenalkan paling enggak bahasa, yang paling penting ada empat bahasa yang harus dikenalkan sejak dini kepada anak-anak," tambah Suharso pada kesempatan yang sama.
BACA JUGA:Indonesia-Prancis Perkuat Kerjasama Pendidikan Vokasi di Bidang Kuliner, Gandeng Chef Profesional
"Pertama, bahasa lokal atau bahasa daerah karena bahasa daerah itu di dalamnya berisi nilai-nilai, berisi values yang mungkin di bahasa nasional kesantunan bertutur kata itu kan jadi kaku," tuturnya.
Ia pun mencontohkan pentingnya memberikan pemahaman bahasa daerah yang terkadang memberi arti ganda atau standar tertentu pada sesuatu.
"Kalau di bahasa, baik di Gorontalo, Manado, Toraja, Jawa, itu standarnya kan beda. Jepang sampai hari ini menjaga, Cina menjaga, Korea Selatan menjaga. Bahkan, dimasukkan sistem digital," tandasnya.
Ia pun menyoroti bagaimana bahasa anak zaman sekarang justru lebih banyak yang sudah bisa berbahasa asing dibanding bahasa daerah.