“Konten negatif membangunkan kewaspadaan dalam diri kita, apalagi bila menyentuh emosi. Orang ingin menjadi ‘pahlawan’ dengan membagikan konten tersebut ke orang-orang terdekat agar mereka tahu. Niatnya tidak jahat,” tutur pengamat sosial dari Universitas Indonesia, DR. Devie Rahmawati, M.Hum.
Devie menuturkan lebih lanjut, bahwa penyebaran misinformasi terkadang tanpa disadari dan disebabkan oleh 5P yaitu pahlawan, pengetahuan dan pengalaman lemah, pergaulan terdekat, personalitas dan platform.
BACA JUGA:Pernyataan Menohok YKI Tentang Iklan BPA Tidak Bebahaya: Dicurigai Penyebab Kanker
“Bila kita punya pengetahuan dan pengalaman, misinformasi tidak gampang merasuk. Sebaliknya bila tidak ada, kita akan mudah terpeleset informasi yang tidak jelas,” ungkap Devie.
Ia menekankan bahayanya dampak dari misinformasi.
“Bisa terjadi kebingungan, kegagalan, kebodohan, sampai konflik sosial,” tegasnya. Lantas, bagaimana kita bisa mencegah penyebaran misinformasi?
“Perlu kolaborasi antara penulis, konten kreator, pesohor, platform, dan pembaca. Ada banyak cara untuk melakukan cek fakta; ini bisa dimanfaatkan. Ruang digital bisa menjadi hal yang positif bila dimanfaatkan dengan baik. ” tegas Devie.
–