JAKARTA, DISWAY.ID-- Angka kejadian down syndrome meningkat tiap tahunnya.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mencatat penyandang down syndrome sebesar 0,12 persen pada 2010.
Namun, angka tersebut meningkat jadi 0,13 persen di tahun 2013 dan 1,21 persen di tahun 2018.
BACA JUGA:PPATK: Pemain Judi Online Merambah ke Segala Usia, Ada Berusia Kurang dari 10 Tahun
"Ini pun diperkuat oleh statement dari ACOG tahun 2020 nyang menyebutkan bahwa semakin tua usia ibu dalam melahirkan, meningkatkan risiko kelainan kromosom, yang salah satunya down syndrome," ungkap Product Manager Cordlife Persada Intan Widya Sukma pada peluncuran laboratorium diagnostik molekuler di Jakarta, 6 November 2024.
Untuk diketahui, kelainan kromosom tidak hanya menyebabkan down syndrome (trisomi 21), tetapi juga Edwards syndrome (trisomi 18), dan Patau syndrome (trisomi 13).
Dijelaskannya, American College of Obstetricians and Gynecologists pada 2020 lalu mengungkapkan risiko aneuploidi terkait usia per 10.000 kehamilan pada usia kehamilan 10 minggu berdasarkan usia ibu saat persalinan.
Pada data yang dirilis melalui ACOG Practice Bullteing No.226, diketahui risiko anak lahir dengan trisommmi 21 pada ibu usia 20 tahun sebesar 12 per 10.000 kehamilan.
"Meningkat di usia ibu 35 tahun, angka kejadian Down syndrome 1:187 atau 53 per 10.000. Kemudian meningkat lagi usia ibu di usia 40 tahun, angka kejadiannya 1:51 atau 196 per 10.000," paparnya.
BACA JUGA:Apa Itu Latiao? Camilan Pedas yang Dilarang BPOM karena Berbahaya
"Artinya apa? Semakin tua usia ibu maka semakin meningkatkan resiko kelainan kromosom yang salah satunya Trisomi 21 atau kita sebut sebagai Down syndrome."
Sejalan dengan itu, dengan semakin meningkatnya kejadian Down syndrome yang signifikan, akan membuat kekhawatiran maupun kualitas hidup yang kurang baik terhadap anak maupun keluarga.
Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan deteksi dini kelainan kromosom untuk bisa mempersiapkan kehidupan yang lebih baik.
Saat ini, pemeriksaan kelainan kromosom sudah bisa dilakukan bahkan sejak usia kehamilan 10 minggu dengan metode non-invasive prenatal testing (NIPT).
Skrining ini dilakukan dengan mengambil sampel darah ibu, yang juga mengandung fragmen DNA dari janin yang dikandungnya.