Kesadaran dan motivasi semacam ini harus dilakukan secara massif, karena situasi yang hendak diubah terlanjur tercemar oleh ajaran-ajaran radikal.
Banyak para pakar dan pengamat merekomendasikan bahwa di era informasi ini, salah satu upaya deradikalisasi yang penting dilakukan adalah mengkampanyekan semangat moderasi, toleransi, dan koeksistensi secara massif di media massa cetak maupun digital.
Hal itu ditujukan agar kesadaran dan motivasi yang terbentuk dalam diri individu adalah kesadaran yang toleran dan moderat.
Ada banyak saran yang bisa dilakukan. Namun, yang paling penting dari proses moderasi adalah diversifikasi. Setiap kesadaran dan motivasi radikal yang berbeda-beda harus diimbangi dengan kesadaran dan motivasi moderat yang juga beragam.
Dengan begitu, kita tidak akan lagi terkejut sebagaimana yang sudah terjadi. Misalnya, banyak orang tidak membayangkan bahwa tindakan ekstrim telah jauh melangkah, dengan melibatkan satu keluarga penuh dan anak-anak.
Keterkejutan semacam itu pasti terjadi, karena diversifikasi tindakan moderasi tidak seimbang dengan tingkat percepatan diversifikasi tindakan ekstrim.
Dengan begitu, kerukunan beragama hanya dapat terwujud secara maksimal apabila langkah-langkah yang ditempuh tidak monoton dan mengandalkan satu sumber yang sama, yaitu pemerintah.
Sebaliknya, upaya moderasi akan maksimal apabila setiap individu masyarakat mengupayakan dengan cara mereka masing-masing sesuai masalah yang dihadapi langsung.
Hal tersebut tidak bertentangan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Semboyan ini tidak bisa semata-mata diartikan secara reaktif sebagai tindakan menjaga keragaman dan mengupayakan persatuan dalam perbedaan.
Sebaliknya juga bisa diartikan secara preventif sebagai tindakan antisipatif, dengan melakukan segala macam cara pencegahan.
Kerukunan beragama secara aksiologis tidak hanya ingin menyadarkan umat tentang pentingnya toleransi dan koeksistensi dalam ajaran agama. Lebih dari itu, juga untuk mengembalikan kehidupan ideal yang pernah diwariskan oleh founding fathers kita, Walisongo, yang telah menciptakan fondasi tatanan berbangsa dan bernegara yang harmonis,toleran, dan moderat.
Teladan yang pernah dicontohkan oleh Walisongo adalah pembentukan sebuah negara yang bisa digambarkan sebagai Darussalam (Negeri Damai).
Setiap umat dari berbagai latar keyakinan agama, Hinddu, Buddha, dan Islam dapat hidup berdampingan. Oleh karenanya, Islam Nusantara memiliki ciri khas berbeda dari negeri asalnya, karena sudah dipribumisasikan untuk tujuan-tujuan umat yang majemuk.
BACA JUGA:Kemajuan Pendidikan Islam di Indonesia Perlu Dukungan Data Berkualitas
Negeri Darussalam yang diwariskan oleh Walisongo adalah cerminan dari Madinah Munawwarah yang didirikan oleh Nabi pada 1 Hijriyah/622 Masehi.
Rasulullah SAW mengubah Kota Yatsrib yang dikuasai oleh semangat kesukuan, fanatisme, dan konflik sosial menjadi kota “Yang-Tercerahkan” alias Al-Munawwarah, yang menjunjung tinggi toleransi, moderasi, dan koeksistensi. Yahudi, Nashrani, dan Islam hidup harmonis di Madinah.