Pada tanggal 20 Mei 2023, kapal yang mengangkut batu bara milik PT. RBM mengalami peristiwa kecelakaan, sehingga batu bara milik PT. RBM tumpah ke laut, dan mengakibatkan PT. RBM mengalami kerugian sebesar Rp. 16.422.142.100 (enam belas milyar empat ratus dua puluh dua juta seratus empat puluh dua ribu seratus rupiah).
Atas peristiwa tersebut, PT. RBM telah mengajukan klaim asuransi PT. GEGII, namun klaim tidak dibayarkan.
Klaim asuransi ditolak
Anehnya, pada tanggal 16 Juni 2023, PT. GEGII mengirim pemberitahuan pembatalan asuransi kepada PT. RBM melalui PT. SUS, namun pada saat yang sama masih menerbitkan sertifikat pertanggungan asuransi atas batu bara milik PT. RBM dan masih menerima pembayaran premi.
Atas penolakan klaim 2 (dua) klaim asuransi oleh GEGII selaku penanggung, maka PT RBM selaku tertanggung mengajukan Pernyataan Ketidaksetujuan Atas Penolakan Klaim Asuransi melalui. Surat itu direspon oleh PT. GEGII melalui kuasa hukumnya, dan pada pokoknya menyatakan: melalui e-mail pada tanggal 31 Januari 2023, PT. SUS sebagai perusahaan pialang, pada pokoknya menginformasikan kepada bahwa dalam 5 (lima) tahun terakhir, besar rasio kerugian (L/R) PT. RBM sebagai calon tertanggung asuransi ketika itu adalah nol (nil). Selain itu, melalui e-mail tersebut, PT. SUS juga menginformasikan bahwa PT. RBM sudah mempunyai asuransi dengan PT. Avrist General Insurance.
Lebih lanjut, PT GEGII menyatakan bahwa pada saat itu, PT. SUS selaku perwakilan PT. RBM sama sekali tidak memberikan dan mengungkap informasi/fakta material terkait peristiwa kecelakaan kandasnya Kapal BG Charles 209 yang mengangkut muatan batu bara milik PT RBM yang terjadi pada 24-25 Desember 2022, sehingga mengakibatkan tumpahnya muatan batu bara milik PT. RBM ke lautan.
BACA JUGA:Asuransi Jiwasraya Tumbang Setelah 100 Tahun Lebih Berdiri
Atas alasan penolakan klaim asuransi oleh PT. GEGII tersebut, PT. RBM selaku tertanggung dan PT. SUS selaku broker asuransi telah membantah dengan menyatakan bahwa informasi/fakta material terkait peristiwa kecelakaan kandasnya Kapal BG Charles 209 yang mengangkut muatan batu bara milik PT RBM yang terjadi pada 24-25 Desember 2022, bukannya tidak dilaporkan kepada PT. GEGII pada saat penutupan asuransi di bulan Januari 2023, tetapi karena PT. RBM belum mendapat konfirmasi apakah klaim atas kecelakan tersebut dibayar atau tidak oleh PT. Avrist General Insurance, sehingga presentase loss ratio (rasio kerugian) belum dapat ditentukan.
Lagi pula, pada saat penutupan asuransi dengan PT. GEGII, PT. RBM telah mengungkapkan secara jujur bahwa PT RBM mempunyai polis asuransi juga dengan PT. Avrist General Insurance, sehingga manakala PT. GEGII merasa memerlukan informasi lebih lanjut dari calon tertanggung asuransi, PT GEGII berhak melakukan identifikasi dan seleksi resiko terhadap fakta material yang disampaikan oleh calon tertanggung sebagai wujud penerapan tata kelola perusahaan yang baik, berupa menelaah kesesuaian dokumen yang memuat informasi calon Konsumen dan/atau Konsumen dengan fakta yang sebenarnya Pasal 7 ayat (3) huruf a Peraturan OJK No. 22 Tahun 2023 Tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan
Sebagai contoh menelaah kesesuaian dokumen yang memuat informasi calon Konsumen dan/atau Konsumen dengan fakta yang sebenarnya antara lain mencocokkan kesesuaian tempat tinggal Konsumen dengan data pada identitas Konsumen, melakukan survei yang memadai, dan wawancara terhadap Konsumen untuk meneliti dan meyakini kebenaran informasi yang terdapat dalam dokumen yang disampaikan oleh Konsumen.
Dalam sengketa ini, PT. RBM juga mempersoalkan tindakan PT. GEGII yang menunjuk Loss Adjuster & Marine Surveyor diluar apa yang disepakati dalam Polis Asuransi.
Uji Materil Pasal 251 KUHD di MK
Sementara itu, Fatiatulo Lazira, S.H., meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan pengujian materi Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dalam Perkara Nomor 83/PUU-XXII/2024 yang sedang bergulir.
Pasal 251 KUHD menyebutkan, “Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal".
Menurutnya, Pasal 251 KUHD acapkali digunakan sebagai senjata oleh perusahaan asuransi sebagaimana halnya PT. GEGII untuk menolak klaim asuransi.
BACA JUGA:Klaim Asuransi Ditolak Karena Prosedur yang Berbelit, Pemegang Polis Tuntut Kejelasan
"Pasal 251 KUHD warisan kolonial itu acapkali digunakan perusahaan asuransi untuk menolak klaim asuransi dengan dalih tertanggung tidak mengungkapkan fakta material secara jujur pada saat penutupan asuransi. Padahal, prinsip itikad baik dalam perjanjian asuransi berlaku 2 (dua) arah, yakni antara penanggung dengan tertanggung", jelas Fati.
Ia pun menegaskan bahwa pemerintah pada keterangannya dalam Perkara Nomor 83/PUU-XXII/2024, sudah menegaskan pada pokoknya bahwa kewajiban untuk memberikan keterangan atau informasi tersebut seharusnya tidak dikumpulkan pada pihak tertanggung saja, melainkan juga menjadi kewajiban pihak penanggung, baik tertanggung maupun penanggung seharusnya saling memberikan keterangan atau informasi yang benar yang artinya akan dicantumkan dalam polis asuransi. Apabila hal tersebut dapat terpenuhi, maka itikad baik yang sempurna itu sudah pasti akan terwujud.