JAKARTA, DISWAY.ID - Ahli Gizi Tan Shot Yen memberikan tips agar anak-anak tidak pilih-pilih makanan dalam program Makan Bergizi Gratis.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang baru saja diluncurkan oleh pemerintah menjadi ajang edukasi untuk anak dan orang tua lebih sadar terhadap makanan yang sehat bergizi.
Di mana, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan bahwa sebagian besar anak Indonesia masih mengonsumsi makanan yang berisiko.
BACA JUGA:BKKBN Temukan Kasus Stunting saat Makan Bergizi Gratis di Ciracas
"96 persen penduduk kita itu isinya orang-orang yang mengonsumsi makanan berisiko. Makanan berisiko itu apa, sih? Ternyata makanan manis, minuman manis, makanan asin, berlemak, kolesterol, gorengan, makanan yang dibakar, digoreng, dengan pengawet, bumbu penyedap, soft drink, dan sebagainya," papar ahli gizi masyarakat Dr. dr. Tan Shot Yen, M.Hum pada konferensi pers daring PB IDI, 8 Januari 2025.
Maka dari itu, sangatlah penting untuk memanfaatkan momentum ini untuk mengedukasi untuk konsumsi makanan bergizi.
"Tujuan dari makan bergizi gratis di antaranya juga untuk edukasi. Ini penting. Tetapi tentu saja, mestinya edukasi ini berjalan harusnya beriringan," lanjutnya.
"Tapi pertanyaannya, apakah Makan Bergizi Gratis sampai hari kedua (7 Januari 2025) ini, hanya sekadar dibagikan? Edukasinya di mana? Bahwa misalnya kita sebagai orang Indonesia, perlu makan dengan makanan yang berkaitan dengan kultur bangsa kita," tambahnya.
BACA JUGA:DPRD DKI Tegaskan Tidak Ada Subsidi untuk Anggaran Makan Bergizi Gratis di Jakarta
Sedangkan dicontohkannya, anak Papua yang dulunya makan sagu atau papeda kini menganggap miring makanan khas daerahnya tersebut.
Turunnya minat anak terhadap suatu makanan juga bisa dipengaruhi oleh kondisi kesehatan tertentu, seperti gigi karies hingga anemia.
Selain itu juga terdapat makanan yang kurang diminati anak, bahkan enggan disentuh, seperti sayuran.
Termasuk juga cara pengolahan suatu makanan yang tentu berbeda dengan kebiasaan makan anak-anak di rumahnya.
Akibatnya, tak jarang anak menyisakan makanan yang tidak disukainya meski makanan tersebut merupakan makanan yang sehat.
"Ini harus disampaikan kepada anak, sangat tidak benar bahwa makanan sehat itu rasanya tidak enak sebab banyak sekali makanan sehat itu yang enak. Jadi anda membayangkannya cemplang, nggak pake micin, kecap. Nggak juga, buktinya soto Boyolali, soto Kudus, itu enak."