IHSG Memerah Saat Perdagangan Dibuka Kembali, Ekonom Ungkap Penyebabnya

Selasa 08-04-2025,23:43 WIB
Reporter : Bianca Khairunnisa
Editor : Fandi Permana

JAKARTA, DISWAY.ID - Pembukaan kembali Bursa Saham Indonesia kembali disambut dengan Indeks Saham Gabungan (IHSG) yang anjlok hingga ke angka 9,19 persen.

Penurunan IHSG yang berlebihan ini bisa jadi merupakan manifestasi dari kombinasi berbagai faktor internal yang membuat pasar kita lebih rentan terhadap guncangan. 

BACA JUGA:Bahaya! IHSG Anjlok 9,19%, Pasar Saham RI Kolaps

BACA JUGA:SYOK! IHSG Anjlok Nyaris 10% Kompak Loyo Bareng Rupiah, Ekonomi RI Terhempas Badai

Menurut Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, salah satu faktor yang patut dicermati dari penurunan IHSG ini adalah komposisi investor di Bursa Efek Indonesia (BEI). 

"Dominasi investor ritel yang cenderung lebih mudah panik dan mengikuti sentimen jangka pendek, ditambah dengan porsi investor asing yang signifikan dengan aliran dana bersifat hot money (mudah masuk dan keluar), menciptakan struktur pasar yang kurang stabil," ujar Achmad, ketika dihubungi oleh Disway pada Selasa 8 April 2025.

Selain itu, Achmad menambahkan, ketika sentimen global memburuk, investor asing cenderung menarik dananya (capital outflow) dari pasar negara berkembang yang dianggap lebih berisiko, sementara investor ritel lokal ikut panik menjual (panic selling), menciptakan efek bola salju yang menekan indeks secara drastis. 

"Berbeda dengan pasar lain yang memiliki basis investor institusional domestik yang lebih kuat dan berorientasi jangka panjang, yang bisa berfungsi sebagai penahan (buffer) saat terjadi gejolak," tutur Achmad.

BACA JUGA:IHSG Anjlok Sebelum Pengumuman Pengurus Danantara, Rosan Roeslani Pede Indeks Kini Berbalik Positif

BACA JUGA:Sri Mulyani Pastikan Defisit APBN Tidak Jebol: Jangan Khawatir

Sementara itu, faktor lain yang mungkin berperan adalah isu likuiditas dan struktur pasar itu sendiri.

Dalam hal ini, isu tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance/GCG) yang belum merata, transparansi informasi yang kadang masih bias, serta potensi adanya sentimen negatif spesifik domestik, misalnya terkait kebijakan ekonomi, stabilitas politik, atau bahkan isu sektoral tertentu.

Jika hal ini terjadi secara bersamaan dengan tekanan global, maka hal tersebut bisa memperparah situasi. 

BACA JUGA:Prabowo Tegaskan Pemerintahannya Tak Anti Kritik

"Jangan lupakan pula faktor psikologis pasar pasca libur panjang Lebaran, di mana pelaku pasar mungkin kembali dengan tingkat kewaspadaan atau bahkan kecemasan yang lebih tinggi terhadap akumulasi berita selama libur," pungkas Achmad.

Kategori :