JAKARTA, DISWAY.ID -- Kendati perekonomian Indonesia tengah berada dalam ketidakstabilan imbas penerapan tarif impor Amerika Serikat (AS), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) pada Triwulan I-2025 tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar.
Namun, dirinya juga menambahkan bahwa downside risk global terpantau masih tinggi, sehingga perlu terus dicermati dan diantisipasi ke depan.
BACA JUGA:Bansos Lansia 2025 Cair Kapan? Saldo Dana Rp300 Ribu Ditransfer ke Rekening
BACA JUGA:Kisruh Perang Tarif Impor AS, Kadin Siapkan Diplomasi Dagang
“Nilai tukar Rupiah tetap terkendali, dengan didukung kebijakan stabilisasi BI di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat. Namun demikian, tekanan kuat terhadap nilai tukar Rupiah terjadi di pasar off-shore (Non-Deliverable Forward/NDF) pada saat libur panjang pasar domestik dalam rangka Idul Fitri 1446 H, akibat kebijakan tarif resiprokal AS,” jelas Mahendra kepada Disway di Jakarta, pada Jumat 25 April 2025.
Melanjutkan, Mahendra menambahkan bahwa kebijakan tarif impor Pemerintah AS tersebut juga turut menjadi pendorong ketidakpastian perekonomian global.
Menurutnya, kebijakan tersebut menimbulkan adanya perang tarif dan diprakirakan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi AS, Tiongkok, dan ekonomi global serta memicu peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global.
“Kebijakan tersebut juga mendorong perilaku risk aversion pemilik modal serta menyebabkan penurunan yield US Treasury dan pelemahan indeks mata uang dolar AS (DXY) di tengah peningkatan ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR),” papar Mahendra.
BACA JUGA:Ini Dua Skema Utama Pemerintah Mendukung Pembiayaan Rumah untuk Wartawan
BACA JUGA:Kemnaker Imbau Masyarakat Waspadai Penipuan Berkedok Program TKM 2025
Sementara itu, pemburukan dampak perang tarif semakin dirasakan dengan langkah Tiongkok melakukan retaliasi, meskipun lebih banyak negara merespons melalui jalur diplomatik atau negosiasi.
Akibatnya, kedua negara tersebut sudah meningkatkan tarif hingga di atas 100 persen.
Kebijakan ini menambah risiko kenaikan inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi AS.
“Ke depan, ekonomi negara tersebut diperkirakan akan terdampak ketegangan perdagangan yang terjadi. Berdasarkan perkembangan tersebut, Indonesia akan senantiasa waspada dalam menghadapi dinamika global ini,” tutur Mahendra.