Dukungan Gaikindo
Kukuh Kumara menyatakan, Gaikindo mendukung pemberian insentif pajak mobil, karena bisa menjadi obat mujarab untuk menaikkan penjualan mobil dalam jangka pendek. Ini sudah dibuktikan pada 2021.
Dia mengakui, saat memberikan insentif, penerimana negara bisa berkurang. Tetapi, ini akan ternormalisasi, begitu pasar mobil pulih.
“Kami tidak minta utang atau subsidi, melainkan
penundaan penyetoran pajak pada periode tertentu. Begitu ekonomi bangkit, penerimaan pemerintah akan kembali,” kata dia.
Dia menyatakan, Gaikindo juga menyerukan evaluasi kebijakan insentif otomotif yang bisa berdampak jangka panjang dan memastikan target yang dicanangkan tercapai.
Sebagai contoh, target produksi BEV pada 2030 mencapai 600 ribu unit.
Semua pihak, kata dia, harus memastikan BEV diproduksi di dalam negeri, bahkan kalau bisa diekspor. Artinya, Indonesia menjadi basis produksi BEV domestik dan ekspor.
BACA JUGA:Punya Banyak Venue, Canna Jadi Destinasi Terintegrasi di Tepi Pantai Nusa Dua
BACA JUGA:Gangguan Kesehatan Jamaah Haji Bukan Azab, Ulama dan Dokter Minta Publik Berhenti Stigmatisasi
Hal tak kalah penting, dia menyatakan, mobil hybrid juga menjadi bagian mobil elektrifikasi.
Mobil ICE tidak bisa dikesampingkan, lantaran masih menjadi pilar industri mobil. Pun dengan LCGC yang mengeluarkan emisi rendah dengan harga terjangkau.
“Intinya, otomotif membutuhkan kebijakan long term,” ungkap dia.
Dia menilai, Indonesia jangan hanya fokus ke satu teknologi. Artinya, pemerintah jangan menutup mata ke mobil hybrid, yang kini juga dilirik di China.
Sebab, pada prinsipnya, teknologi otomotif berkembang cepat, sehingga kebijakan harus fleksibel dan bermanfaat.
Sejauh ini, dia menilai, mobil elektrifikasi baru memakan pasar ICE dan LCGC, belum menciptakan pasar baru. Pada titik ini, insentif ke ICE dan LCGC bisa menambah volume pasar hingga 3 juta unit.