"Saya keluar karena kalau saya tetap di sana, saya setuju. Padahal ini tidak sesuai logika hukum," jelasnya.
Ijazah UGM Bukan Objek Gugatan
Eggi juga menekankan bahwa gugatan perdata yang pernah diajukannya tidak terkait dengan ijazah Universitas Gadjah Mada (UGM), seperti yang selama ini ramai dibahas publik.
Menurutnya, objek gugatan adalah ijazah SD, SMP, dan SMA Presiden Jokowi.
Ia menjelaskan bahwa gugatan perdata sebelumnya tidak diteruskan karena dua pihak yang diajukan sebagai saksi, yakni Bambang Tri dan Gus Nur, telah ditangkap dan ditahan oleh pihak kepolisian.
Kondisi tersebut membuat proses pembuktian menjadi tidak memungkinkan.
"Saya cabut karena tidak bisa membuktikan. Bukan karena kalah. Gugatan belum masuk pokok perkara," ujarnya.
Setelah kasus bergeser ke ranah pidana, Eggi menegaskan bahwa kewajiban pembuktian berada di tangan aparat penegak hukum.
Namun ia menyebut, jaksa hanya menerima fotokopi ijazah yang telah dilegalisasi, bukan dokumen aslinya.
"Kalau memang ada ijazah asli, kenapa tidak ditunjukkan saja, ini masalah fakta hukum, bukan soal merendahkan," bebernya.
Eggi juga menyampaikan kritik terhadap argumentasi pihak tertentu yang menggunakan Perkaba (Peraturan Kabareskrim) untuk membantah Perkap (Peraturan Kapolri) yang dia ajukan.
"Perkaba itu di bawah Perkap. Masa membantah peraturan kapolri dengan aturan dari bawahannya, ini kan tidak logis," menurutnya.
Dalam gelar perkara, Eggi membawa putusan dari Pengadilan Negeri Surakarta dan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah yang dinilainya mendukung klaimnya. Ia menyebut pasal 14-15 UU No. 1 Tahun 1946 yang menjerat kliennya sebelumnya, tidak digunakan dalam putusan banding sehingga hukuman dikurangi.
"Kalau pasal yang dituduhkan tidak dipakai, seharusnya klien saya bebas demi hukum,” tegasnya.