JAKARTA, DISWAY.ID - Sebuah perusahaan menggugat Bank Danamon atas perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sidang perkara perdata antara PT Saripari Pertiwi Abadi (SPA) melawan PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) beserta kurator Singal, Kaligis, & Partners di Pengadilan Negeri Jakpus mengungkap adanya kejanggalan soal penjualan aset jaminan.
BACA JUGA:Gugatan UU TNI di MK, Legislasi Minim Perdebatan, Diduga Tak Libatkan Publik
BACA JUGA:Natalia Rusli Apresiasi PN Tanjung Karang yang Tolak Gugatan CV Hasta dan PT Kirana
Kuasa Hukum SPA, Dewi Yuni mengatakan kliennya selaku debitur bersama BDMN/ kreditur awalnya menyepakati Perjanjian Penyelesaian Pinjaman Nomor 12 pada Februari 2024, senilai Rp177,279 miliar.
Namun belakangan jumlah tagihan membengkak Rp78,3 miliar menjadi Rp255,59 miliar. Padahal kliennya selama masa perdamaian dan PKPU telah membayar sejumlah Rp19,78 miliar.
Dijual sepihak
Parahnya, aset jaminan berupa rig 101 yang nilai awalnya mencapai Rp135,05 miliar tersebut, dijual secara scrap oleh kurator senilai Rp2 miliar.
Dari hasil penjualan tersebut, yang dibagikan kepada BDMN selaku pemegang jaminan atas aset tersebut hanya Rp1,26 miliar setelah dikurangi dengan biaya-biaya kepailitan sebesar Rp567,425 juta.
"Anehnya atas hasil nilai jual aset rig dan pembagian hasil penjualan aset RIG tersebut, BDMN selaku kreditor yang memegang hak atas jaminan tersebut (kreditor separatis) sama sekali tidak keberatan atau sama sekali tidak mengajukan keberatan kepada kurator," ujar Dewi selepas sidang di PN Jakpus, Senin, 14 Juli 2025.
Kurator dari kantor Singal, Kaligis & Partners, Yefta P. Kaligis mengaku keberatan lantaran legal standing penggugat diragukan. Seharusnya berdasarkan UU PT Nomor 40 Tahun 2007, harus diselenggarakan RUPS terlebih dahulu baru penggugat bisa menggugat.
"Beliau kan menggugat yah, selanjutnya kami akan sampaikan jawaban. Itu kurator lama ya, saya yang baru. Tunggu jawaban saja ya, nanti kan di jawaban jelas. Harapan saya kita bisa tegakkan hukum sesuai UU ya," ujarnya.
Hakim ketua, Khusaini meminta pihak penggugat dan tergugat untuk menyampaikan jawaban tertulis paling lama dalam 7 hari ke depan.
"Kita beda dengan Pengadilan TUN (PTUN), karena pengadilan tata niaga tidak mengenal dismissal process (proses penelitian terhadap gugatan yang masuk oleh hakim ketua)," ujar Khusaini dalam persidangan.
Awal Mula Kasus
Selain itu, Dewi Yuniar mengatakan, kliennya selaku debitur bersama BDMN/ kreditur awalnya menyepakati Perjanjian Penyelesaian Pinjaman pada Februari 2024, senilai Rp177,279 miliar sesuai dengan perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi. Namun ketika perusahaan pailit tagihan malah membengkak menjadi Rp255,59 miliar.