Oleh karena itu, Budi mendorong untuk mempercepat mencetak dokter spesialis.
"Tapi tetap bukan berarti masalah kita paling besar distribusi. Kenapa kita distribusi susah? Karena jumlah dokter kurang, kita harus lebih cepat lagi," pungkasnya.
Dampak Kekurangan Dokter Spesialis
Kekurangan dokter spesialis ini berdampak langsung pada kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan bagi masyarakat.
BACA JUGA:Atasi Banjir, Pemprov DKI Prioritaskan Normalisasi Kali Ciliwung
BACA JUGA:Dorong Communal Industry, Dompet Dhuafa Yogyakarta Pacu Ekonomi Industri Batik Di Gunung Kidul
Antrean panjang di rumah sakit, rujukan pasien ke kota-kota besar karena ketiadaan spesialis di daerah, hingga kasus-kasus penyakit yang tidak tertangani dengan cepat dan tepat, adalah beberapa konsekuensi nyata dari minimnya jumlah dokter spesialis.
Menkes Budi mencontohkan, untuk beberapa spesialisasi vital seperti jantung, neurologi, atau onkologi, kesenjangan jumlah dokter dan kebutuhan pasien sangat mencolok.
Hal ini membuat beban kerja dokter spesialis yang ada menjadi sangat berat dan memengaruhi kualitas pelayanan.
Upaya Pemerintah dan Tantangan ke Depan
Pemerintah, melalui Kemenkes, telah mengidentifikasi beberapa strategi untuk mengatasi masalah ini.
Salah satunya adalah meningkatkan kapasitas rumah sakit yang dapat menjadi fasilitas pendidikan dokter spesialis, baik rumah sakit milik pemerintah maupun swasta.
BACA JUGA:Tak Hanya Bangun Karier, 500 Mahasiswa di YOTNC 2025 Fokus Isu Lingkungan dan Energi
Selain itu, ada juga wacana untuk mempercepat proses pendidikan dokter spesialis tanpa mengurangi kualitas, serta meningkatkan insentif bagi dokter spesialis yang bersedia ditempatkan di daerah-daerah terpencil.
"Kita harus mencari cara agar bisa mencetak lebih banyak dokter spesialis dengan cepat, namun tetap menjaga kualitasnya," tegas Menkes.