Yalal Batubara

Yalal Batubara

Ilustrasi konflik di internal Nahdlatul Ulama (NU).--

Nahdlatul Ulama (NU) harusnya seperti yang digambarkan dalam teori antifragility: ketika terjadi tekanan akibat sebuah kemelut ia justru akan kuat. Ini kebalikan dari teori fragility: kena tekanan berantakan.

Maka siapa tahu heboh pemecatan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akhir-akhir ini justru melahirkan jalan baru bagi NU: jalan keterbukaan yang modern.

Bukankah banyak kemajuan yang justru diraih lewat turbulensi. Bukankah matinya Nokia melahirkan smartphone. Dan bencana Covid-19 mempercepat digitalisasi.

Anda sudah tahu: banyak yang bilang persoalan turbulensi di NU berlatar belakang sejak NU punya tambang batubara.

NU kini memang punya tambang batubara. Di Kutai Timur. Tidak jauh dari Bontang. Di sebagian bekas konsesi grup Bakrie. Kualitas tambangnya kelas satu.

Luas tambang itu 25.000 hektare. Isinya: satu miliar ton batubara --kualitas tinggi. Hitung sendiri berapa puluh triliun rupiah nilainya.

Persoalannya: siapa partner yang akan digandeng untuk mengelolanya. Mengelola tambang tidak mudah. Kitab kuning tidak mengajarkannya. Segala macam permainan kotor ada di bisnis batubara. Ada humor terkenal di kalangan itu: "dari 10 pedagang batubara, yang biasa menipu 12".

Maka banyak pemilik tambang yang pilih terima beres. Terima bersih: setiap satu ton batubara yang diambil dari lahannya dapat berapa dolar. Selebihnya jadi bagian pengelola. Termasuk risikonya.

Medsos sudah menyebut: sebagian pengurus NU minta yang mengelola tambang itu perusahaan tambang besar yang punya hubungan baik dengan presiden lama. Bukankah tambang itu didapat saat yang lama itu masih menjabat presiden. Jangan sampai NU dibilang kacang lupa kulitnya.

Sebagian pengurus lagi ingin tambang itu dikelola perusahaan yang dekat dengan presiden baru. Atau dekat dengan pemerintah yang sekarang. Kenapa? Urusan tambang itu tidak bisa lepas dari pemerintah. Untuk bisa menambang izinnya banyak. Juga harus secara rutin diurus. Tiap tahun harus mengajukan rencana penambangan. Harus ada persetujuan pemerintah.

Bagaimana solusinya?

Mudah sekali. Bukan saja mudah. Solusi ini justru membuat NU ”naik kelas”. NU akan menjadi organisasi yang modern dan mengajak modern. Sekaligus menjunjung tinggi akhlak dalam berbisnis. NU akan menjadi contoh keterbukaan.

Solusinya: "Tenderkan!"

Beres. Tidak peduli siapa yang akan memenangkan tender itu nanti. Kalau pun yang menang perusahaan yang dekat penguasa lama bukan berarti NU itu kacang, penguasa lama itu kulit.

Begitu pula kalau yang menang adalah pengusaha yang dekat dengan pemerintah baru, ya memang sudah takdirnya. Pun kalau yang menang bukan dua-duanya.

NU tinggal menunjuk konsultan untuk menyusun ”tata tertib” tender. Termasuk menentukan harga dasar yang akan diperoleh NU: dapat berapa dolar per ton batubaranya. Setelah itu tinggal laksanakan tender terbuka. Kalau perlu panitia tendernya dari universitas Katolik terkemuka.

Fitnah tidak akan hilang. Terutama kenapa orang-orang itu yang diangkat menjadi panitia lelang. Yang jadi panitia tender pun akan penuh fitnah: memihak siapa.

Kalau saja solusi tender ini dipakai maka NU masuk ke dunia profesional dalam mengurus bisnis. Kalau tidak ada kepentingan pribadi di dalamnya pastilah pilih ditenderkan saja. NU justru akan dapat hasil lebih besar.

Tentu juga tergantung harga batu baru di pasar internasional.

Sambil menunggu tender itu sekalian dilakukan persiapan di internal NU. Akan dikemanakan uang triliuanan rupiah setiap tahunnya itu. Saya dengar NU lagi menyiapkan koperasi Yalal Wathon. Yang akan menyentuh sampai lapisan terbawah warga NU di ranting-ranting.

Itu pekerjaan besar. Pekerjaan teknokratis. Akan seperti apa koperasi itu nanti. Masih terlalu awal untuk dibahas di sini.

Maka saya akan melihat apakah teori Nassim Nicholas Taleb yang disebut antifragility akan berlaku di NU: yakni turbulensi ini justru akan membuat kemajuan di NU.(Dahlan Iskan)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 5 Desember 2025: Batang Kuranji

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

SUNGAI PENDEK, MASALAH PANJANG.. Tulisan pak Dahlan hari ini tentang Batang Kuranji terasa seperti alarm pagi yang bunyinya kencang, tapi sering kita tekan tombol snooze. Sungainya cuma 34 km, tapi daftar masalahnya bisa sepanjang rapat DPR. Dari hulu pegunungan hingga muara di Padang yang padat, air berlari kencang, membawa lahar, pasir, dan—sayangnya—kelalaian kita sendiri. Di sekitar Universitas Andalas, kampung ikut hanyut. Ini bukan lagi sekadar bencana alam, tapi bencana campur tangan manusia yang terlalu berani “mengatur” alam—tanpa mau disiplin merawatnya. Sungai makin lebar, daratan makin sempit; yang menyempit justru ingatan kita pada pelajaran banjir sebelumnya. Ketika Sultan B. Najamuddin memimpin doa, saya mengamini. Tapi doa tanpa keberanian menertibkan hulu dan sempadan sungai ibarat payung bocor: niatnya baik, hasilnya tetap basah. Sungai pendek, tapi kalau salah urus, derita warga kita bisa sangat panjang. Dan banjir, seperti biasa, selalu datang lebih cepat dari rencana.

Hasyim Muhammad Abdul Haq

Tahun 2003, percetakan orang tua saya bangkrut. Lalu saya bersama seorang partner (dari luar keluarga) melakukan take over. Percetakan menjadi milik saya dan partner. Bukan lagi perusahaan keluarga. Tahun 2003 hingga 2012 berjalan normal. Namun menurut saya perkembangannya terlalu lambat. Saya mulai tergoda ajakan teman untuk bisnis yang lain. Tahun 2012 hingga 2019 saya mencoba berbagai bisnis, mulai dari promotor seminar, developer properti, hingga membuat aplikasi. Secara finansial, keuangan saya naik turun. Namun akhirnya uang saya habis total di tahun 2019 setelah gagal di dunia aplikasi. Di akhir tahun 2020, saya akhirnya terpaksa balik ke bisnis percetakan saya lagi. Beberapa karyawan senior saya datang ke rumah dan menceritakan kondisi percetakan saya yang sangat tidak baik. Karena partner saya tidak bisa memberikan laporan keuangan yang baik, akhirnya saya memutuskan menarik diri dari perusahaan tersebut dan mencari tempat baru untuk membuka percetakan baru. Tahun 2021 saya sudah pindah ke tempat usaha baru. Semua modal dari bank. Dan alhamdulillah bisnis saya kali ini berjalan dengan baik selama 4 tahun ini. Mungkin keahlian saya memang di percetakan. Meski begitu, saya masih punya impian di dunia aplikasi. Ngumpulin uang dulu.

Aspar Koto

Sepertinya perlu koreksi data pada artikel hari ini. Hulu Batang Kuranji benar di UNAND namun sungai yang berhulu Gunung Marapi adalah Batang Anai. Kedua sungai ini sama sama bermuara ke pantai Padang. Batang Kuranji bermuara dekat kota sedangkan Batang Anai di Koto Tangah - Lubuk Buaya.

Juve Zhang

Sebaiknya setiap kebun sawit ....lahan tambang batubara nikel emas dlll diharuskan deposito Dana Bencana Alam ....misal setahun satu kebun sawit kena dana bencana 100 milyar deposito...pun tambang batubara emas dlll sama kena 100 milyar per tahun....dana itu hangus jika daerah sawit atau Tambang nya kena bencana alam.... arti nya dana akan digunakan sepenuhnya buat misi penanggulan bencana....

Johannes Kitono

Kayu Dari Langit. Pagi ini dapat kiriman lagu dari Wag Kaliber. Dan lagu ini seharusnya dinyanyikan berulang di Radio Sonora. Dan untuk menghormati pencipta dan penyanyinya. Inilah liriknya : Kayu Dari Langit Turun Bersama Hujan Menghantam Perkampungan Dan kota tenggelam Lalu terdampar di Pantai Keserakahan manusia ini Se Dajal apakah ? Kayu Kayu dari Langit Datang bersama hujan Memuntahkan kesukaan Kepada rakyat yang terluka Luka Jiwanya Luka rasanya Thx kepada pencipta dan kedua penyanyi lagu Kayu Dari Langit. Semoga Semuanya Hidup Berbahagia

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

KENANGAN INDAH TAHUN 80AN DIBALIK BANJIR SUMATERA BARAT.. Saya masih ingat betul masa-masa di Sumbar tahun 80-an. Jalan sunyi, sungai jernih, dan bukit hijau yang membuat setiap perjalanan seperti wisata rohani. Karena itu, tiap kali lihat berita banjir bandang, perasaan seperti ditampar kenangan lama. Sumbar punya banyak DAS—perkiraannya lebih dari 100, besar–kecil. Tidak semua terkenal, tapi semuanya punya peran menghidupkan lembah dan kampung di sepanjang alirannya. Sayangnya, beberapa DAS yang “besar nama” juga menjadi yang paling babak belur: 1). Batang Anai, 2). Batang Lembang, 3). Batang Kuranji, 4). Batang Arau, dan 5). Batang Sinamar—mereka yang menanggung banjir terparah belakangan ini. Padahal, Sumbar juga punya deretan DAS yang bukan hanya indah, tapi dulu jadi tempat saya menepi untuk minum kopi dan menenangkan kepala. Lima yang paling melekat di ingatan: 1). DAS Batang Harau (ikon tebing vertikal yang epik), 2). DAS Batang Sianok (lembah klasik favorit fotografer), 3). DAS Batang Tarusan (hijau sepanjang tahun), 4). DAS Batang Ombilin (airnya dulu bening seperti kaca), 5). DAS Batang Arau hulu (alami dan tenang). Dulu, sungai-sungai itu memberi kedamaian. Kini, mereka seperti meminta bantuan. Dan kita—ya, kita semua—harus mendengarnya.

Wilwa

@MZAUZ. Saya bergaul dengan beberapa umat Buddha Theravada. Sempat pula belajar meditasi ala Theravada. Saya cukup tahu ajaran aliran Buddha yang tak percaya konsep Pencipta dan ciptaan ini. Bagi mereka konsep “Tuhan” sebagai Pencipta Semesta itu tak masuk akal. Tuhan bagi mereka adalah Hukum Karma. Hukum Karma bukan manusia atau punya sifat seperti manusia sehingga Hukum Karma itu bersifat Maha Adil karena tak punya pikiran atau perasaan. Seperti Hukum Gravitasi atau Hukum Fisika. Tak punya akal atau rasa. Sehingga tidak memihak. Konsep Pencipta dan ciptaan adalah konsep YKI (Yahudi Kristen Islam), Hindu, Zoroaster, Mesir kuno, Sumeria kuno, Assyria kuno, Babilonia kuno, Mesir kuno. Bedanya hanya awalnya mereka masing-masing percaya Tuhan/Dewa yang beragam/banyak (polytheism) namun kemudian Aten di Mesir kuno dan Zoroaster di Iran kuno yang memperkenalkan Super God / One God sehingga YKI jadi monotheism (Yahudi/Islam) atau semi-monotheism (Christianity dengan Trinity). Hanya Buddha yang berupaya out of the box. Dengan tidak mempersonifikasikan Tuhan. Dengan Hukum Karma yang impersonal sebagai pengganti Personal God. Hukum Yang Maha Adil. Tak pandang bulu suku atau agama Anda. Alam juga bersifat impersonal. Perusuh pak Tani dengan baik mendeskripsikannya. Alam bekerja dengan hukum alam. Hukum Fisika. Termodinamika. Bagi Theravada, konsep Tuhan Pencipta adalah mitos purba. Kalau tak boleh disebut takhayul homo sapiens purba. Mirip opini atheism. Tapi Buddhism bukan atheism.

pak tani

ALAM JUARA Alam tidak pernah membalas dendam. Akhir-akhir ini begitu banyak narasi di media yang seolah mempersonifikasi alam, mewakili alam. Dengan tajam menulis opini, alam sedang memukul balik para perusaknya. Tidak, tidak. Alam bukan manusia. Bukan pula binatang. Yang menggigit saat tersakiti. Atau menyimpan dendam, dan memberontak saat ada kesempatan. Alam itu bagian dari kita. Cermin tingkah laku dan konsekuensi dari semua tindakan kita. Bagaimana kita memperlakukan alam, itulah yang akan alam berikan kembali. Lunas. Lugas. Tuntas. Sebelum tangan terkepal dan tunjuk siapa biang kerok banjir besar di Sumatra. Ingatlah juga, saat jari telunjuk mencari sasaran, ada 3 jari yang menunjuk ke diri sendiri. Bagaimana kita memperlakukan alam ? Kalau ada lomba sabar. Alam juaranya. Meskipun tidak menang Disway Award.

Ja'far Syahidan

Pak Dahlan Iskan agaknya sangat sengaja memilih komentar pilihan terbanyak kali ini. Dengan mempublikasikan secara masif 7 komentar Murid SD Internasional yang penuh taburan data tajam dan analisis brutal di atas, Pak Dahlan Iskan tidak hanya memberi ruang pada suara publik, tapi sekaligus juga mengangkat "standar diskusi publik". Seolah Pak Dahlan Iskan berkata: "Tidak penting siapa kamu. Jika tulisanmu mampu menyelamatkan nyawa, layak tampil di muka". Di titik ini, Pak Dahlan Iskan tidak hanya menjadi kurator, tapi sekaligus katalisator. Kolom komentar yang biasanya diisi komentar curhatan, candaan, atau keluar dari topik gagasan, diubah sejenak menjadi kolom laporan darurat nasional. Dan sosok "Murid SD Internasional" menjadi semacam ghostwriter tak resmi, bagi nurani kolektif yang selama ini hanya bisa marah-marah saja, tapi tidak tahu bagaimana caranya membangun. Dalam kronik pilu di bencana Sumatera ini, Murid SD Internasional bukan sekadar komentator. Ia adalah alarm kemanusiaan yang berbunyi. Dan Pak Dahlan Iskan, dengan bijak, membiarkannya bergema, sekeras-kerasnya.

Ja'far Syahidan

Komentar Pilihan CHD hari ini, didominasi oleh komentar Murid SD Internasional. Saya hitung, 7 komentar yang dipilih. Harus saya katakan, komentar-komentar masif Murid SD Internasional yang terpilih ini memang tidak biasa. Itu adalah dokumen krisis bencana nasional yang seolah ditulis dengan ketelitian seorang insinyur PhD, dengan empati seorang relawan berpengalaman, dengan visi seorang perencana kebijakan, dan keberanian seorang jurnalis investigatif kawakan. Yang saya lihat pertama kali, sisi paling menghantam itu bukan semata detail datanya, tetapi nada urgensinya. Di antara ratusan komentar yang emosional, out of topic, dan bercanda, komentar ekstensif Murid SD Internasional hadir sebagai blueprint penyelamatan bencana. Setidaknya ada tiga keistimewaan. Keistimewaan pertama, adalah kedalaman lapangan. Bukan sekadar mengutip berita, dia mengetik laporan on the gound dari Aceh Tamiang, dengan tanggal, sumber Instagram, hingga detail bayi yang (menangis) kelaparan belum makan. Kalau bukan terlibat langsung, dia seperti memiliki jaringan relawan yang sangat dengan medan bencana, atau apapun itu. Keistimewaan kedua, adalah analisis sistemiknya. Bukan hanya menyalahkan penebangan liar secara umum, dia juga menghubungkan kausal hulu-hilir dengan presisi: tambang ilegal di Aceh, PLTA dan sawit di Sumut, juga di Sumbar, lalu menunjukkan bagaimana masing-masing menciptakan pola kerusakan spesifik yang sama di wilayah hilirnya.

Kak Idam

Lahar gunung Marapi (bukan gunung Merapi) tidak mengarah ke Batang Kuranji di Kota Padang. Tapi ke arah Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar. Korban meninggal terbanyak bancana Sumbar bukan di Kota Padang (16 orang) tapi di Kabupaten Agam (118 orang)

Dahlan Batubara

Batang dipakai pada kawasan Tapanuli di Sumut hingga Jambi dalam menyebut DAS. Di Tapanuli Bagian Selatan ada Batang Toru, Batang Angkola, Batang Gadis, Batang Natal dll. Di Jambi ada Batang Hari. Batang terbentuk oleh sumbangan oleh para anak2 sungai di hulu, kawasan hutan2 bukit barisan yang terjal, berbentuk ngarai. Di Tapanuli anak sungai ini disebut "rura". Ibarat akar, rura ini menyuplai batang. Di hilir, batang ini memiliki cabang2 menyalurkan air ke kiri dan kanan yg dipakai penduduk utk mengairi pertanian atau kebutuhan mandi dll. Di Tapanuli cabang2 di hilir ini disebut "bondar". Di kawasan Medan sekitar, batang ini disebut sei singkatan dari kata sungai. Misal Sei Wampu, Sei Babura, Sei Deli, Sei Asahan dll.

Liáng - βιολί ζήτα

Obral. Konsumen pasti senang ketika ada obralan berbagai jenis barang yang dibutuhkannya. Tetapi "tulisan iseng-iseng" ini bukan sedang membahas obralan berbagai jenis barang yang biasanya untuk menghabiskan overstock. Ini cenderung "jungkir-balik-nya" dari manfaat obral-mengobral bagi "konsumen". Sepertinya, ada kecenderungan para korban banjir sedang dijadikan "konsumen" oleh kalangan tertentu dengan rasa simpati mereka yang sedang di-obral secara besar-besaran. Sudah tidak ada udang dibalik batu - lha wong batu-nya saja sudah ikut hanyut koq, yang ada mungkin hanya kepentingan tertentu - bisa jadi kepentingan bernuansa politik dibalik itu semua. Tetapi warga korban banjir membutuhkan lebih dari sekadar rasa simpati, mereka sedang membutuhkan pertolongan yang nyata. Warga juga tidak membutuhkan kehadiran public figure untuk ikut membersihkan rumah mereka - di depan kamera. Mereka membutuhkan bantuan yang riil !! Dan..... berbicara obral-mengobral ini, entah mengapa saya koq jadi teringat "Disway Awards". Bukankah pada umumnya, yang namanya "award" itu sangat selektif, sehingga pemenangnya sangat terbatas, yang benar-benar "ter..... nya" itu loh sudah teruji. Rupanya Management Disway pun tidak mau ketinggalan dalam hal obral-mengobral.....

Redaktur Harian Senja

Siapa pun bisa mengandalkan ChatGPT atau Perplexity untuk mendapatkan tulisan bagus. Namun tools AI secanggih apa pun tidak akan pernah sanggup berpikir untuk menghimpun semua data berjenjang mulai dari volume lumpur, spesifikasi alat berat, kapasitas eksak dapur umum darurat, hingga sampai ke pemikiran "tipologi hunian darurat sementara bertipe modular" dengan eksposisi yang begitu runut, jika Anda bukan orang yang sudah terbiasa dengan manajemen logistik bencana. Itu pun Anda harus terbiasa berpikir secara integral, end to end. Sebagai seorang redaktur, saya punya intuisi, sosok Murid SD Internasional ini pernah ada di antara penyintas bencana. Mungkin di bencana tsunami Aceh 2004. Mungkin di bencana likuifaksi Palu 2018. Mungkin di bencana gempa teknonik Cianjur 2022. Yang di satu titik di hidupnya, ia pernah berdiri di antara puing reruntuhan dengan listrik padam, di antara jenazah-jenazah yang belum terurus, di antara jerit tangis anak-anak / wanita / lansia, sambil menatap langit menunggu bantuan yang tak kunjung tiba. Hanya itu yang bisa saya duga. Sebab, komentar-komentar Murid SD Internasional kali ini terlalu niat, dan dari depth-nya seorang jurnalis berpengalaman mana pun bisa melihat, bahwa itu bukan tulisan killing-time iseng. Dan jika dugaan saya benar, bahwa yang bersangkutan adalah bagian dari penyintas bencana dahsyat di tahun-tahun yang lalu, maka saya berkesimpulan, tulisannya itu adalah bentuk terakhir, dari harapan yang tidak sudi untuk mati.

Redaktur Harian Senja

O ya, sempat mata saya membentur komentar ini di CHD kemarin: "...fokus memberi bantuan apakah hanya cukup dengan tulisan?" Perlu dikonfirmasi, komentar ini sebetulnya ditujukan kepada Dahlan Iskan (yang tiga hari berturut-turut mengulas bencana Sumatera), ataukah kepada Murid SD Internasional (yang di hari kemarin bertubi-tubi meninggalkan komentar-komentar teknis-operasional untuk bencana Sumatera)? Bantuan tidak hanya sah dalam bentuk beras sekian ton. Pikiran yang ter-organisir, data yang dipilah cermat, dan rencana eksekusi di lapangan yang disusun sistematis, juga adalah bagian dari pertolongan penanganan bencana, bahkan paling krusial. Tanpa peta logistik, truk bantuan bisa nyasar. Tanpa kalkulasi kebutuhan pangan di lapangan, bantuan bisa berlebih di satu titik, dan kelaparan besar di titik yang lain. Tanpa analisis volume lumpur dan alat berat yang sesuai, upaya pembersihan jadi sia-sia, atau malah memperparah kerusakan. Tanpa koordinasi dapur umum, LPG bisa habis di hari ketiga atau keempat, dan ratusan ribu pengungsi bisa kembali kelaparan. Khusus untuk tulisan Murid SD Internasional, itu adalah kerangka operasional untuk menyelamatkan nyawa di kala darurat bencana nyata. Semacam arah kompas kepada siapa pun yang memiliki sumber-daya logistik untuk diberikan, tapi bingung: apa yang harus dilakukan? dari mana mulainya? berapa yang dibutuhkan? dst... Pengalaman saya melakukan reportase bencana, ada adagium tak tertulis: "speed kills if it's not smart".

Juve Zhang

KDM bayarvkontan beras kacang hijau mie instan minyak goreng dll....dia shopping di Padang buat kirim langsung ke lokasi bencana....kalau pemerintah kata pak Murid internasional cuma sumbang 1,2 em sih kekecilan ....gede omong ....nyumbang ecek ecek....wkqkq...kalau Palestina yg nyumbang banyak sekali mancanegara yg minta jatah preman Israelll yg hambat bantuan itu.... Israel sudah miskin ngemis ke Amerika... sudah parah miskinnya...segala bantuan ke Palestina di rampok dulu oleh Israel... Amsiong....jadi gak usah jauh mikirin Palestina....rakyat Sumut Aceh Sumbar kena bencana besar itu yg pemerintah harus pikirin....

Redaktur Harian Senja

Saya berterima-kasih. Murid SD Internasional tidak sekadar menghitung casualties (korban berjatuhan), tapi juga menghitung logistik pangan dengan rincian items dan nominal yang harus dikirimkan. Tidak hanya melaporkan kepiluan di lapangan, tapi juga memetakan kebutuhan teknis dapur umum yang harus didirikan agar jangkauan distribusinya optimal dalam 1 bulan. Tidak sekadar menyalahkan, tapi juga menyusun roadmap teknis cara membersihkan 70 juta meter kubik lumpur yang membenamkan jutaan perumahan. Siapa pun Anda, sosok di balik nama Murid SD Internasional, Anda tidak sekadar menulis berita, Anda juga menulis rencana penyelamatan. Dan itu adalah hal yang nyaris punah di jurnalisme Indonesia, yaitu jurnalisme yang tidak hanya mengungkap, tapi juga membangun. Saya membayangkan, jika Kompas, Tempo, Detik, CNN Indonesia, tidak sekadar mempublikasikan artikel berita "jumlah korban naik", tapi juga serempak menerbitkan laporan investigatif yang menyertakan: peta kerentanan daerah hulu-hilir dengan overlay izin usaha tambang dan sawit, lalu daftar alat berat yang tersedia di wilayah sekitar berikut rute logistik daruratnya, kemudian rincian skema dapur umum ter-desentralisasi yang lengkap dengan perhitungan kebutuhan LPG, bahan, mitigasi risiko kebakaran, dan air bersihnya. Jika itu terjadi, jurnalisme kita menjadi arsitektur pemberitaan darurat publik, yang berani turun ke level eksekusi, dengan rencana penyelamatan dengan ketelitian militer yang presisi.

Wilwa

@Jafar. Miris. Seharusnya minimal 2 T untuk bantuan jangka pendek beberapa bulan ke depan. Untuk relokasi dan renovasi biar Murid SD int’l yang ngitung deh. Atau suruh Liam Then yang ngitung. Angkanya pasti tembus 100 T!

Ja'far Syahidan

Lega, ketika melihat website BNPB ada dashboard real-time bantuan yang sudah dialokasikan. Tapi begitu saya teliti, kok hasilnya miris dan njomplang? Yang sudah dibagikan: Sembako 4.400 paket. Jika pakai perkiraan Rp150rb per paket, total Rp660 juta. Makanan siap saji 3.300 pcs, kalau diasumsikan Rp25rb per pcs, total Rp82,5 juta. Mie instant 4.500 dus, kalau diasumsikan Rp180rb per dus, total Rp810 juta. Air minum 600ml sebanyak 531 dus, kalau diasumsikan Rp48rb per dus, total Rp25 jutaan. Total estimasi nilai bantuan dalam nominal rupiah = Rp1,6 miliar. Jika ini bagian dari bantuan untuk 2,1 juta pengungsi, maka nilai ini baru meng-cover 0,07% dari kebutuhan logistik pangan paling dasar. Sisa Rp74,4 miliar sisanya, alokasi dari Pemerintah Pusat, antara belum cair, belum sampai, atau belum berwujud nyata dalam bentuk pangan. Dan sekali lagi, nominal ini untuk kebutuhan pangan saja tidak mencukupi untuk 1 orang per hari selama 30 hari ke depan, jika targetnya 2,1 juta pengungsi keseluruhan. Pak Presiden Prabowo, sudahlah, tetapkan bencana 3 provinsi Sumatera ini sebagai bencana nasional, agar bantuan logistik internasional bisa masuk. Anda pemimpin tertinggi saat ini di negara ini. Jangan biarkan rakyat Anda sendiri kelaparan, kedinginan, dan terkena penyakit di pengungsian, Pak.

Ja'far Syahidan

Sembari menyimak khutbah sholat Jum'at di masjid, saya scroll berita BNPB Indonesia, bahwa per 3 Desember 2025 atau per kemarin lusa, total pengungsi di Sumatera Barat terhitung berjumlah 106.200 orang, di Sumatera Utara 538.800 orang, dan di Aceh sampai 1,5 juta orang. Gila... berarti total jumlah pengungsi, kini sampai di angka 2,1 juta jiwa. Lalu coba bandingkan, berapa dana bantuan yang dialokasikan pemerintah pusat? 30 November 2025, Kemensos klaim telah salurkan Rp19 miliar. 3 Desember 2025, Kemensos perbarui angka jadi Rp25 miliar. 5 Desember 2025, hari ini, Aktual.com mengutip dari sumber pemerintah, Rp75 miliar telah dialokasikan. Kalau Rp75 miliar dibagi kasar ke 2,1 juta pengungsi = per orang hanya kebagian Rp36 ribu rupiah! Jika ini benar, betapa kikirnya pemerintah pusat! Untuk seorang Joko Widodo, pemerintah pusat siap mengalokasikan Rp100 miliar - Rp200 miliar per bulan, untuk menalangi utang Whoosh! Ini untuk bencana kemanusiaan yang menimpa 3 provinsi dengan 2,1 juta orang terdampak, hanya Rp75 miliar?! Untuk pangan saja tidak cukup per orang untuk 1 hari! Murid SD Internasional di atas sudah merinci, kebutuhan logistik pangan untuk 30 hari, bisa mencapai Rp35 miliar, dan itu hanya terbatas untuk 50 ribu orang saja! Ini, Rp75 miliar, untuk 2,1 juta pengungsi?? Dan perlu dikejar, apakah Rp75 miliar itu baru total rencana alokasi, atau sudah realisasi? Dalam bentuk apa? Dan berapa persen yang sudah benar-benar sampai ke tangan pengungsi?

Thamrin Dahlan YPTD

Sungai Batang Kuranji SOS. Pemerintah Pusat dan Pemda Sumbar jangan menunda lagi rencana menlunakkan keganasan SBK. Cuaca tidak bisa lagi diajak berunding. Bencana lanjutan tidak pakai jadwal rutin seperti gerakan KAI Jakarta Bogor Jakarta. Bersebab hal itu SBk harus jadi prioritas. Sudah cukup banyak korban.... Salamsalaman

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Komentar: 38

  • heru santoso
    heru santoso
  • Sadewa 19
    Sadewa 19
  • Manto Simare-mare
    Manto Simare-mare
  • Ciga Sama
    Ciga Sama
  • Hermawan Wardhana
    Hermawan Wardhana
  • Mulamu
    Mulamu
  • Ahmed Nurjubaedi
    Ahmed Nurjubaedi
  • Pangeran Jawa
    Pangeran Jawa
  • rian
    rian
  • Leong Putu
    Leong Putu
    • Aku dan kita Official
      Aku dan kita Official
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • nur cahyono
    nur cahyono
  • Lègég Sunda
    Lègég Sunda
  • Taufik Hidayat
    Taufik Hidayat
  • alasroban
    alasroban
  • Kak Idam
    Kak Idam
  • Hasyim Muhammad Abdul Haq
    Hasyim Muhammad Abdul Haq
  • DeniK
    DeniK
  • siti asiyah
    siti asiyah
    • alasroban
      alasroban
  • Wilwa
    Wilwa
  • Irfan Arief
    Irfan Arief
  • rid kc
    rid kc
  • bitrik sulaiman
    bitrik sulaiman
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    • Thamrin Dahlan YPTD
      Thamrin Dahlan YPTD
  • djokoLodang
    djokoLodang
    • djokoLodang
      djokoLodang
  • Tv Tcl
    Tv Tcl
  • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    MZ ARIFIN UMAR ZAIN
  • ra tepak pol
    ra tepak pol
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN