Pemerintah Kyiv menolak syarat tersebut. Presiden Volodymyr Zelenskiy menegaskan Ukraina tidak akan melepaskan wilayah yang diakui komunitas internasional sebagai bagian sah negaranya.
Ia menyebut Donbas sebagai “benteng pertahanan” yang vital bagi kelangsungan hidup Ukraina.
BACA JUGA:Ikut Kebutuhan Konsumen, Gunakan Qris BRI Permudah Transaksi
Zelenskiy juga menekankan bahwa jalur menuju keanggotaan NATO telah tercantum dalam konstitusi Ukraina dan bukan menjadi ranah Rusia untuk menentukan.
Pandangan Analis
Samuel Charap, analis kebijakan Rusia dan Eurasia di lembaga think tank RAND Corporation, menilai proposal Putin sulit diterima Kyiv. Menurutnya, persyaratan penyerahan Donbas mustahil disepakati secara politik maupun strategis oleh Ukraina.
“Kesediaan Rusia membuka peluang perdamaian mungkin lebih bernilai politis bagi Trump daripada bentuk kompromi nyata dari Putin,” kata Charap.
Peluang Perundingan
Meskipun kedua pihak masih berjauhan dalam posisi tawar, sejumlah sumber menilai pertemuan di Alaska membuka peluang terbaik menuju resolusi sejak perang dimulai.
Trump sendiri mengklaim ingin dikenang sebagai presiden yang membawa perdamaian dan berencana mendorong pertemuan lanjutan antara pemimpin Rusia dan Ukraina.
BACA JUGA:Kementerian UMKM Siap Luncurkan Aplikasi Sapa UMKM, Integrasikan 57 Juta Pedagang Indonesia
BACA JUGA:BRI Jadi Pilihan Selama 15 Tahun, Chandra Puas dengan Kemudahan Bayar QRIS
Namun, skeptisisme tetap tinggi. Sejumlah pemimpin Eropa, termasuk dari Inggris, Prancis, dan Jerman, meragukan keseriusan Putin untuk mengakhiri konflik.
Kondisi Terkini
Saat ini, pasukan Rusia menguasai sekitar 20 persen wilayah Ukraina, termasuk sebagian besar Donbas. Konflik yang berlangsung lebih dari tiga tahun ini telah menewaskan ratusan ribu orang dan menimbulkan krisis kemanusiaan besar.