Kisah Pejuang Kanker Multiple Myeloma, Awal Mula Rasakan Nyeri yang Tak Disangka

Rabu 10-09-2025,16:48 WIB
Reporter : Marieska Harya Virdhani
Editor : Marieska Harya Virdhani

JAKARTA, DISWAY.ID — Namanya Santyna Sanjaya, pejuang kanker Multiple Myeloma.

Ibu Santyna Sanjaya mulai merasakan kelelahan yang tak kunjung hilang dan nyeri yang sering berulang.

Awalnya, ia mengira itu hanya tanda-tanda penuaan biasa.

Namun, rasa sakit yang semakin parah hingga membuatnya tak bisa bergerak akhirnya memaksa Ibu Santyna mencari bantuan medis.

Dari situ, ia menerima diagnosis yang mengguncangkan: Multiple Myeloma, jenis kanker darah yang cukup sulit dideteksi sejak awal.

Multiple Myeloma, atau yang sering disebut kanker sel plasma, adalah penyakit di mana sel-sel plasma dalam sumsum tulang tumbuh secara abnormal dan mengganggu fungsi tubuh.

BACA JUGA:Menkes Budi Gunadi Sebut Vaksin Kanker Buatan Rusia Sebagai Obat, Metodenya Berbeda

Di Indonesia, penyakit ini masih jarang dikenal luas, meski jumlah kasusnya terus meningkat.

Menurut data dari rumah sakit besar seperti Cipto Mangunkusumo dan Dharmais, kunjungan pasien baru Multiple Myeloma meningkat dua kali lipat dalam satu dekade terakhir.

Ibu Santyna mengingat betul betapa sulitnya menghadapi kondisi ini, terutama karena informasi tentang penyakit ini yang terbatas. Ia bahkan sampai mencari second opinion ke luar negeri untuk benar-benar memahami kondisinya.

“Perjalanan sebagai pasien Multiple Myeloma bukan hanya soal menghadapi penyakit, tapi juga beban besar yang datang bersamanya—mulai dari biaya pengobatan, kecemasan, hingga perubahan dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Ibu Santyna.

"Awalnya saya ke dokter saraf, kemudian saya diminta melakukan serangkaian pemeriksaan, akhirnya ada kecurigaan dan saya dirujuk ke dokter onkologi," ungkapnya.

BACA JUGA:Vaksin Kanker Buatan Rusia Bakal Diuji Klinis di Indonesia, Budi Gunadi: Kami Kirim Tim

Pentingnya Deteksi Dini untuk Meningkatkan Harapan Hidup

Multiple Myeloma termasuk jenis kanker darah yang menempati urutan kedua paling umum di dunia dengan ribuan kasus baru setiap tahunnya.

Di Indonesia, diperkirakan ada lebih dari 3.000 kasus baru setiap tahun, namun banyak pasien yang baru terdiagnosis saat kondisi sudah parah dan organ mulai rusak. Kondisi terlambat ini sangat berpengaruh pada pilihan pengobatan dan kualitas hidup pasien.

Kategori :