Air Jernih
Dr dr Karina--
Bagaimana ceritanya: Dr dr Karina berani melakukan T-cell sampai 1,2 miliar sel –dalam sekali tindakan ke pasien kanker.
Suatu hari Karina menjadi pembicara di satu seminar. Dia tampil bersama Dr dr Sonar Panigoro SpB Ongkologi. Sonar, ahli kanker itu, sudah dia anggap sebagai gurunyi.
Waktu Dr Sonar bicara, Karina tersadar isi ceramah itu: "di setiap 1 cm2 kanker terdapat 1 miliar sel kanker".
Dr Sonar adalah adik tokoh nasional Arifin Panigoro; pernah menjadi dirut RS Dharmais; kepala departemen bedah FKUI; dan pimpinan RSCM Kencana.
"Kalimat beliau itu benar-benar menggugah saya," ujar Karina. Intinya, Karina berpikir: berarti, untuk menundukkan kanker 1 cm diperlukan ''pasukan'' penyerang yang jumlahnya harus seimbang.
Sejak itulah Karina berpikir untuk menyuntikkan 1 miliar T-sel ke pasien kanker. Tentu juga terpikir untuk menyuntikkan lebih banyak lagi.
Tapi itu tidak mudah. ''Membiakkan'' sel menjadi bermiliar memerlukan penelitian lebih dalam.
Setiap pembiakan sel harus dilihat keseimbangan antar selnya. Karina terus melakukan penelitian: untuk bisa mencapai pembiakan tinggi tapi keseimbangannya tetap stabil.
Ditemukanlah angka 1,2 miliar itu. Mungkin saja kelak bisa lebih tinggi dari itu. Dia belum berhenti berpikir.
"Pasien kanker yang ke klinik saya biasanya kan sudah stadium lanjut. Kankernya bukan lagi baru 1 atau 2 cm. Sudah ada yang 5 cm. Bahkan 10 cm," ujar Karina. "Itu belum termasuk sel kanker yang sudah beredar di darah," tambahnyi.
Karina terus mengamati pasien-pasiennyi. "Selalu saja ada temuan di klinik saya, kian banyak jumlah sel yang dimasukkan kian baik hasilnya," katanyi.
Cerita ''pertempuran sel'' itu tidak akan terungkap kalau saya tidak bertanya kepadanya: "apakah tidak berbahaya memasukkan begitu banyak sel ke tubuh manusia". Karina mengatakan bahwa dia juga berpikir begitu.
Tapi keraguannyi hilang ketika menyadari 1 cm2 kanker saja mengandung 1 miliar sel kanker. Belum lagi dibandingkan dengan jumlah seluruh sel di tubuh manusia.
"Dibanding dengan jumlah sel di tubuh kita, 1 miliar sel baru itu tidak banyak," kata Karina.
Karina sudah mempelajari banyak buku dan jurnal. Dari situ dia mendapat ilmu bahwa tubuh manusia terdiri dari puluhan triliun sel. Triliun. Bukan miliar. Maka dia mantap dengan temuannyi bahwa 1 miliar sel baru bukanlah angka yang berlebihan.
Ditambah lagi dengan perolehan Hadiah Nobel Kedokteran untuk Prof Dr Shimon Sakaguchi tahun ini. Itu sangat melegakan hati Karina. Dia merasa praktik T-sel di kliniknyi tidak perlu lagi berpayah menjelaskan ''legalitas'' T-sel dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Dunia sudah mengakuinya --bahkan memberikan penghargaan tertinggi.
Prof Shimon Sakaguchi menerima Hadiah Nobel Kedokteran karena guru besar Kyoto University itulah yang mengenali adanya sel T tertentu dalam sistem imunitas tubuh kita.
Prof Sakaguchi-lah yang menerangkan adanya sel T regulator di darah putih kita. Ia menamainya: sel T-regs. Yakni sel yang bertugas menahan supaya sel T tetap bisa bekerja sesuai kodrat baiknya.
Sel T sendiri dinamakan 'T' dari singkatan Thymus-derived lymphocyte. Itu merujuk pada limfosit yang berkembang dalam kelenjar timus.
Sebagai dokter yang bergerak di hilir kini Karina merasa mendapatkan fakta bahwa sumber air di hulunya ternyata air kehidupan yang sangat jernih. (DAHLAN ISKAN)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 18 November 2025: Tiba-Tiba Paha
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
REBUTAN TAHTA SOLO DAN DANA 13 M: DRAMA KAKAK-ADIK.. Di Kasunanan Surakarta, muncul lagi babak baru perebutan tahta. PB XIII wafat, dan dua putranya kini sama-sama mengklaim sebagai PB XIV. 1). Sang kakak, sebagai putra lelaki tertua, sebenarnya paling sesuai dengan "paugeran" atau "konstitusi kerajaan". Dalam tradisi Mataram, garis laki-laki tertua itu hukumnya “otomatis” — seperti default setting. 2). Masalahnya: tiga tahun sebelum wafat, PB XIII justru menetapkan sang adik sebagai putra mahkota. Penetapan itu dinilai banyak pihak melanggar paugeran, meskipun dilakukan sang raja sendiri. @@@ Di sinilah konflik mulai menyala. Paugeran di satu sisi, titah raja di sisi lain. Kenapa kok sampai berebut begitu sengit? Konon ada dana APBN sekitar Rp 13 miliar untuk pemeliharaan Kraton. Kecil bagi negara, besar bagi kraton — dan cukup bikin suasana makin panas. Apa langkah kedua saudara itu ke depan? Belum ada yang pasti. Kemungkinannya macam-macam: 1). Buka “perang” terbuka — meski paling mungkin "perang pernyataan", bukan perang keris. 2). Mendekati pemerintah RI, karena dana itu cairnya dari sana. 3). Minta bantuan VOC — ini tentu hanya kalau mereka bisa "time-travel". 4. Atau model penyelesaian Jawa Dam-diam bermusyawarah, lalu mendadak rukun. ### Drama Solo masih berlanjut. Kita tunggu bab berikutnya..
Sugi
Selama ada uang, kesembuhan berpeluang besar didapat. Apalagi ada istri yang mendampingi. Apalagi ada nyala harapan yang tinggi dari pasiennya. ... Bagi yang tidak punya uang, istri, dan harapan yang tinggi-tinggi amat; tetaplah rajin menjaga kesehatan diri, kesehatan jiwa, dan kesehatan pikiran. Meskipun mahkota kesehatan hanya bisa terlihat oleh mereka yang sakit. Namun, jangan pernah ingin sakit, berusahalah hidup sehat sebisanya dan selamanya. Alhamdulillah.
Sri Wasono Widodo
Pelopor pengembangan CAR T-Cell (Chimeric Antigen Receptor) adalah Carl June seorang profesor dari University of Pennsylvania. Beliau adalah Direktur Center for Cellular Immunotherapies, lembaga yang menjadi wahana bagi timnya memelopori revolusi penanganan kanker yang sejak tahun 2017 mendapat persetujuan dari BPOM nya AS. Pengembangan CAR T-Cell oleh Carl June ini merupakan elaborasi dari beberapa penemuan sebelumnya, antara lain penemuan single-chain CAR tahun 1993 oleh Zelig Eshhar. Michel Sadelain juga berjasa mengembangkan CAR generasi kedua. Steven Rosenberg befrhasil mengembangkan Tumor Infiltrating Lymphocytes (TILs).
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
@pak Greg.. TENTANG GENERAL CHECK-UP.. Dalam pengalaman saya, istilah general check-up itu ternyata sangat luas. Ada paket yang pemeriksaannya terbatas—biasanya hanya mencakup tekanan darah, kolesterol, gula darah, fungsi hati, dan sedikit tes dasar lain. Biayanya relatif murah, tetapi risikonya jelas: hanya mampu mendeteksi sebagian kecil potensi penyakit. Banyak kondisi serius bisa saja “lolos” dari pemeriksaan jenis ini. Di sisi lain, ada paket check-up yang lebih lengkap. Pemeriksaannya jauh lebih banyak: dari tes darah yang lebih detail, penanda tumor, USG, rontgen, CT-scan, sampai MRI jika diperlukan. Tentu biayanya jauh lebih mahal, tapi kemampuan mendeteksinya juga jauh lebih tinggi. Untuk kanker, tidak semua general check-up bisa mendeteksinya. Kebanyakan paket dasar tidak menyertakan pemeriksaan penanda kanker (tumor markers) atau pencitraan mendalam seperti CT-scan atau MRI. Padahal, jenis pemeriksaan seperti itulah yang bisa membantu menemukan kanker pada tahap lebih awal—meski tetap tidak ada yang 100% akurat. Karena itu, ketika seseorang benar-benar ingin memastikan kondisi kesehatannya terkait risiko kanker, maka pilihan check-up-nya harus yang komprehensif, bukan paket yang sekadar “dasar”. Biayanya memang lebih besar, tetapi dampaknya pun bisa sangat menentukan.
alasroban
Nampaknya pekerjaan orang pasar minggu itu tak jauh-jauh dari bidang Oil & Gas.
djokoLodang
-o-- + Hai, Kakek, bolehkah aku bertanya beberapa hal yang selama ini kupikirkan? - Dengan senang hati, aku akan berbagi pengetahuanku. +Apa penyebab petir? - Agak rumit untuk dijelaskan. +Mana yang lebih dulu, ayam atau telur? - Aku lupa jawabannya. + Kenapa ada dua belas bulan dalam setahun? - Aku tidak pernah memikirkan itu. + Kenapa langit berwarna biru? - Kurasa kau tidak akan mengerti. + Apa penyebab kanker? Apa itu sel T? + Cukup, ... cukup, ...Cucu ... Kau telah mendapatkan pelajaran berharga hari ini, dengan menanyakan semua pertanyaan itu. Itulah cara terbaik untuk mempelajari berbagai hal! --0-
yohanes endrawan
Membaca disway dari abah hari ini banyak kening serasa berkerut tertarik kencang... Kesungguhan tekad untuk sembuh melawan kanker apalagi sekelas kanker paru yang sdh menyebar sampai ke tulang.. Inipun pernah terjadi kepada ibu saya dari perjalanan vonis terdeteksi sampai meninggal rentang waktunya 4bln....banyak literarur kanker saya baca termasuk T cell ini ironinya telad utk sembuh berbanding terbalik dg besarnya biaya pengobatan yang sangat besarrrr sekali... Kanker itu pemicu stressor akut buat pasien maupun keluarga yang ditinggalkan krn penyakit berbiaya tinggi... Takdir.. Doa terbaek utk alm. Ibu saya
Jokosp Sp
Menteri keuangan berjumpa dengan mantan gubernur DKI Jakarta, di suatu seminar pajak yang diselenggarakan oleh mahasiswa. Dengan materi : Kepedulian Rakyat Di Kondisi Negara Dalam Hutang Sangat Besar. Mantan Gubernur : Rakyat miskin akan kalah dengan mereka yang kaya raya. Pengusaha kaya akan kalah dengan pejabat korup. Apakah dengan kondisi seperti ini, bapak berani mangambil resiko melawan pejabat korup dan pengusaha kaya itu?. Menteri Keuangan : Saya akan perjuangkan rakyat miskin agar punya hak dari negara yang seharusnya kaya ini. Dari kekayaan yang telah dirampok oleh pejabat korup dan para pengusaha yang serakah. Saya tidak takut miskin kalau perjuangan saya ini nantinya punya resiko harus tidak jadi pejabat negara. Dan pers harus lebih berani berbicara kebenaran. Selama ini pers lebih lama mingkemnya ( sambil mesem ). Pers akhirnya bersuara : kenapa ada tuntutan dari seorang menteri ke Temp* untuk membayar 200 juta?. Bukannya ini jelas ingin membungkam pers dengan cara membangkrutkannya?. Menteri Keuangan : Bukannya pengadilan mengabulkan epsepsi Temp*, atau menolak tuntutan seorang menteri itu?. Pers : Ya, artinya tindakan pejabat itu masih sama seperti zaman orba dan 10 tahun terakhir. Masih meniru sistemnya. Menteri Keuangan : Saya tak akan jawab persoalan hukumnya. Kita bahas tentang ekonomi. Oke :) :) :).
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
@pak Juve.. KEBIJAKAN BIAYA PENGOBATAN DI PERUSAHAAN, ASURANSI DAN BPJS.. Dalam pengalaman saya, setiap perusahaan biasanya memiliki kebijakan berbeda soal biaya pengobatan karyawannya. Umumnya, fasilitas medis mengikuti pangkat dan jabatan. Untuk level tertentu, bahkan ada yang bisa dirujuk hingga ke luar negeri jika memang kondisi penyakitnya membutuhkan penanganan khusus. Sementara bagi staf biasa, fasilitasnya sering lebih terbatas. Ada perusahaan yang hanya menanggung perawatan di dalam negeri. Ada juga yang memberikan kuota atau batas maksimal biaya pengobatan per tahun bagi tiap karyawan. Kalau menggunakan asuransi kesehatan, semuanya bergantung pada paket yang dipilih pasien atau perusahaan. Paket inilah yang menentukan batas manfaat, rumah sakit rekanan, hingga kelas rawat. Semakin tinggi manfaatnya, semakin besar pula premi yang harus dibayar pribadi atau perusahaan. Sedangkan bagi yang mengandalkan BPJS, ada aturan berbeda. BPJS menetapkan kelas iuran, dan setiap kelas memiliki hak layanan yang berbeda pula. Selain itu, rujukan dan tahapan pelayanan harus mengikuti sistem yang berlaku. Intinya, kemampuan perusahaan atau paket asuransi sangat menentukan sejauh mana seorang karyawan bisa mendapatkan akses pengobatan—baik dalam negeri maupun luar negeri—terutama untuk penyakit berat seperti kanker.
Juve Zhang
Kalau anda backpakeran keliling Tiongkok zaman purbakala ketika mereka miskin dan melarat anda mau beli tiket kereta api pun susah stress dan melelahkan.... manusia berjubel lebih sadis dari nonton konser Artis....jalan satu-satunya serahkan duit sama calo dengan resiko hilang total alias gak balik lagi uang kita.....wkqkwk....melihat India sekarang ketawa lihat You tuber Bule antrian beli tiket kereta api 4 jam an....sadis nya India buat turis asing semua paspor difotokopi....wkwkw....India ketinggalan Teknologi dan segalanya ..... penumpang kereta jelas banyak 1, 5 milyar manusia.....anda turis disana mungkin gak akan balik lagi.... Amsiong....wkwkq
Wilwa
@Juve. Steve Jobs pendiri Apple itu gak hoki, kena kanker ketika T Cell belum jadi alternatif pengobatan kanker yang kini mulai populer walau harus keluar duit milyaran rupiah yang bagi Steve Jobs gak seberapa.:):):). Sama seperti Freddie Mercury vokalis band Queen juga gak hoki, kena AIDS ketika obat AIDS belum ditemukan. Saya yakin dalam beberapa dekade ke depan, segala macam penyakit dapat disembuhkan berkat kemajuan science dan technology. Syaratnya hanya satu: harus punya duit yang buaaanyak sebanyak anaknya Pak Iskan. :):):). Karena nampaknya hanya ada satu penyakit homo sapiens yang paling sulit disembuhkan sejak ribuan tahun yang lalu
yea aina
Penyintas Ca Pasar Minggu (PC PM) itu menjalani 3 terapi pengobatan. Ketiganya memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda-beda, tapi saling melengkapi. Dilimpahi anugerah sehat, memang "Pemberian" yang tak ternilai. Untuk sembuh Si PCPM itu, berikhtiar menjalani 3 terapi sekaligus dengan biaya tidak murah. Bagi para penyintas kantong kering, yang isi dompetnya lima lembar dua ribuan, hanya perlu mengiingat pesan ini: orang miskin dilarang sakit.
Bahtiar HS
Membaca dr Karina dan si Pasar Minggu ini, serta kemarin kisah Mas Olik ganti hati, setdknya ada 2 pelajaran yang saya dapatkan. Pertama, bahwa kita baru akan merasa betapa bernilainya sesuatu itu ketika kita kehilangannya. Gunting gemlethak di mana2 gak kita pikirin, baru ketika perlu menggunting kita merasa ia begitu bernilai dan mencarinya. Istri gemlethak di sembarang tempat nggak kita perhatiin, baru ketika mau maem, minum kopi, kerokan, kita mencarinya; pakai nggombal dulu kalo perlu. Demikian juga sehat. Kita gak pernah mikirin dia pas aman2 aja. Tp begitu jatuh sakit, livernya, darahnya, ginjalnya, atau hatinya, baru kita menyadari betapa sehat itu sangat bernilai, dan tak dapat dihitung dengan uang. Kita pun mencari si sehat, dengan segala daya dan upaya. Kedua, sehat itu mahal banget harganya. Coba tanya si Pasar Minggu. Buat terapi kanker parunya, ia hrs minum obat tagrisso (1 tablet 40 jt x 30 hari = 1,2 M), lalu terapi T-cell dr Keriting (15 suntikan; infonya 1 paket 6-10 suntikan 300-500 juta. Kalau 15 suntikan, taruhlah 750 juta). Lalu TACE (Transarterial Chemoembolization) di RS Guangzhou infonya USD 3.347.97 sekali / Rp 56 jutaan; 2 kali; belum ongkos wira2 ke Guangzhou). Taruhlah total jendral Rp2,5M. Angka segini hanya terjangkau horang kaya. Jadi, buat org yg blm kaya, solusinya: JANGAN SAKIT! Kalaupun sakit, yg gampang sembuh saja. Masuk angin, batuk, pilek, pusing dikit --awal bulan waras maneh. Jadi benar sekali : Preventif lbh baik daripada Kuratif.
Liáng - βιολί ζήτα
Negara "belum hadir" ataukah "takdir" ?? Sakit-penyakit itu ber-muacam-muacam penyebabnya, bukan hanya masalah pola hidup sehat saja, tetapi ada buanyak faktor yang lainnya, seperti : masalah yang terkait dengan genetika, terpapar zat-zat beracun dari industri, pandemi suatu penyakit, dan lain sebagainya. Biaya pengobatan modern melambung tinggi berbanding lurus dengan biaya yang sangat guede untuk riset, untuk modernisasi peralatan medis, untuk pengembangan obat-obatan terbaru, dan lain sebagainya - termasuk masuknya investasi bisnis ke dunia kesehatan. Lantas, bagaimana dengan masyarakat kebanyakan yang rata-rata penghasilannya pas-pasan untuk biaya rumah-tangga dan biaya sekolah anak-anak, ketika sakit dan tidak mampu membiayai pengobatannya - padahal kemungkinan untuk sembuh sangatlah tinggi ?? Sayang sekali, yang namanya penyakit tidak pernah "berbaik hati" dan tidak pernah bertanya terlebih dahulu "apakah Anda mampu atau tidak untuk membiayai pengobatan" sebelum menghinggapi seseorang. BPJS masih "belum bisa unjuk gigi - dalam hal penanganan kesehatan nasional secara merata dan bermutu tinggi..... mungkin giginya belum tumbuh sempurna atau bahkan sudah ada yang copot di-usia-nya yang masih sangat muda"..... Dan..... memang, kita kudu sabar..... itu sudah "takdir"..... takdir berupa "negara yang belum hadir sepenuhnya" !!
nico gunawan huang
keberhasilan pengobatan memang dari niat yang baik seperti niat dr karina pada ibunya, maka kemajuan sistem pengobatan di indonesia harus dimulai dari niat pemerintah(pejabat berwenang) dalam merancang sistem kesehatan termasuk BPJS
Runner
Pengidap kanker bisa jadi jumlahnya banyak, namun yang terdeteksi sedikit. Bisa jadi gak semua pengidap menyadarinya sehingga tidak berobat. Atau berobat namun tidak maksimal. Tidak maksimal karena biaya pengobatan mahal. Bisa jadi dokter periksa dan setelah tahu kondisi keuangan pasien, maka cara pengobatan “disesuaikan”. Ada yang juga yang pilih berobat cara sendiri dan berdoa, Pilih berobat alternatif “orang pintar”. Minum jenis obat info dari teman atau iklan di medsos. Ya begitulah, jaga kesehatan selagi bisa.
Thamrin Dahlan YPTD
Terpikir ole awak , bagaimana seandainya penyakit kanker ini menimpa rakyat biasa alias dhuafa tidak ada berada. Apakah BPJS memfasilitasi dan bersedia menanggung seluruh biaya pengobatan sampai pasien sembuh. Membaca kisah nyata si pasar minggu berjuang melawan penyakit kanker sampai kesehatannya pulih seperti sediakan bisa dikategorikan sebagai suatu peristiwa ajaib. Banyak faktor keberuntungan dialami penderita khususnya setelah di tangani Dr dr Karina. Saya pikir tingginya biaya penyembuhan disebabkan karena mahalnya harga obat. Jasa tindakan dokter mungkin tidak seberapa karena niat mulia tulus ikhlas menolong pasien Berharap negara hadir dalam bentuk kebijakan Kementerian Kesehatan dan BPJS sehingga seluruh pasien kanker tertolong secara paripurna. Selain itu InshaAllah ada sosok Hartawan nan Dermawan menyediakan sejenis found abadi untuk kegiatan kemanusiaan. Penyakit tidak memilih sasaran siapa saja ber resiko terjangkit. termasuk petugás Kesehatan Sedangkan ikhtiar penyembuhan adalah tanggung jawab bersama yang dikomandoi pemerintah berkuasa. Untung saja ada anggota keluarga tercinta penuh kasih sayang yang berjuang dan terus berdoa. Menemani kaluarga tanpa lelah menyemangati agar tak putus asa. Tak pernah berhenti sampai titik akhir sebuah takdir. Disini lah hadir kuasa Illahi. Ingat semua penyakit ada obatnya, kecuali kematian. Salamsalaman.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:

Komentar: 130
Silahkan login untuk berkomentar