Maksudnya, tim Disway dengan postur tinggi 180 dan berat 83kg, motor ini terasa enteng. Nekuk-nekuk di sela-sela kemacetan Jakarta; no worry!
Jangan dibayangkan bobot pengendaranya ya. Jujur saja, motornya nyaman, tenaganya cukup responsif untuk motor perempuan. Plus pengeremannya handal.
Selain itu jok motornya nggak kaleng-kaleng. Ditambah kedua suspensinya juga konsisten enaknya. Empuk banget sista!
Berhenti di City Plaza Jatinegara kami diajak oleh Wahana Honda dan juga Sigit, seorang tour guide, asli Kemayoran, Jakpus.
Sigit, tour guide perjalanan kami demi menyelami sejarah Jakarta.-Dimas/Disway.id-
Kami melihat seksama, dari tangan kirinya dia sudah membawa tumpukan kertas HVS. Rupanya itu gambar-gambar bersejarah Jatinegara.
Sigit, dengan gaya bertopinya itu, menjelaskan berbagai hal. Khususnya mengenai sejarah adanya Jatinegara di pemerintahan Batavia Belanda (nama Djakarta pada masa penjajahan).
Sigit menyebut, Jatinegara ada karena peran Meester Cornelis. Dia mantan tangan kanan Jenderal tertinggi Batavia. Terjadi pecah kongsi.
"Cornelis kemudian semacam mendirikan Djatinegara. Itu kenapa ada nama negara, karena dia ingin bersebrangan dengan Batavia," ujar Sigit.
Salah satu peninggalan Cornelis di Jatinegara adalah Stasiun Gunung Antang, Patung Perjuangan Jatinegara, Gereja Bethel dan benteng yang kini sudah tidak ada.
"Tapi saya rasa masih ada jejak-jejak sejarahnya. Benteng ini dibangun sebagai pusat pertahanan dan birokrasi," tambahnya.
Dahulu, kata Sigit, alat transportasi yang dibangun penjajah Belanda tercanggih adalah trem, yang menghubungkan Jatinegara dengan Batavia (sekarang dikenal kawasan Kota Tua).
"Ada trem listrik dan trem uap. Penghubung langsung dari Jatinegara sampai ke Kota Tua. Jaraknya kurang lebih 15 km," ujarnya.
Gereja Bethel di Jatinegara. Rumah ibadah umat Kristen Belanda pertama yang berdiri. Di sisi kirinya pernah berdiri sebuah benteng pertahanan. Kawasan ini juga pernah jadi tempat pertempuran Inggris dan Prancis.-Dimas/Disway.id-
Kemudian kami dibawa kembali mengenal sejarah Gereja Bethel. Ini merupakan bangunan rumah ibadah pertama di Jatinegara.
"Makanya dari zaman dulu, kawasan Jatinegara ini kebanyakan penganut agama Kristen dan Tionghoa," ujar Sigit.