JAKARTA, DISWAY.ID – Komisi III DPR RI menilai sistem pembuktian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang lama sudah kedaluwarsa dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan.
Anggota Komisi III DPR, Soedeson Tandra, menegaskan aturan “dua alat bukti ditambah keyakinan hakim” yang selama ini dipakai justru bisa menggeser asas hukum modern menuju praduga bersalah (presumption of guilty).
“Kalau kesaksian hanya dianggap bagian dari penilaian hakim, lalu ditambah keyakinan hakim, ini tipikal sistem kita yang masih mengarah pada presumption of guilty. Padahal sistem hukum seharusnya menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah,” tegas Soedeson dalam RDPU Komisi III DPR bersama Kemenkumham dan Komnas HAM, di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (22/9/2025).
BACA JUGA:Pemerintah Bagi-Bagi Stimulus Baru: Bansos Minyakita, Diskon PPN Tiket Pesawat hingga Relaksasi KPR
BACA JUGA:Soal 'Tot Tot Wuk Wuk', DPR Desak Polisi Tindak Penyalahgunaan Patwal yang Bikin Resah
BACA JUGA:Target Garuda, Borong 50 Pesawat Boeing AS Bersama Prabowo, Punya 100 Armada hingga 2029
Menurutnya, kelemahan sistem lama ini sudah lama jadi sorotan. Pasalnya, keyakinan hakim sangat rentan bersifat subjektif dan tidak selalu berpijak pada fakta terukur. Hal itu membuka ruang putusan yang tak objektif, bahkan bisa mengancam kepastian hukum.
“Kalau kita tidak hati-hati merumuskan ulang, KUHAP hasil revisi nanti bisa tetap meninggalkan celah yang sama. Itu akan melemahkan kepercayaan publik pada hukum dan aparat penegak hukum,” lanjut legislator Fraksi Golkar dari Papua Tengah itu.
Soedeson menekankan bahwa sistem pembuktian yang kuat adalah fondasi peradilan yang adil. Karena itu, ia mendorong agar revisi KUHAP benar-benar mengadopsi standar hukum universal, praktik terbaik di berbagai negara, sekaligus tetap sesuai dengan kebutuhan Indonesia.
Harapannya, KUHAP yang baru mampu menjamin hak-hak terdakwa, menghadirkan keadilan substanti, dan menjaga integritas peradilan pidana nasional.
“Dengan perbaikan sistem pembuktian, KUHAP harus menjadi instrumen yang menjamin keadilan, bukan malah membuka ruang ketidakadilan,” pungkasnya.