JAKARTA, DISWAY.ID -- Sidang perdana terkait Praperadilan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, dijadwalkan pada Jumat, 3 Oktober 2025.
Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan bahwa tim penyidik telah menyiapkan strategi untuk menghadapi sidang Praperadilan yang diajukan tersangka Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
BACA JUGA:Target 25.000 Rumah Realisasi 26.000, Prabowo Ingin Program 3 Juta Rumah Tercapai
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menjelaskan bahwa persiapan materi sidang tengah dirampungkan oleh tim penyidik Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
"Yang jelas tim penyidik gedung bundar (Jampidus) sudah menyiapkan apa yang akan dijadikan permasalahan dalam materi pra-peradilan," ujar Anang, Senin, 29 September 2025.
Meski begitu, Anang mengakui pihaknya belum mendapat informasi terbaru mengenai diterima atau tidaknya permohonan Prapredilan itu oleh pengadilan.
"Tetapi yang jelas kemarin konfirmasi bahwa tim penyedik sudah menyiapkan apa yang akan dipermasalahkan dalam pra-pradilan di PN Jaksel atas nama tersangka NM," lanjutnya.
BACA JUGA:BlackAuto Battle Surabaya 2025: Persaingan Ketat Ratusan Peserta Menuju Babak Final Battle
Sebelumnya, Eks Mendikbud Nadiem Makarim, menggugat Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui jalur praperadilan terkait penetapan status tersangka sekaligus penahanannya dalam perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan.
Kuasa hukum Nadiem, Hana Pertiwi, menilai bahwa penyidik Kejagung tidak memiliki alat bukti yang cukup dan belum ada laporan resmi mengenai kerugian negara dari lembaga berwenang untuk menetapkan Nadiem tersangka dan langsung ditahan.
"Jadi yang kami permasalahkan itu belum ada 2 alat bukti yang cukup dan belum ada bukti kerugian negara dari lembaga yang berwenang," ujar Hana di PN Jaksel, Selasa, 23 September 2025
Menurut Hana, penetapan tersangka serta penahanan terhadap kliennya dianggap tidak sah. Sebab, tim penyidik Kejaksaan Agung belum memiliki alat bukti yang kuat terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.
"Jadi secara otomatis, penetapan klien saya menjadi tersangka dan penahanannya jadi tidak sah secara hukum," tutur Hana.