JAKARTA, DISWAY.ID - Di tengah meningkatnya sorotan publik dan laporan kasus keracunan di berbagai wilayah yang diduga terkait dengan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memberikan respons yang bernuansa ganda.
Dalam konferensi pers di kantor Kementerian HAM, Pigai mengakui adanya kendala dan penyimpangan dalam pelaksanaan MBG, terutama dalam aspek produksi, distribusi, dan pengawasan.
BACA JUGA:Forum Wartawan Kebangsaan Usulkan Perpres Tegas Tata Kelola MBG
BACA JUGA:BGN Minta Maaf Soal Cucu Mahfud MD Keracunan MBG
Namun, ia juga menekankan bahwa kasus yang terjadi hanya bersifat insidental dan tidak mewakili kegagalan program secara keseluruhan.
'Secara keseluruhan, sesungguhnya 99 persen pelaksanaan MBG sampai pada hari ini berhasil," ujar Pigai, Rabu 1 Oktober 2025.
Antusiasme Sosial Dianggap Lebih Penting
Alih-alih fokus sepenuhnya pada masalah keamanan pangan, Natalius Pigai justru memilih menyoroti dampak positif sosial dari program tersebut.
BACA JUGA:DPR Soroti Praktik Nepotisme dalam Rekrutmen Karyawan Program MBG
Pigai menyebut bahwa esensi dari MBG telah berhasil membangkitkan antusiasme para siswa.
"Kami menemukan sejak program ini berjalan, semangat anak-anak untuk hadir di sekolah semakin tumbuh, bahkan ada anak ke sekolah yang dalam keadaan kurang sehat fisik, tetap berupaya hadir di sekolah untuk bisa makan bersama dengan teman-temannya menikmati MBG," ujar Pigai.
"Artinya apa? Yang tadinya kurang rajin, ya dia berusaha datang untuk biar supaya makan bersama, ada nilai sosialnya, kekerabatannya, persahabatannya, kebersamaannya," sambungnya.
BACA JUGA:LPSK Dampingi Keluarga Arya Daru di RDP DPR, Usut Dugaan Ancaman dan Dorong Penyelidikan Ulang
Meskipun menyoroti antusiasme, Pigai tidak menutup mata terhadap persoalan keracunan. Ia mengakui dua inti masalah utama:
• Pelaksanaan Produksi: Terkait ketelatan waktu, distribusi, hingga dugaan makanan yang basi. Pigai bahkan mengakui kendala pada "skill" juru masak di beberapa titik.
• Pengawasan Maksimal: Belum adanya sistem pengawasan yang seragam dan maksimal di seluruh wilayah.