JAKARTA, DISWAY.ID - Hari ini, 14 Oktober, dunia memperingati World Standards Day — hari yang setiap tahun mengingatkan pentingnya “standar” dalam kehidupan modern: dari teknologi, keamanan pangan, hingga tata kelola pemerintahan.
Namun di balik perayaan itu, ada pertanyaan yang lebih mendasar: apakah bangsa ini juga memiliki standar moral publik yang jelas — bukan hanya standar teknis dan prosedural?
Kita hidup di zaman di mana kepercayaan menjadi mata uang paling langka.
Survei OECD Trust in Government Report 2024 menunjukkan tren penurunan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga publik di banyak negara, termasuk negara-negara demokratis.
BACA JUGA:Prabowo Cerita Penjajahan di Sidang Umum PBB: Kita Tahu Perihnya Ketika Keadilan Dirampas
Faktor penyebabnya beragam: polarisasi politik, korupsi, disinformasi, dan jarak psikologis antara warga dan pemerintah.
Fenomena ini bukan hanya gejala politik, tetapi gejala moral: masyarakat kehilangan standar bersama untuk membedakan yang benar dan yang salah, antara pelayanan publik dan kepentingan pribadi.
Inilah era yang oleh banyak ilmuwan disebut sebagai post-truth age — zaman ketika kebenaran dikalahkan oleh narasi, dan kepercayaan berganti dengan kecurigaan.
Max Weber, dalam kuliah terkenalnya Politics as a Vocation (1919), pernah mengingatkan: “Negara modern hidup bukan dari kekerasan, tapi dari legitimasi.”
Artinya, kekuasaan bertahan bukan karena kuat, tetapi karena dipercaya.
Dan kepercayaan itu lahir bukan dari propaganda, melainkan dari konsistensi etika publik.
BACA JUGA:Komdigi: Etika, Empati dan Pikiran Kritis adalah Benteng Terakhir Jurnalisme di Era AI
Standar Moral Negara Modern
Negara modern tidak bisa hidup dari hukum semata.
Ia membutuhkan ruh moral yang menjadi dasar semua kebijakan.
Tanpa itu, hukum menjadi sekadar alat kontrol, bukan jalan keadilan.