Etika Publik dan Krisis Kepercayaan

Selasa 14-10-2025,14:02 WIB
Oleh: Prof. Asep Saepudin Jahar, Ph.D.

Sebagai rektor, saya sering mengingatkan diri bahwa memimpin kampus berarti menjadi bagian dari ekosistem moral.

Kampus bukan hanya tempat berpikir, tetapi tempat membangun habitus etik: disiplin, transparansi, dan penghormatan terhadap ilmu.

Jika universitas kehilangan integritas, maka generasi berikutnya akan kehilangan arah moral.

Etika publik, dengan demikian, bukan tugas Kementerian Agama atau BPIP semata; ia adalah tanggung jawab kolektif setiap profesi dan pemimpin moral.

BACA JUGA:Sinopsis Drama China Mobius, Ketika Bai Jing Ting Jadi Detektif!

Sama seperti di masa klasik Islam ketika para hakim (qadhi) atau mufti bukan hanya memutus perkara, tapi juga menjadi contoh adab sosial bagi masyarakatnya. Ibn Khaldun dalam Muqaddimah menyebut, “Peradaban berdiri di atas akhlak; jika akhlak rusak, kekuasaan menjadi beban, bukan rahmat.”

Kata-kata itu terdengar klasik, tetapi justru menjadi sangat modern dalam konteks hari ini.

Kita membangun jalan tol, gedung tinggi, kecerdasan buatan, tetapi sering lupa membangun kecerdasan moral — kemampuan menimbang bukan hanya mana yang legal, tapi mana yang layak.

Dalam etika sosial Islam, dikenal prinsip maslahah (kemaslahatan) yang melampaui kepentingan pribadi.

Etika publik berarti menempatkan keputusan pada maslahah ‘ammah (kepentingan umum), bukan pada keuntungan sempit.

Maka pejabat publik, dosen, atau rektor yang membuat kebijakan, sejatinya sedang menulis lembar moral bangsa.

Krisis kepercayaan bukan karena rakyat terlalu kritis, tetapi karena pemimpin terlalu jarang memberi alasan untuk dipercaya.

Dan pemulihannya tidak memerlukan kampanye besar-besaran, cukup konsistensi kecil setiap hari — antara ucapan dan tindakan, janji dan kenyataan.

BACA JUGA:Ketika Kader Muhammadiyah dan NU Terlibat Dugaan Korupsi kuota Haji

Refleksi: Menyembuhkan Kepercayaan

Bangsa yang besar bukanlah bangsa tanpa konflik, melainkan bangsa yang memiliki standar moral untuk menyelesaikannya.

Etika publik adalah standar itu: ia menjadi kompas di tengah perubahan, pengingat di tengah ambisi, dan cahaya di tengah kabut kepentingan.

Kategori :