Etika Publik dan Krisis Kepercayaan

Selasa 14-10-2025,14:02 WIB
Oleh: Prof. Asep Saepudin Jahar, Ph.D.

John Rawls, dalam A Theory of Justice (1971), menulis bahwa keadilan adalah “the first virtue of social institutions.” Bila keadilan hilang, seluruh sistem kehilangan makna moralnya, betapapun efisien ia bekerja.

Di Indonesia, kita sering memuja “aturan” tetapi melupakan “niat etik” di balik aturan itu.

BACA JUGA:Ketika Ucapan 'Shalom' Presiden Prabowo Jadi Headline Dua Media Israel

Kita sibuk menyusun regulasi, tetapi tidak memastikan apakah pelakunya berjiwa adil. Padahal, kata Al-Mawardi dalam Adab al-Dunya wa al-Din, “Keadilan adalah dasar negara; bila ia runtuh, seluruh bangunan kekuasaan akan rapuh, betapapun kuat temboknya.”

Prinsip itu sejalan dengan spirit al-‘adl wa al-ihsan dalam al-Qur’an (QS. An-Nahl: 90): Allah memerintahkan keadilan dan kebaikan. Al-‘adl menjaga keseimbangan sosial; al-ihsan melampaui keadilan dengan kemurahan hati.

Itulah dua pilar standar moral publik yang seharusnya menggerakkan pemerintahan, dunia kampus, dan kehidupan sosial kita.

Dalam bahasa Weberian, etika publik bukanlah “moralitas pribadi yang dibawa ke kantor,” tetapi kesadaran bahwa setiap keputusan administratif memiliki dampak moral terhadap keadaban publik.

Seorang rektor, hakim, dokter, atau pejabat publik tidak hanya diukur dari hasil kerja, tetapi dari integritas niat dan prosesnya.

BACA JUGA:Prabowo Cerita Penjajahan di Sidang Umum PBB: Kita Tahu Perihnya Ketika Keadilan Dirampas

Sayangnya, yang sering terjadi justru kebalikannya: publik melihat tumpukan prosedur, tetapi jarang menemukan kejujuran.

Francis Fukuyama, dalam Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity (1995), menegaskan bahwa masyarakat dengan tingkat kepercayaan tinggi akan melahirkan pertumbuhan ekonomi yang sehat, sedangkan masyarakat dengan defisit moral publik akan terjebak dalam “biaya sosial” yang tinggi — pengawasan berlebihan, kecurigaan administratif, dan kehilangan efisiensi kolektif.

Standar moral publik bukanlah idealisme kosong. Ia adalah infrastruktur tak kasatmata yang membuat negara berjalan tanpa rasa takut, karena warga dan pemerintah saling percaya.

BACA JUGA:Ketika Gen Z Nepal Gunakan Aplikasi Discord untuk Pemilihan Sushila Karki Sebagai PM Baru

Dari Etika ke Teladan

Dalam masyarakat digital, moral publik tidak hanya dibangun lewat institusi, tapi juga melalui teladan.

Di era keterbukaan informasi, kejujuran tidak bisa disembunyikan, dan kebohongan tidak bisa dilestarikan.

Maka, tanggung jawab terbesar justru berada di pundak mereka yang memegang otoritas — termasuk kami di dunia akademik.

Kategori :