JAKARTA, DISWAY.ID - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap sebanyak 602 ribu warga Jakarta teridentifikasi pernah terlibat aktivitas judi online (Judol).
Nilai transaksinya pun sangatlah besar, yakni mencapai Rp3,12 triliun.
BACA JUGA:Xanana Senang Timor Leste Jadi Anggota: Kami Siap Jadi Anggota yang Konstruktif dan Damai
BACA JUGA:Ditegur Merokok dalam Rumah, Pria Tega Bunuh Kakak Ipar Pakai Palu Gada!
Mendapati kenyataan tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bersama Kejaksaan Agung Republik Indonesia memperkuat sinergi dalam upaya pencegahan dan penanganan praktik judol yang sudah sangat mengkhawatirkan.
Wagub Rano menegaskan, judi online merupakan tantangan serius di era digital yang perlu penanganan bersama antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan masyarakat.
"Indonesia sedang menghadapi shock culture paling berat di era digital ini. Judi online ini bukan soal kita tidak siap dengan teknologi, tapi karena jalur dan aksesnya terlalu banyak. Ini yang perlu kita tangani bersama,” ujar Rano dalam keterangannya pada Minggu, 26 Oktober 2025.
Rano menegaskan, pihaknya terus memperkuat berkoordinasi dengan aparat penegak hukum, lembaga keuangan, serta kementerian dan lembaga terkait untuk meningkatkan edukasi masyarakat agar menjauhi judi online.
Terutama kepada penerima masyarakat bansos, agar tidak menggunakan uang bantuan tersebut untuk judol.
"Kami harus memastikan bansos seperti KJP, KJMU, dan BPJS benar-benar digunakan untuk kebutuhan masyarakat, bukan untuk judi online,” tandasnya.
Sementara itu, Plt. Wakil Jaksa Agung, Asep Nana Mulyana mengatakan, berdasarkan data yang dia miliki 98 persen pelaku judi online adalah laki-laki, dengan rentang usia 28–50 tahun.
BACA JUGA:PBNU: Polemik Sumber Air Aqua Jadi Pembuka Mata untuk Kedaulatan Rakyat akan Akses Air Bersih!
Asep menambahkan, Kejaksaan Agung tidak hanya berfokus pada penindakan, tetapi juga melakukan langkah-langkah pencegahan, pembinaan, dan rehabilitasi bagi mereka yang terjerat judi online.
"Dengan semangat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, kami mendorong pendekatan yang lebih restoratif, korektif, dan rehabilitatif. Pencegahan harus berjalan beriringan dengan pembinaan agar masyarakat tidak terjerumus kembali,” urainya.