Wakil Kepala Badan Gizi Nasional, Nanik Sudaryati Deyang.-Hasyim Ashari-Disway.id
"Tapi kalau SPPG sudah punya juru masak bersertifikat dan fasilitas memadai, kami beri ruang naik sampai 3.000 porsi. Ini tetap dengan pengawasan ketat," sambungnya.
Nanik menegaskan, batas produksi ini bukan sekadar angka, tapi mekanisme pengendalian mutu dan keamanan pangan di setiap dapur layanan MBG.
BGN ingin memastikan peningkatan jumlah produksi tidak berbanding terbalik dengan kualitas gizi dan keamanan makanan yang diberikan.
"Kami ingin memastikan bahwa peningkatan kapasitas tidak mengorbankan kualitas gizi dan keamanan pangan. Prinsip utama program ini adalah memberi makanan bergizi, aman, dan tepat sasaran,” tegas Nanik.
Kini, bersama kementerian lain, BGN sedang menelusuri ulang standar dapur, jalur distribusi, dan sertifikasi tenaga masaknya. Semua demi satu hal: agar dapur program makan bergizi ini benar-benar bergizi dan tidak lagi berisiko.
Terpisah, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Slipi, Palmerah Jakarta Barat, mengungkapkan kunci sukses tangani produksi MBG tanpa adanya kejadian luar biasa.
Koordinator SPPG Wilayah Jakarta Barat, Yudha Permana, menegaskan pentingnya Critical Control Point (CCP) untuk menjamin kualitas penyediaan Makan Bergizi Grtais (MBG).
"Hampir kurang lebih 10-11 bulan kita melaksanakan tugas ini, kita melayani siswa, tidak ada satupun yang terjadi persoalan seperti kejadian luar biasa (keracunan)," ujar Yudha, dikutip Jumat, 7 November 2025.
BACA JUGA:1.414 Mitra Program MBG Dihapus, BGN Ungkap Alasan di Baliknya
Sejatinya, kata Yudha, kejadian luar biasa itu dapat dicegah apabila di setiap SPPG serius menjaga Critical Control Point (CCP) tersebut.
"Kita punya tips yang nampaknya perlu kita pahami bersama bahwa sebetulnya kejadian ini kita bisa minimalisir apabila kita betul-betul menjaga critical control point," tuturnya.
Adapun CCP dalam sistem keamanan pangan--yakni titik di mana bahaya dapat dicegah atau dihilangkan. Bisa juga mengurangi bahaya keamanan pangan hingga tingkat yang dapat diterima.
Yudha mengemukakan, pihaknya menerapkan CCP sejak awal pembuatan menu hingga tahap akhir, yang mengharuskan memenuhi angka kecukupan gizi (AKG).
"Kita pastikan AKG, terpenuhi. Jadi dipastikan mulai dari AKG. Pemilihan menu, kemarin beberapa waktu sering ada persoalan terkait susu yang ada gulanya begitu ya," jelas Yudha.
"Itu sudah dipastikan bahwa setiap pelatihan yang diberikan dari BGN (Badan Gizi Nasional) dipastikan untuk tidak menggunakan susu yang kadar gulanya tinggi," sambungnya menutup.