Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah memperkenalkan mata uang boliviano baru tahun 1987 yang menggantikan mata uang lama peso boliviano dengan rasio 1 juta banding satu.
Redenominasi ini akhirnya berhasil menstabilkan ekonomi Bolivia.
Inflasi menjadi turun drastis di awal tahun 1990-an dan hingga kini boliviano menjadi mata uang resmi mereka.
BACA JUGA:Menkeu Purbaya Hidupkan Kembali Wacana Redenominasi Rupiah: Rp1.000 Jadi Rp1, Nilai Tak Berubah
Negara yang Gagal Terapkan Redenominasi Mata Uang
Sayangnya, di antara negara-negara yang berhasil keluar dari krisis ekonomi yang cukup parah, ada beberapa negara ekonomi keuangannya menjadi tidak berjalan lancar dan "apes" usai menerapkan kebijakan redenominasi, di antaranya:
6. Zimbabwe
- Mata uang baru: dollar Zimbabwe ke-4
- Mata uang lama: dollar Zimbabwe ke-3
Zimbabwe diketahui telah mengalami empat kali pergantian mata uang akibat terjadinya hiperinflasi tahun 2006-2009.
Puncaknya, inflasi negara mereka mencapai 79,6 miliar persen per bulan.
Di tahun 2009, pemerintah menghapus 12 nol dari nominal lama dan merilis dolar Zimbabwe keempat.
satu dolar baru itu setara dengan 1 triliun dolar lama.
Namun, karena nilai tukar terus jatuh, akhirnya pemerintah melegalkan penggunaan mata uang asing seperti dollar AS, Yuan China, Euro, rand Afrika Selatan dan lainnya.
Tahun 2019, Zimbabwe kembali ke mata uang nasional. Namun, di tahun yang sama inflasi negara mereka kembali meningkat menjadi 175 persen dan kemudian menjadi 676 persen tahun 2020 karena COVID 19 dan kekeringan.
7. Brazil
Brazil diketahui telah melakukan redenominasi sebanyak enam kali.
Pertama kalinya, Brazil memangkas nilai nol dalam mata uang mereka tahun 1986.
Akan tetapi, hal tersebut gagal dilakukan. Tidak menyerah, pemerintah lanjut mengulang redenominasi pada 1994.
Mereka langsung mengganti mata uang dari cruzeiro jadi cruzado.
Sayangnya, kurs mata uang tersebut justru terdepresiasi secara tajam terhadap dolar AS hingga mencapai ribuan cruzado untuk setiap dolar AS.