Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang di-Kick Off Badan Gizi Nasional, tak hanya sekadar proyek mercusuar. Cita-cita Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan perbaikan gizi untuk anak-anak juga harus memberikan dampak berlapis (multiplier effect) di segala sektor dari hulu ke hilir.
Bagaimana menciptakan Multiplier Effect itu?
_____________
JAKARTA, DISWAY.ID - Sejumlah pihak terus mendukung program makan bergizi gratis (MBG) yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Salah satunya Polri, mendirikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Sebuah program baru yang menjadi perhatian.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Asep Edi Suheri turun langsung meninjau SPPG Polri. Salah satunya di Palmerah.
"SPPG ini sudah siap dioperasionalkan 99,9 persen," katanya.
BACA JUGA:Mengawal MBG dari Hulu ke Hilir: Pengawasan Dapur Diperketat, Gizi Terjaga, Anak-anak Sehat!
Alhasil, banyak markas kepolisian yang disulap menjadi Dapur Rakyat.
Berbeda dengan citra institusi kepolisian yang identik dengan penegakan hukum, SPPG menghadirkan wajah lain Polri: pelayanan sosial yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat, terutama anak-anak.
Pihaknya memeriksa detail fasilitas, mulai dari sistem pengelolaan air bersih, jalur sterilisasi dapur, hingga kesiapan tenaga masak yang akan mengelola kebutuhan gizi harian.
Menurutnya, SPPG didirikan dengan misi besar meningkatkan status gizi anak-anak, mencegah kekurangan gizi, dan memperkuat kualitas hidup generasi penerus bangsa.
"Tujuan utama program ini adalah membantu memastikan anak-anak tumbuh sehat, kuat, dan cerdas. Ini adalah investasi sosial Polri untuk masa depan bangsa," ujarnya.
Program SPPG Polri merupakan implementasi nyata dari cita-cita luhur yang tertuang dalam 'Asta Cita' yakni delapan arah kebijakan nasional yang salah satunya menekankan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri meninjau persiapan SPPG Polri di Kawasan Markas Polsek Palmerah, Jakarta Barat-Dok. Polda Metro Jaya-
"SPPG bukan hanya proyek sosial, tetapi juga bagian dari strategi besar menuju Indonesia Emas 2045," ucapnya.
Saat ini, Polda Metro Jaya telah memiliki 30 SPPG di berbagai wilayah. Dari jumlah tersebut:
1 SPPG telah beroperasi penuh di Cengkareng,
14 SPPG siap diresmikan, termasuk SPPG Polri Palmerah,
15 lainnya sedang dalam tahap peletakan batu pertama.
Jadi Harapan Baru
SPPG Polri Palmerah diproyeksikan menjadi dapur sehat komunitas yang mampu memberikan layanan gizi seimbang bagi masyarakat sekitar, terutama bagi keluarga kurang mampu dan anak-anak dengan risiko stunting.
"Dengan beroperasinya SPPG Polri Palmerah, layanan pemenuhan gizi bisa berjalan optimal dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat," tuturnya.
Anak-anak makin Gembira
Bergeser sedikit ke Selatan Jakarta.
Disway.id juga berkesempatan meliput bagaimana program Makan Bergizi Gratis selain memiliki dampak berlapis dan disukai anak-anak.
Suasana di SDN Cipulir 01 Pagi tampak berbeda setiap pukul sebelas siang. Dari kejauhan terdengar suara riang anak-anak yang sudah tak sabar menantikan waktu makan siang mereka.
BACA JUGA:SPPG Jadi Garda Terdepan Sajikan Menu MBG Berkualitas
Di tangan-tangan mungil itu, ompreng siap menampung hidangan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang kini menjadi rutinitas harian di sekolah tersebut.
Kepala Sekolah SDN Cipulir 01 Pagi, Winarti, menuturkan bahwa program MBG di sekolahnya sudah berjalan sejak awal tahun 2025.
"Dari bulan Februari tahun ini," ujarnya kepada Disway saat ditemui, Jumat 7 November 2025.
Selama hampir sembilan bulan pelaksanaan, Winarti mengaku program tersebut berjalan lancar.
"Sejauh ini lancar, aman, nggak ada masalah. Baik makanannya ya, terus variasi menunya masih baik-baik aja," katanya.
Kepala Sekolah SDN Cipulir 01 Pagi, Winarti, menuturkan bahwa program MBG di sekolahnya sudah berjalan sejak awal tahun 2025-Disway.id/Fajar Ilman-
Meski begitu, sempat ada pengalaman menarik saat buah salak menjadi menu pelengkap. Alasanya anak-anak sulit membuka kulit buah salak.
"Buahnya waktu itu kena anak-anak dikasih salak. Tapi karena anak SD ya, ketelupas buah salaknya itu agak ribet. Akhirnya nggak dimakan. Artinya itu kan bukan masalah ya, cuma ketidaksukaan. Anak-anak aja ya lebih suka buah yang simpel," ungkapnya sambil tersenyum.
Program MBG di SDN Cipulir 01 ini berjalan setiap hari, dari Senin hingga Jumat.
"Kita distribusi ke sekolah itu jam 11, dan makan jam setengah 12," jelas Winarti.
Koordinasi dengan pihak penyedia makanan, yaitu SPPG, berjalan baik. Setiap pagi, pihak sekolah menerima informasi menu yang akan disajikan hari itu. Bahkan, ada momen lucu ketika anak-anak ikut memberikan usulan menu favorit mereka.
Anak-anak memberikan surat permintaan menu MBG untuk besok dengan menulis di kertas yamg diletakan di ompreng.
"Kadang-kadang anak-anak itu request. Dia maunya apa? Ditanya kan, bikin surat cinta gitu. Ditulis di kertas, pinginnya apa gitu," tutur Winarti sambil tertawa.
Namun, ia menegaskan bahwa permintaan tersebut tetap disesuaikan dengan standar gizi yang telah ditetapkan.
BACA JUGA:Rapat Pelaksana Harian Tim Koordinasi MBG Bahas 3 Agenda Lintas K/L
"Selama itu sesuai gizi ya. Cuman kan nggak semuanya diikutin juga. Beberapa yang memang sesuai dengan standar gizi baru diikutin," katanya.
Sekolah ini menampung 266 siswa dari kelas 1 hingga kelas 6 yang semuanya menerima manfaat program MBG.
Selama program berjalan, belum ada keluhan serius dari siswa maupun orang tua.
"Kalau misalnya ada masalah, biasanya langsung ke sekolah. Tapi selama ini nggak pernah. Baik-baik aja gitu, lancar," kata Winarti.
Menariknya, Winarti mengaku anak-anak justru sangat menantikan waktu makan bersama.
"Justru anak-anak itu kalau misalnya udah waktunya makan gitu, mereka juga nanya, ‘Kapan nih makan?," ceritanya.
Antusiasme siswa SDN Cipulir 01 Pagi-Disway.id/Fajar Ilman-
Ia menilai program ini bukan hanya soal gizi, tetapi juga pembentukan karakter disiplin.
"Ada yang suka makan, cuci tangan dulu, berdoa bersama. Itu kan membiasakan karakter yang baik," ucapnya.
Disambut oleh para orang tua
"Dengan adanya program MBG, terus terang ini sangat membantu. Orang tua juga merasa terbantu. Tidak harus repot-repot pagi menyiapkan sarapan. Dengan adanya MBG, orang tuanya lebih tenang, karena di sekolah anak-anak sudah dapet makan," jelas Winarti.
BACA JUGA:Dukungan Penuh! Menkop Siapkan Dana Besar untuk Pasok Bahan Pangan Program MBG
Soal keterlibatan orang tua dalam pelaksanaan, Winarti menilai sudah cukup bila pengelolaan tetap di tangan tenaga profesional.
"Kalau menurut saya di situ udah pas lah. Udah ada ahli gizinya. Kalau dari sekolah, orang tua murid kan enggak tahu kita. Terus dari higenisnya juga bagus, kalau dari orang tua atau kantin malah susah terkontrol," ujarnya.
Bagi Winarti, keberadaan MBG bukan hanya sekadar program, tapi juga bentuk kepedulian pada tumbuh kembang anak-anak di sekolahnya.
"Anak-anak juga antusias. Kalau agak telat dikit aja, mereka nanya, ‘Mana nih MBG-nya?’ Sekarang mereka udah terbiasa,' tutupnya.
Analisis Pakar
Dalam pelaksanaan MBG, pakar juga ingatkan soal pengelolaan dan SOP masak dan penentuan gizi pada program makan bergizi gratis (MBG).
Pakar Kesehatan, Dicky Budiman mengatakan hal ini bukan semata soal kesalahan dapur, melainkan cermin kegagalan sistemik dalam tata kelola keamanan pangan.
Dalam pandangannya, fenomena keracunan berulang dan lintas daerah menandakan ada mata rantai panjang yang perlu dibenahi, mulai dari dapur hingga kebijakan pengadaan.
Namun Dicky menekankan, persoalan ini bukan untuk menyalahkan, melainkan momentum untuk memperkuat sistem dan meningkatkan literasi keamanan pangan di seluruh lini.
"Intinya, ini bukan ‘sekali dua kali salah masak’, tapi kegagalan sistemik food safety dan tata kelola pengadaan," katanya kepada disway.id.
1. Titik Lemah: Dari Suhu Hingga Sanitasi
Menurut Dicky, secara epidemiologi pangan, penyebab paling umum keracunan berulang berasal dari kombinasi faktor, terutama pengawasan suhu dan waktu penyimpanan yang buruk.
Zona suhu berbahaya, antara 5–60 derajat Celsius, sering kali dilanggar. Banyak makanan tidak segera didinginkan atau dipanaskan ulang dengan benar, dan data suhu tidak tercatat atau diverifikasi secara konsisten.
BACA JUGA:Gus Ipul Usul Program MBG Juga untuk Lansia dan Disabilitas Mulai 2026
Selain itu, higiene dapur dan sanitasi alat juga kerap diabaikan.
"Cuci tangan, alat masak, dan pemisahan bahan mentah serta matang itu fondasi utama. Tapi di lapangan, hal-hal sederhana ini sering terlewat," ujarnya.
2. Distribusi dan Pemasok: Tantangan di Hulu
Distribusi makanan jarak jauh tanpa cold box atau data logger, kemasan tidak kedap udara, hingga penggunaan bahan mentah berisiko tinggi seperti telur, ayam, dan santan tanpa pengujian mikrobiologi, menjadi sumber potensial kontaminasi.
Dicky menyoroti praktik 'supplier switching' yang dilakukan semata karena alasan harga atau kejar volume.
"Seharusnya pemilihan pemasok berbasis performa keamanan pangan, bukan hanya efisiensi biaya," ucapnya.
3. Tata Kelola Mutu: Perlu Langkah Nyata
Dalam banyak kasus, sistem manajemen mutu pangan hanya berjalan di atas kertas. Audit dilakukan secara administratif tanpa pengawasan implementasi nyata.
Potret salah satu SPPG yang menyiapkan MBG untuk didistribusikan ke sekolah penerima-Disway.id/Candra Pratama-
"Tanpa Food Safety Management System seperti HACCP atau ISO 22000 yang benar-benar dijalankan, risiko akan terus berulang. Kita butuh kontrak yang jelas tentang suhu, waktu, sanksi, dan protokol recall," paparnya.
4. Momentum Perubahan: Dari Edukasi ke Aksi
Meski temuan tersebut menunjukkan adanya kelemahan struktural, Dicky menilai kondisi ini justru menjadi momentum besar untuk memperkuat sistem keamanan pangan nasional.
Ia mendorong adanya kolaborasi lintas sektor, pemerintah, penyedia jasa makanan, lembaga pendidikan, hingga masyarakat untuk membangun budaya sadar pangan aman (food safety culture).
"Kasus-kasus ini bisa menjadi titik balik. Dengan sistem yang transparan, edukasi publik, dan pengawasan berbasis data, Indonesia bisa menjadi negara yang lebih siap menghadapi tantangan pangan masa depan," bebernya.
Limbah MBG pun Bermanfaat
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) berpotensi tinggi menimbulkan masalah sampah, terutama sampah sisa makanan serta kemasan plastik atau sterofoam.
Hal ini bisa menimbulkan masalah baru karena dapat mencemari lingkungan sekitar.
Kementerian Lingkungan Hidup atau Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menaruh perharian besar terhadap keberhasilan dari Program MBG ini.
Bukan hanya aspek menenuhan gizinya, tetapi juga efeksivitas pengelolaan sampah yang dihasilkan dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Sebelumnya, Menteri KLH/BPLH, Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan bahwa efektivitas MBG harus berjalan seiring dengan pengurangan sampah makanan (food waste), penggunaan wadah guna ulang untuk menghindari sampah kemasan sekali pakai, serta edukasi konsumsi berkelanjutan agar makanan tidak bersisa.
BACA JUGA:Perpres Segera Rampung, SPPG Wajib Masak Menu MBG Sebelum Jam 12 Malam!
Hal ini sejalan dengan Arahan Presiden Prabowo dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk mencapai pengelolaan sampah 100% pada tahun 2029.
"Kualitas makanan bergizi yang dikonsumsi masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan pangan sehat, lingkungan bersih, air layak, dan udara yang bebas pencemar.
Program MBG bukan hanya urusan gizi, tetapi juga investasi masa depan bangsa yang harus ramah lingkungan dan berkelanjutan,” ujar Menteri Hanif dalam keterangan resminya.
Ia mengungkapkan bahwa pihaknya mendukung penuh program ini karena memahami makanan bergizi serta lingkungan yang baik dan sehat merupakan fondasi penting dalam menciptakan generasi muda yang berprestasi, produktif, dan tangguh dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Pengelolaan Food Waste
Dalam mengelola sampah makanan, sudah diterapkan juga oleh SPPY Yasmin Curug Mekar ang berlokasi di Jl. KHR Abdullah Bin M. Nuh, Ruko Taman Yasmin Sektor VI No.88 90
Kepala SPPG Yasmin Curug Mekar, Nabila Dwi Agustin menjelaskan bahwa untuk pengolahan sampah bekas makanan, pihaknya bekerjasama dengan lingkungan sekitar untuk mengolahnya.
Adapun, untuk sampah-sampah organik tersebut diolah untuk makan ikan dan magot.
"Kita kerjasama untuk ngolah limbah. Jadi limbah organik kita berikan untuk makan ikan sama magot," terangnya kepada disway.id
Banyaknya sampah sekitar 15-20 kg perharinya, beda-beda tiap harinya tergantung dari menu yang disajikan untuk penerima manfaat hari itu.
"Kalau misalnya sampahnya banyak kita harus evaluasi menu-nya," ujar dia.
Apabila sampah hari itu banyak, penerima manfaat kurang cocok dengan menu yang disajikan saat itu.
Sementara itu, menu dengan food waste paling sedikit adalah nasi goreng, dengan ayam, dan tempe tahu sebagai pendampingnya.
Selain nasi goreng, spaghetti juga menjadi menu favorit anak-anak penerima manfaat.
Meskipun, makanan seperti spaghetti ini tidak diberikan terlalu sering, tapi hanya sebagai makanan pengganti agak anak-anak tidak cepat bosan.
"Cuma memang nggak sering. Jadi kadang dua minggu sekali ada gitu. Buat selingan aja. Buat selingan, biar nggak bosen. Biar nggak bosen," pungkasnya.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) berpotensi tinggi menimbulkan masalah sampah, terutama sampah sisa makanan serta kemasan plastik atau sterofoam.
Hal ini bisa menimbulkan masalah baru karena dapat mencemari lingkungan sekitar.
Kementerian Lingkungan Hidup atau Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menaruh perharian besar terhadap keberhasilan dari Program MBG ini.
Bukan hanya aspek menenuhan gizinya, tetapi juga efeksivitas pengelolaan sampah yang dihasilkan dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Sebelumnya, Menteri KLH/BPLH, Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan bahwa efektivitas MBG harus berjalan seiring dengan pengurangan sampah makanan (food waste), penggunaan wadah guna ulang untuk menghindari sampah kemasan sekali pakai, serta edukasi konsumsi berkelanjutan agar makanan tidak bersisa.
Hal ini sejalan dengan Arahan Presiden Prabowo dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk mencapai pengelolaan sampah 100% pada tahun 2029.
"Kualitas makanan bergizi yang dikonsumsi masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan pangan sehat, lingkungan bersih, air layak, dan udara yang bebas pencemar. Program MBG bukan hanya urusan gizi, tetapi juga investasi masa depan bangsa yang harus ramah lingkungan dan berkelanjutan,” ujar Menteri Hanif dalam keterangan resminya.
Ia mengungkapkan bahwa pihaknya mendukung penuh program ini karena memahami makanan bergizi serta lingkungan yang baik dan sehat merupakan fondasi penting dalam menciptakan generasi muda yang berprestasi, produktif, dan tangguh dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Dalam mengelola sampah makanan, sudah diterapkan juga oleh SPPY Yasmin Curug Mekar ang berlokasi di Jl. KHR Abdullah Bin M. Nuh, Ruko Taman Yasmin Sektor VI No.88 90
Kepala SPPG Yasmin Curug Mekar, Nabila Dwi Agustin menjelaskan bahwa untuk pengolahan sampah bekas makanan, pihaknya bekerjasama dengan lingkungan sekitar untuk mengolahnya.
Adapun, untuk sampah-sampah organik tersebut diolah untuk makan ikan dan magot.
"Kita kerjasama untuk ngolah limbah. Jadi limbah organik kita berikan untuk makan ikan sama magot," terangnya kepada disway.id
Banyaknya sampah sekitar 15-20 kg perharinya, beda-beda tiap harinya tergantung dari menu yang disajikan untuk penerima manfaat hari itu.
"Kalau misalnya sampahnya banyak kita harus evaluasi menu-nya," ujar dia.
Apabila sampah hari itu banyak, penerima manfaat kurang cocok dengan menu yang disajikan saat itu.
Sementara itu, menu dengan food waste paling sedikit adalah nasi goreng, dengan ayam, dan tempe tahu sebagai pendampingnya.
Selain nasi goreng, spaghetti juga menjadi menu favorit anak-anak penerima manfaat.
Meskipun, makanan seperti spaghetti ini tidak diberikan terlalu sering, tapi hanya sebagai makanan pengganti agak anak-anak tidak cepat bosan.
"Cuma memang nggak sering. Jadi kadang dua minggu sekali ada gitu. Buat selingan aja. Buat selingan, biar nggak bosen. Biar nggak bosen," pungkasnya.