Sementara sisanya adalah produk dari Amerika Serikat (AS), Vietnam, dan India. Sedangkan 5 persen sisanya adalah produk UMKM yang meliputi tekstil di Indonesia.
"Sebenarnya bukan thrifting yang membunuh UMKM, tapi lebih kepada pakaian-pakaian impor China yang hampir menguasai hampir 80 persen pangsa pasar di Indonesia," ujarnya.
Lebih lanjut, Rifai meminta agar thrifting dilegalkan seperti di negara lain.
"Yang kami harapkan ini sebenarnya seperti di negara-negara maju lainnya, thrifting ini dilegalkan. Kenapa bisa di negara maju itu dilegalkan? Kenapa kita tidak, Pak? Karena sebenarnya kita ini hampir meliputi 7,5 juta yang berhubungan dengan pakaian thrifting," jelas Rifai.
BACA JUGA:Pertamina Berbagi Hadirkan Senyum 6.000 Motoris Dapat Oli Gratis
BACA JUGA:Begini Respons Setyo Budiyanto Soal Pengesahan UU KUHAP dan Pengaruhnya terhadap Kinerja KPK
Menurutnya, pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang akan memberantas thrifting justru akan mematikan usaha 7,5 juta pedagang thrifting.
"Jadi pernyataan Menteri (Keuangan) kemarin, kalau dia memberantas thrifting dari hulunya, otomatis secara tidak langsung akan membunuh, akan mematikan kurang lebih 7,5 juta manusia (pedagang thrifting)," imbuh dia.
Namun, ia memberikan solusi lain jika memang thrifting tak bisa dilegalkan. Solusi itu adalah pemerintah memberikan batasan terkait kuota pengiriman barang impor.
"Tpi kalau memang tidak bisa dilegalkan, harapannya diberi larangan terbatas karena produk lain juga ada hal serupa, artinya impornya diberikan kuota dibatasi, bukan dimatikan. Jadi solusi yang kami harapkan, dilegalkan atau setidaknya diberi kuota dengan larangan terbatas," imbuhnya.