BACA JUGA:Kesiapan KRIS Disorot: 5,5 Persen Kamar RS Dinilai Belum Standar oleh Kemenkes
BACA JUGA:Diminta Roy Suryo Cs, Polda Metro Jaya Ungkap Peluang Gelar Perkara Khusus Kasus Ijazah Jokowi
Meskipun prospektif, produksi skala besar Bobibos bukan perkara mudah. Fahmy menilai investasi yang dibutuhkan sangat besar, ditambah kebutuhan jaringan distribusi luas hingga ke seluruh wilayah Indonesia. Kondisi ini dinilai terlalu berat jika ditanggung para inovator Bobibos seorang diri.
"Untuk mengatasi kesulitan tersebut, Pertamina harus mendukung penuh dengan ikut berinvestasi pada Bobibos yang sesungguhnya cukup prospektif," jelas Fahmy.
Ia menambahkan bahwa pemanfaatan jaringan distribusi Pertamina mulai dari fasilitas penyimpanan hingga SPBU merupakan langkah strategis agar Bobibos dapat masuk pasar nasional.
BACA JUGA:Puncak AiDEA Weeks 2025: AI Jadi Motor Transformasi bagi Bisnis dan UMKM
Fahmy juga mengingatkan pemerintah agar tidak mengulang kegagalan masa lalu, seperti kasus "blue energy" di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang sempat mencuri perhatian namun menghilang sebelum memperoleh bukti ilmiah dan dukungan produksi.
"Tanpa dukungan penuh dari Pertamina, akan sangat sulit bagi Bobibos dapat diproduksi dan dipasarkan secara massal. Jangan sampai Bobibos hanya sekadar mimpi di siang hari bolong," tegasnya.
Bobibos kini berada di persimpangan antara euforia publik dan persyaratan ilmiah yang ketat. Jika mampu melewati semua uji dan mendapat dukungan industri energi nasional, Bobibos berpotensi menjadi tonggak penting kemandirian energi Indonesia.
Namun tanpa itu, ia terancam hanya menjadi tren sesaat di dunia maya tanpa jejak nyata di lapangan.