Ini sekaligus menjawab kritik Trubus Rahardian soal orientasi bisnis: jika dikelola oleh koperasi rakyat, maka perputaran uangnya akan kembali ke rakyat, bukan ke kantong korporasi besar.
Menunggu Janji Mengalir Lewat Kabel
Program Internet Rakyat kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada Ujang dan Alamsyah yang sudah tidak sabar ingin memangkas biaya operasional demi bertahan hidup di kerasnya Jakarta.
Di sisi lain, ada raksasa telekomunikasi yang sedang "gamang", menimbang-nimbang masa depan bisnis mereka.
Pemerintah punya ambisi besar. Targetnya sejajar dengan pembangunan sekolah rakyat. Namun, sejarah mencatat bahwa niat baik tanpa eksekusi lapangan yang jujur seringkali hanya menjadi kabel-kabel yang menjuntai tanpa sinyal.
Harapannya, Internet Rakyat benar-benar menjadi "Internetnya Rakyat", bukan "Internetnya Proyek". Rakyat tidak butuh janji 100 Mbps yang kenyataannya sering buffering. Rakyat butuh kejujuran harga dan kestabilan sinyal.
Maka, sembari menunggu jawaban Telkomsel yang "belum ready", dan menunggu kabel-kabel Nezar Patria sampai ke pelosok, masyarakat tetap harus membayar mahal untuk sebuah kebutuhan yang sudah dianggap setara dengan air bersih.
Kita tunggu saja. Apakah internet Rp100 ribu ini akan menjadi revolusi digital, atau hanya sekadar sinyal yang timbul tenggelam di tengah hiruk-pikuk politik infrastruktur?
Reporter: Dimas Rafi, Candra Pratama, Cahyono
Editor: Khomsurijal W.