Kakak Ibu

Kakak Ibu

Saya tidak akan menulis ini untuk koran. Yang akan saya tulis ini terlalu pribadi. Bahwa ada koran yang memuatnya terserah. 
 
Inilah bedanya koran dan tv berbayar, radio dan tv, dan media sosial.
 
Di koran (dan tv berbayar) apa pun bisa disiarkan. Asal disukai pelanggan. Pun tidak disukai tidak apa-apa. Dengan risiko tanggung sendiri: tidak laku. Tidak bisa hidup.
 
Radio dan tv berbeda: terikat frekuensi publik. Tidak boleh untuk kepentingan selain publik. Mestinya. Atau harus membayar mahal frekuensi itu. Yang hasilnya untuk kepentingan publik.
 
Di media sosial bebas. 
 
Boleh menyiarkan apa saja. Termasuk untuk kepentingan pribadi. Seperti yang akan saya tulis ini. Urusannya hanya satu: isinya melanggar hukum atau tidak. Itu pun tergantung: penegak hukumnya adil atau tidak.
 
Ini memang 'hanya' soal kakak sulung saya: Khosiyatun. Yang saya panggil 'Yu Tun'. Yang meninggal dunia kemarin dulu. Saat saya dalam perjalanan darat. Dari Lexington di Virginia ke Maryland, dekat Washington DC.
 
'Yu' adalah 'mbakyu'. Kakak perempuan. Saya sudah merasa sisa umurnya kian tipis. Saat saya terakhir ke rumahnya bulan lalu Yu Tun sudah tidak ingat siapa-siapa. Pun nama  tiga putrinya.
 
Saya minta Yu Tun dibawa lagi ke rumah sakit. Yang terbaik di Samarinda. Anak-anaknya tidak setuju. Infus pun sudah tidak bisa masuk. Apalagi makanan. 
 
Anak yang tinggal satu rumah dengan Yu Tun hanya meneteskan air atau sari buah ke mulutnya.
 
Yu Tun tidak punya keluhan apa pun. Tidak merasa ada yang sakit. Tidak sesak. Tidak kembung. Tidak gelisah. Tidak terlihat ada yang menyiksanya badannya. Atau perasaannya.
 
Wajahnya sama: seperti selalu agak tersenyum. Begitu juga saat meninggal dunia. Proses meninggalnya sangat pelan. Berhari-hari. Dengan badan tetap telentang. Tidak bergerak. Tapi masih ada nafas. Ada denyut nadi. Sangat lirih. Lalu hilang.
 
Saya sering menemuinya. Tapi saya sempat absen dua tahun. Saat ada kejadian 'itu'. Saya tahu Yu Tun sangat prihatin. Terutama ketika melihat tv setiap hari. Sehari beberapa kali. Bahwa adiknya korupsi Rp 950 miliar. Hampir satu triliun.
 
Jangan-jangan Yu Tun merasa seringnya uang yang dia terima adalah hasil korupsi.
 
Saya tidak sempat mengklarifikasi. 
 
Setelah saya bisa ke sana lagi Yu Tun sudah kian tidak ingat. Di umurnya yang 75 tahun.
 
Yang saya bahagia: akhirnya Yu Tun masih ingat siapa saya. "Adikku dewe," katanya terbata. Sambil telapak tangannya mengusap-usap wajah saya. Tidak henti-hentinya. Dengan sorot matanya yang berbinar.
 
"Adikku dewe," katanya lagi. Dan lagi.
 
Waktu itu saya jongkok di sebelah tempat tidurnya. Agar bisa dekat dengan wajahnya. Dan bisa membisikkan beberapa kata ke telinganya. 
 
"Da-lan.. Adikku dewe," katanya.
 
'Adikku dewe' adalah bahasa Jawa untuk 'adikku sendiri'. Tapi kata 'dewe' di situ terasa punya makna khusus yang amat dalam. Setidaknya di perasaan saya. Apalagi ternyata Tu Yun ingat saya. Di saat tidak lagi ingat nama anak-anaknya.
 
"Adikku dewe," katanya. Dan katanya. Sambil terus mengusap wajah saya. Seperti saya ini masih bayi.
 
Saya pun mulai pancing ingatan Yu Tun. Dengan cerita-cerita lama. Yang saya tahu paling membanggakannya. Yakni saat Yu Tun masih di Magetan. Sebelum 'minggat' ke Samarinda.
 
Itu terjadi saat Yu Tun pertama kali diangkat sebagai guru agama. Punya gaji. Punya masa depan. Yu Tun memang tamatan madrasah muallimat Pesantren Sabilil Muttaqin. Yang kemudian menjadi Madrasah Aliyah. Tempat saya sekolah juga. 
 
Waktu itu Yu Tun dibenum menjadi guru SD di sebuah desa di Kedungbanteng. Dekat Kedunggalar, pelosok Ngawi. Tidak jauh dari desa kelahiran bapak saya. Sebuah desa di lereng utara Gunung Lawu. Kering. Sulit air.
 
Cerita itu membuat Yu Tun seperti berusaha mengingat sebentar. Mungkin sudah 50 tahun tidak ada orang yang menyebut nama Kedungbanteng di telinganya.
 
Yu Tun lantas menganggukkan kepala. Tersenyum. Tanda ingatan lamanya kembali. 
 
Lalu saya ceritakan bagaimana sulitnya air di sana. Bagaimana sulitnya mengajarkan ngaji di daerah yang waktu itu masih dibilang 'merah'.
 
Yu Tun mulai banyak tersenyum. Kadang senyumnya terlepas begitu saja. Saya ajak pula Yu Tun mengingat teman-teman remajanya. Lalu --maafkan-- saya ingatkan dia bagaimana jatuh cintanya yang habis-habisan. Pada seorang pemuda yang amat ganteng. Gagah. Tinggi. Pinter.
 
Tapi keluarga laki-laki itu tidak setuju. Alasannya: masih sepupu. Ia anak sulung kakak tertua ayah saya.
 
Kemudian Yu Tun pilih pergi jauh. Jauh sekali. Ke Samarinda. Yang hanya bisa ditempuh dengan naik kapal.
 
Kepergian Yu Tun ke Samarinda saat itu rasanya lebih jauh dari kepergian saya ke Virginia sekarang ini.
 
Kami memiliki sepupu lain yang sudah lebih dulu bekerja di Samarinda. Di PLTG Karangasam. Tahun 1962. Juga satu paman yang menjadi guru. Di sekitar tahun itu. Yu Tun bergabung dengan mereka.
 
Di Samarinda-lah Yu Tun mendapatkan suami. Seorang pegawai rendahan di kantor Pemda. Asal Klaten, Jateng. Yang orangnya amat keras. Sudah jodoh. Orang sekeras itu mendapat istri wanita selembut kakak saya. Sang suami meninggal dunia sekitar lima tahun lalu.
 
Di Samarinda pula Yu Tun menjadi aktivis Muhammadiyah. Yu Tun pernah menjadi ketua Aisyiah Kaltim. 
 
Meski kami keluarga tarekat tapi saya tidak kaget. Kakak perempuan saya satunya lagi juga aktivis HMI. Ketua Korp HMI-wati Jatim. 
 
Mendengar cerita-cerita lama seperti itu Yu Tun terlihat kian semangat. Sampai minta didudukkan. Sebentar. Saya pun minta maaf. Dua tahun tidak menengoknya. Tapi tidak ada satu reaksi tertentu.
 
Tahun lalu istri saya harus masuk RSUD Samarinda. Untuk diambil batu ginjalnya. Tidak ada RS di Surabaya yang punya alat baru yang diperlukan jenis batu ginjal istri saya. (Baca DI's Way: Serba Ada di Samarinda)
 
Saya pun minta Yu Tun diopname. Di kamar depan. Sekalian. Saya menunggui dua pasien.
 
Betul. 
 
Yu Tun tidak punya penyakit apa pun. Semua normal. Hanya ingatannya menurun. Tapi saya minta agar Yu Tun diinfus. Mungkin vitamin-vitamin. 
 
Lima hari kami berkumpul bersama. Siang-malam. Meski di rumah sakit terasa di rumah sendiri. Fasilitas VIP-nya sangat bagus.
 
"Adikku dewe" katanya. Kali ini tanpa harus dipancing dengan pertanyaan 'siapa saya'. "Da-lan," katanya. 
 
Setelah itu saya masih beberapa kali mengunjunginya. Tapi ingatannya kembali terus menurun. Badannya juga kian lemah. 
 
Minggu lalu, saat saya masih di Kansas, anaknya telepon: Yu Tun sudah kian tidak berdaya. Minuman pun sudah tidak bisa masuk. Saya telepon isteri: agar terbang ke Samarinda. 
 
Saya selalu bercerita kepada istri: bahwa Yu Tun itu bukan hanya kakak. Melainkan juga ibu saya. Saat ibu meninggal, saya masih kelas 6 SD. Adik saya empat tahun di bawah saya. Yu Tun-lah yang menjadi ibu. Bapak tidak mau kawin lagi. Saat Yu Tun pindah ke Samarinda gaji gurunya ditinggal di Magetan. Untuk hidup kami. Dan sekolah kami. 
 
Istri saya tahu itu. Ia bergegas ke Samarinda. Tidak mudah cari tiket ke luar Jawa di dekat hari habis lebaran. Sampai harus lewat Jakarta. 
 
Saya minta istri mewakili saya, 'adiknya dewe' itu. Untuk membisikkan kata-kata di telinganya. Bahwa saya minta maaf apa pun yang pernah terjadi selama ini. Dan saya juga memaafkan apa pun yang terjadi. 
 
 
Di keluarga kami ada kepercayaan ini: kadang orang sulit meninggal karena masih ada ganjalan yang belum terurai. Saya berharap. Anaknya berharap. Ucapan saya via istri saya itu salah satu pengurai ganjalannya.
 
Saya lihat foto istri saya lagi berbaring di sebelah Yu Tun. Untuk membisikkan kata-kata titipan saya. Dan kata-katanya sendiri. Tentu juga berisi kalimat syahadat dan salawat nabi.
 
Yu Tun meninggal dua hari kemudian. Istri saya masih di Samarinda. 
 
Di perjalanan ini saya berhenti di pinggir jalan. Di rest area. Melihat foto wajah Yu Tun saat meninggal. Begitu damainya.
 
Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Khusnul khatimah. Amin.(Dahlan Iskan)
 
 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Komentar: 177

  • made
    made
  • narmadi
    narmadi
  • Eric R.  Palenewen
    Eric R. Palenewen
  • ardi
    ardi
  • Kuncoro Y.
    Kuncoro Y.
  • Wong Bangil
    Wong Bangil
  • Mas Ito
    Mas Ito
  • Bambang
    Bambang
  • DN.andi
    DN.andi
  • Ismed
    Ismed
    • sigithari
      sigithari
  • Edy suwito
    Edy suwito
  • DanaW
    DanaW
  • Yusuf Ridho
    Yusuf Ridho
  • dendi romi
    dendi romi
  • Twinto G.
    Twinto G.
  • firdaus isfahan
    firdaus isfahan
  • Dss
    Dss
  • ahmad riyadi
    ahmad riyadi
  • Amat
    Amat
  • Wandi
    Wandi
  • azmi
    azmi
  • Zak
    Zak
  • Ali Salim
    Ali Salim
  • sri dewi
    sri dewi
  • andi syarmi
    andi syarmi
    • andi syarmi
      andi syarmi
    • andi syarmi
      andi syarmi
    • loroati
      loroati
  • Andi Syarmi
    Andi Syarmi
  • syanti
    syanti
  • Agus Firdaus
    Agus Firdaus
  • Ihsan
    Ihsan
  • Mohammad Sulhan
    Mohammad Sulhan
  • Siti Parliah
    Siti Parliah
  • Wawan
    Wawan
  • Zulkifli
    Zulkifli
  • Sapapua
    Sapapua
  • Irwan rahman
    Irwan rahman
  • Syahdami
    Syahdami
  • Rudianto
    Rudianto
  • jatmiko setiawan
    jatmiko setiawan
  • gromy
    gromy
  • Caculi nono
    Caculi nono
  • jatmiko setiawan
    jatmiko setiawan
  • Khusnul Maad,ST.
    Khusnul Maad,ST.
  • Yusuf Ridho
    Yusuf Ridho
  • Somsir
    Somsir
  • Cebi bloon
    Cebi bloon
  • Latif faiz
    Latif faiz
  • Gayatri
    Gayatri
  • saif
    saif
  • Widodo Nanang S
    Widodo Nanang S
  • Adi Priyono
    Adi Priyono
  • r o N N Y
    r o N N Y
  • didiks0567
    didiks0567
  • Fauziah katini
    Fauziah katini
  • Anindya rasya
    Anindya rasya
  • Ahmad Musyakir
    Ahmad Musyakir
  • nurul rofa
    nurul rofa
  • hhasbunnur
    hhasbunnur
  • lutfihelmi
    lutfihelmi
  • Pipit
    Pipit
  • Agus Agus
    Agus Agus
  • mariio handoko
    mariio handoko
  • Anggun
    Anggun
  • luQi
    luQi
  • sumartan
    sumartan
  • Jansen
    Jansen
  • ki gedhe
    ki gedhe
  • Setiawan
    Setiawan
  • Park Oen
    Park Oen
  • phenom_x8
    phenom_x8
  • petjoet
    petjoet
  • Fajar
    Fajar
  • Kemal Handika
    Kemal Handika
  • Radar Militer
    Radar Militer
  • maspri.id
    maspri.id
  • gusbud
    gusbud
  • Dedy
    Dedy
  • Hoho
    Hoho
  • noto
    noto
  • Hanan
    Hanan
  • anto hoed
    anto hoed
  • Adifatra
    Adifatra
  • Intania
    Intania
  • opqr
    opqr
  • Fra wijaya
    Fra wijaya
  • Nabhan Ahmad
    Nabhan Ahmad
  • Ayubi
    Ayubi
  • Gunawan
    Gunawan
  • Bekti
    Bekti
  • Niko
    Niko
  • Sumiyano
    Sumiyano
  • Nurkolis
    Nurkolis
  • Indah S
    Indah S
  • ika rudianto
    ika rudianto
  • lukman
    lukman
  • Mohamammad amin
    Mohamammad amin
  • Sil
    Sil
  • dahlanist
    dahlanist
  • fajar
    fajar
  • Anita Amier
    Anita Amier
  • Iwan
    Iwan
  • Basri
    Basri
  • Mujiburohman
    Mujiburohman
  • Gianto Kwee
    Gianto Kwee
  • Aprilia
    Aprilia
  • Fathur
    Fathur
  • Didin
    Didin
  • LabsG
    LabsG
  • Abah Supriyanto
    Abah Supriyanto
  • Suharno
    Suharno
    • ibnu shon
      ibnu shon
    • lbs
      lbs
    • ibnu shon
      ibnu shon
  • Joyo
    Joyo
  • Irfan
    Irfan
  • Mohamad Johan
    Mohamad Johan
  • Isnaini
    Isnaini
  • denik
    denik
  • Munawir
    Munawir
  • Mito
    Mito
  • Ahmad Karni
    Ahmad Karni
  • Ananda Karya
    Ananda Karya
  • Panggiring
    Panggiring
  • Mita
    Mita
  • zaenul
    zaenul
  • diki septerian
    diki septerian
  • yudex
    yudex
  • Doel
    Doel
  • lbs
    lbs
  • Abdal
    Abdal
  • Ade Irawan
    Ade Irawan
  • sandra
    sandra
  • mulyadi
    mulyadi
  • Haris
    Haris
  • Rifqi
    Rifqi
  • Agus
    Agus
  • fatikh
    fatikh
  • Bam'shary
    Bam'shary
  • agd
    agd
  • Mohamad Fuad
    Mohamad Fuad
  • Andra
    Andra
    • Ali
      Ali
    • Ali
      Ali
  • Hariyanto
    Hariyanto
  • lbs
    lbs
  • Sunandar
    Sunandar
  • four4birds
    four4birds
  • Muh Jusan Jauhari
    Muh Jusan Jauhari
    • lbs
      lbs
    • r o N N Y
      r o N N Y
    • sri dewi
      sri dewi
  • Sudirman
    Sudirman
  • pakwind
    pakwind
  • Haniif
    Haniif
  • David Segoh
    David Segoh
  • Najih
    Najih
  • Hendy
    Hendy
  • Riansyah Harun
    Riansyah Harun
  • Eko Purwanto
    Eko Purwanto
  • Nana
    Nana
  • Purba
    Purba
  • Ahmad Zuhri
    Ahmad Zuhri
  • Rois
    Rois
  • Indra
    Indra
  • Ozi
    Ozi
  • Habibillah
    Habibillah
  • Purba
    Purba
    • Purba
      Purba
  • Rian
    Rian