Padahal sudah jam 11.30. Hari Jumat minggu kemarin.
Saya cek lagi di Google. Jam berapa salat Jumatnya.
Alhamdulillah.
Masih sempat. Mestinya.
Dengan kecepatan nyetir 120 km/jam secara konstan jarak itu pas saja.
Ada dua masjid di Kota Fargo ini. Kota terbesar di negara bagian North Dakota ini. Yang berbatasan dengan Kanada itu.
Saya pilih masjid yang kecil. Yang jaraknya 4 mil lebih dekat.
Ternyata Google mengarahkan saya masuk rumah sakit. Saya pikir: ini pasti hanya musala. Yang mengambil sutu ruangan di dalam komplek RS. Tidak akan mudah menemukannya. Perlu banyak bertanya: ke ruangan yang mana. Begitu banyak ruangan di rumah sakit itu. Apalagi akhirnya saya tahu: di ruangan dekat bagian anestesi.
Maka saya putuskan kembali ke tempat parkir. Ke masjid yang besar. Jarak 4 mil memang perlu waktu 15 menit. Kecepatan di dalam kota dibatasi hanya 35 mil/jam. Kadang hanya 20 mil. Kalau lagi melewati sekolahan. Juga banyak tanda stop-nya. Yang kita harus sering berhenti.
Ke masjid yang lebih jauh.
Saya pun telat. Saat tiba di masjid khotbah sudah dimulai. Masjid ini di pusat kota. Tampak luarnya hanya seperti gudang supermarket. Begitu masuk saya kaget: luas sekali. Satu baris berisi 50 orang. Bisa 12 baris ke belakang. Dalam perjalanan saya ke Amerika inilah ruangan masjid yang terluas. Dalam lima tahun terakhir.
Begitu selesai salat saya menyalami orang di sebelah saya: seorang guru. Kulit hitam. Asal Somalia. Begitu banyak orang keturunan Somalia di Fargo. Meski tidak sebanyak di Minneapolis.
Ketika kami lagi asyik mengobrol seseorang datang. Bikin saya kaget. Kulitnya juga hitam. Dahinya lebar.
"Pak Dahlan, apa kabar?“ sapanya dengan ucapan yang keras. Yang seperti teman akrab yang sudah lama tidak bertemu.
"Kok di sini? “ tanyanya.
Ketika saya masih tertegun, ia sudah bicara lagi. Memperkenalkan siapa saya. Kepada guru teman saya ngobrol tadi.
"Itu dulu," kata saya menukas. "Sekarang saya orang biasa," tambah saya.
Saya pun ingin tahu siapa dia. Rasanya belum pernah ketemu. Dan lagi sosoknya sangat bukan Indonesia.
"Anda asli mana?" tanya saya.
"Somalia," jawabnya.
"Kok tahu saya?"
“Saya pernah di Indonesia," tambahnya.
Namanya: Hasan.
Pernah kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Jakarta. Ambil studi pendidikan Islam. Mendapat beasiswa dari Somalia.
Hasan sempat kerasan di Indonesia. Pun mendapat istri orang Sunda. Dari Cimahi.
"Istri saya lagi di Bandung," katanya. "Membawa anak-anak liburan ke Indonesia," tambahnya.
Anaknya enam orang. Semua warga negara Amerika. "Biar lebih mudah masa depannya," kata Hasan. Ia sendiri juga sudah menjadi warga negara Amerika. Istrinya yang masih warga negara Indonesia.
Saya bersyukur. Di pelosok paling utara Amerika pun masih bisa bertemu teman.
Hasan sendiri lahir di Mogadisu, ibu kota Somalia. Setelah tamat SMA di sana barulah ke Indonesia. Lalu ke Amerika ini.
Hasan kini memiliki bisnis angkutan barang. Ia membeli truk raksasa. Yang biasa untuk kirim barang jarak jauh itu. "Awalnya saya beli yang bekas," katanya. Kini Hasan sudah memiliki dua tronton.
Untuk menuju North Dakota ini saya melewati Minnesota. Pernah juga salat Jumat di masjid Minneapolis. Kota terbesar di Minnesota. Kawasan yang saya lewati itu produsen kedelai yang luar biasa. Yang lagi kena imbas perang dagang Tiongkok dan Amerika.
"Masjid near me," tulis saya di Google tiga hari kemudian.
"120 miles," jawab Google.
Kali ini saya sedang di Helena, ibukota negara bagian Montana.
Saya pikir kali ini Google salah. "Itu, ada masjid. Kelihatan menara ya," kata saya dalam hati.
Sebenarnya saya lagi menuju kantor dinas pertanian di Helena. Tapi karena terlihat menara itu saya belok ke situ.
Persis masjid. Arsitektur bangunan itu seperti masjid di Turki atau Asia Tengah. Lihatlah fotonya.
Ternyata itu bukan masjid. Google tidak pernah salah.
Kebetulan besoknya saya akan lewat yang 120 miles itu. Saya pasang Google map ke alamat itu: Jalan S 5th N, No 601, di Kota Missoula. Masih di Montana. Di situlah alamat 'International Muslim Student Association'.
Saya pernah ke Missoula dua tahun lalu. Ketika akan ke pegunungan Yellow Stone. Kali ini saya hanya lewat. Untuk suatu urusan di Lewiston, Idaho utara. Dekat kota Pullman, tempat kuliahnya pembaca DI'sway itu. 'Dekat' itu kira-kira masih 1,5 jam perjalanan mobil.
Begitu masuk Kota Missoula saya gembira: akan bertemu teman-teman dari International Muslim Student Association. Kalau bisa ketemu.
Mobil saya pun berhenti di "your destination is in your left". Saya lihat itu rumah biasa. Tidak ada tulisan apa-apa. Pintunya tertutup. Tidak ada orang.
Saya pun minta tolong orang lewat untuk memotret saya. Lihatlah fotonya. Itulah alamat yang ada di Google itu.
Warga somalia pilih jadi WN amerika, WNI pilih ke Suriah dg janji kunci surga.
Di Suriah terdesak, kacau balau minta dijemput pulang.Sampe indo bukannya bersyukur malah tebar kebencian.#JanganBosanJadiOrangBaik#JanganLupaBersyukur
Dss
Sy senang akhirnya ada orang yg jujur pada diri sendiri dan dgn jujur menyampaikan bahwa masa depan lebih mudah bila menjadi wna drpd jadi wni kepada pak Dis. Trims artikelnya pak Dis.
Nurkolis
Gampang sekali Amerika memungut warga negara ya...tidak takut akan jadi teroris misalnya. Atau takut akan dikuasai bangsa asing. Loh bukannya Amerika sendiri juga bangsa asing, bagi suku Indian. Entahlah. Dan ternyata ada hikmah dari menonton film. Saat Abah menyebutkan suatu kota, jadi tidak asing dengan kota tersebut. Seperti mogadishu dlm film black hawk down. Dan yellow stone dalm film 2012.
Indra Hadiwidjaja
Akhirnya google salah. Lol.
Yusuf Ridho
"Begitu masuk kota Missoula saya gembira: akan bertemu teman-teman dari International Muslim Student Association."
kota Missoula --> Kota Missoula
"Belum rejeki saya."
rejeki --> rezeki
Ngapunten...
sri dewi
Blusukan terus...semoga sehat selalu pak DI,terimakasih duoble wow nya
petjoet
Alhamdulillah ..
memang benar kalo kita bisa selalu baik dengan siapa saja ..
saudara juga akan bisa datang darimana saja ..
Setyadi rendi
Like soon like father...salam hormat kami untuk keluarga DIsway...selalu mengisnpirasi saya..salam satu nyali WANI!!!
Massudin
Abah, edisi ini sudah keduluan di muat di Riau Pos, tgl.3 juli 2019...
dendi romi
Dunia tak selebar daun kelor pak disway. Di pelosok amerika msh ketemu dgn saudara muslim yg msh ada kekerabatan dgn indonesia.
saif
terus bangunan yang seperti masjid, ada menaranya, itu apa??
Saga
Untuk memastikan alamat yang dituju sesuai, coba setelah koordinat ditunjukkan oleh google, buka dulu Jalan disekitarnya lalu buka google street view. Dengan begitu kalo ingin mencari masjid, akan tampak (gambar) bentuknya bahwa itu masjid. Kalo tidak nampak berarti ada kemungkinan google juga tidak akurat. Dengan cara verifikasi seperti itu maka kita lebih yakin menuju lokasi.
Djatmiko
Jalan2 terus. Sehat selalu bah..
maspri.id
keren..tiap baca disway pas jalan2 ke amerika, jadi buka maps dan lihat foto2nya. sambil bayangin dan doa agar bisa jalan2 kesana juga
Baskoro
Maaf
Mungkin jika diketik
Mosque near me
Google lebih faham Abah
Bam'shary
Barakallah pak...
David Segoh
Loh, Bah. Ke Lewiston? Sudah dekat banget dengan Pullman, WA, itu. Sekitar 45 menit. Tinggal terus dikit ke utara. Di Pullman ada satu masjid saja tapi gampang mencarinya di Google Map. Tidak akan keliru. Di pinggir salah satu jalan utama di Pullman, Stadium Way. Yg kalau terus dikit akam ketemu kampus WSU. Perhatikan nama belakang saya, Bah. Mengingatkan pada seseorang ndak?
pakwind
Sepertinya Pak David Segoh "disapa" oleh abah Dahlan dalam tulisan tersebut.
Ngomong-ngomong, masih di USA, Pak David? Salam dari Indonesia.
Soewarno
ada Warteg Near Me di amerika gak pak Dis? hahaha
Denik
"Masjid near me."
"100 miles," kata Google.
Padahal ini di pelosok negri mamarika.
Mungkin ini 'berkah'dr peristiwa nine one one yg tdk diantisipasi oleh sutradara nya
Wandi
Hasan lahir dan sma di somalia, kuliah di jkt, sempat kerasan di INA, bahkan istrinya orang sunda, semuanya sudah warga negara US, kecuali istrinya, "BIAR LEBIH MUDAH MASA DEPANNYA", katanya. Hasan gambaran orang Cerdas memilih negara untuk Meraih kesejateraannya, dan terbukti:ANAK&ISTRINYA BISA BERLIBUR ke INA, tugas kita semua untuk memberi harapan kesejateraan tsb, utamanya sebagai pemimpin?
mulyadi ardiansyah
kadang2 google map pun salah, makanya tolong abah juga berikan kontribusi ke google map atau jadi local guide google map klo kyak abah sy yakin bisa segera jadi local guide google map level tertinggi, khususnya utk menemukan atau mengedit lokasi masjid2 di amerika atau dimana saja, agar dapat memudahkan saudara2 kita yg mau shalat.
terimakasih abah.
loroati
Betul. Kontribusi berupa ulasan dari pengguna Google map. Sangat membantu pengguna yang lain.
I Ketut Bagiarta
Hasan, orang Somalia yang mendapat beasiswa Somalia, lalu pindah jadi WN Amerika.
Jangan-jangan nanti dia diangkat jadi menteri di Somalia, beberapa hari lalu dipecat karena ketahuan sudah jadi WN Amerika. Oleh Amerika juga dipecat sebagai WN. Tapi Somalia memungutnya sebagai WN nya lagi dan diberi jabatan.
Seperti negeri Via Vallen Bah.
Que
Saya tahu maksudnya.. Hwahahahaha... Via valen memang cantik, apakah imamnya via valen bisa langgeng
purba kusuma
Absen dl baru baca
Mujiburohman A. Abas
Di Amerika banyak masjid yang status sebenarnya masih rumah tinggal. Belum "terdaftar" di pemda setempat. Tapi sudah dibikin tengaranya di Google Maps. Biar eksis. Tapi kesannya menipu. Karena lebih lebih sering terkunci daripada terbuka.
Didin
Yang bangunannya mirip masjid itu ternyata apa Pak?
Pembaca
Confederate Memorial Fountain , sejenis monumen peringatan korban perang, benarkah ? soalnya saya juga belum pernah ke US.
Cuman hasil dari om google saja.
Indra bin Sapto
Kang Hasan suruh bikin YouTube channel, tentang kehidupan di USA pake bahasa Indonesia, insyaallah laris
Hariyanto
Jadi warga AS biar mudah masa depannya???.kalau tanya google jawabnya apa ya?
petjoet
Maksudnya Hasan mungkin daripada di Somalia ..
.. mumpung belum ada yang berloncatan keluar .. upss ..
.. hihihi ..
Komentar: 41
Silahkan login untuk berkomentar
Masuk dengan Google