Mati Darurat

Mati Darurat

Di mana-mana terjadi mati listrik. Di Amerika, Eropa, apalagi Indonesia. Penyebabnya yang berbeda. 
 
Persoalannya: Seberapa sering. 
 
Seberapa luas. 
 
Seberapa lama.
 
Ada kalanya sering mati lampu. Itu karena produksi listrik di suatu wilayah tidak cukup. Pembangkitnya kurang. Atau rusak.
 
Dulu di Jawa pernah seperti itu. Delapan tahun lalu. 
 
Listrik pun harus digilir. Lalu muncul istilah pemadaman bergilir. Sudah lama tidak kita dengar istilah pemadaman bergilir. 
 
Belakangan, produksi listrik sudah sangat cukup --di Jawa. Setidaknya. Jumlah pembangkitnya sudah banyak. Besar-besar pula. 
 
Kalau ada yang berkata terjadi kekurangan listrik berarti ada masalah di pembangkit.
 
Mungkin ada pembangkit yang rusak --misalnya kurang pemeliharaan.
 
Mungkin pasokan batu baranya bermasalah. Mungkin akibat pembayaran yang lambat --batu baranya atau angkutannya, atau dua-duanya. Atau putusan pemenang tendernya yang telat. 
 
Kesimpulannya: mati listrik akan tetap ada, tapi untuk di Jawa tidak akan sering. Dan tidak akan lama.
 
Mestinya. 
 
Tapi kenapa yang kemarin itu begitu lama?
 
Orang dalam tidak berani terus terang: itu ada hubungannya dengan misi penghematan. 
 
Skala prioritas PLN saat ini, saya dengar, adalah membuat laba.
 
Salahkan itu?
 
Saya tidak tahu.
 
Begini gambarannya. Anda sendiri yang nanti menyimpulkan --salah atau tidaknya. 
 
Di sekitar Jakarta ini sebenarnya sudah ada pembangkit 'cadangan'. Banyak. Besar-besar. Menggunakan gas sebagai bahan bakarnya. Atau solar-diesel. Di Priok. Di Muara Karang. Di Banten. Juga Muara Tawar.
 
Dulu pembangkit-pembangkit itu jadi 'soko guru'. Jadi base load. Biar pun biaya pengoperasikannya mahal. Mau tidak mau. Agar listrik cukup.
 
Sejak lebih lima tahun lalu sudah dibangun pembangkit-pembangkit jenis baru: PLTU. Bahan bakarnya batu bara.  Banyak sekali. Dan besar-besar sekali. Di seluruh Jawa. 
 
Biaya mengoperasikan PLTU batu bara itu jauh lebih murah. Dibanding yang bahan bakunya gas atau solar-diesel.
 
Listrik yang dihasilkan batu bara harganya sekitar Rp 800/kWh.
 
Listrik yang dari gas mencapai Rp 1.200/kWh.
 
Listrik yang pakai minyak solar Rp 2.500/kWh.
 
Itu angka kasar sekali. Kalau dirinci terlalu rumit.
 
Itulah sebabnya PLTU batu bara harus lebih banyak dioperasikan. Yang gas dan solar diistirahatkan. Hanya untuk cadangan.
 
Kelebihan PLTU batu bara adalah: murahnya tadi.
 
Tapi punya kelemahan: begitu mati tidak bisa langsung dihidupkan.
 
Itulah yang terjadi minggu lalu. Semua PLTU batu bara mati mendadak. Yang di sekitar Jakarta. Akibat rusaknya keseimbangan beban. Yang dipicu oleh sengon satu triliun itu (Lihat DI's Way: Sengon 1 Triliun).
 
Untuk menghidupkannya lagi prosesnya panjang. Dan lama. PLTU itu harus didinginkan dulu. Perlu waktu 8 jam. Sambil dilakukan pemeriksaan menyeluruh. Lalu batu baranya dimasukkan lagi. Dinyalakan. Agar air di boiler mendidih lagi. Untuk menghasilkan uap. Itu pun harus ditunggu dulu. Agar uapnya terkumpul banyak. Sampai memiliki tekanan sekitar 140 ton. Tergantung desain kapasitasnya. 
 
Setelah itu barulah katup uap dibuka. Uap menggerakkan turbin. Untuk menghasilkan listrik.
 
Total perlu waktu sekitar 12-16 jam untuk bisa menghasilkan listrik lagi.
 
Kelemahan pembangkit gas/solar adalah: biaya operasionalnya mahal.
 
Kelebihannya: bisa dihidupkan kapan saja. Paling hanya perlu waktu 1 jam untuk bisa menghasilkan listrik.
 
Kalau gasnya ada. Dalam keadaan siap. 
 
Kalau solarnya ada. Dalam keadaan siap.
 
Kenapa minggu lalu pembangkit-pembangkit gas/solar tersebut tidak segera dihidupkan? Sambil menunggu PLTU Batubara menghasilkan listrik lagi?
 
Saya tidak tahu. 
 
Persoalannya: siapa yang berwenang memerintahkan menghidupkan?
 
Saya tidak tahu.
 
Yang saya tahu, ini menyangkut biaya besar. Bisa ratusan miliar rupiah. 
 
Bolehkah bawahan berinisiatif menghidupkannya? 
 
Saya pastikan: tidak akan ada yang berani. Bisa jadi suatu saat ia disalahkan. Bisa dianggap merugikan keuangan negara. Alasan darurat biasanya sulit diterima secara hukum.
 
Apalagi kalau ada putusan atasan: untuk tidak gampangan menjalankan pembangkit gas/solar. 
 
Semua itu kelihatannya soal teknis. Tapi sebenarnya itu mirip tahu campur --campur kebijakan.
 
Kebijakan itu dua macam: kebijakan negara dan kebijakan perusahaan (PLN). 
 
Penyebab teknis biasanya sulit dimengerti --oleh yang tidak ahli kelistrikan. Apalagi kalau menjelaskannya juga sangat teknis. 
 
Jadi, lamanya mati listrik Minggu-Senin lalu itu karena kebijakan atau teknis?
 
Persisnya saya tidak tahu. Apalagi saya lagi di negeri jauh. 
 
Mungkin prioritas di PLN kini sudah bergeser: harus laba besar. Apa pun motifnya.
 
Kekurangan listrik sudah lama berlalu.
 
Kekurangan jaringan sudah teratasi.
 
Kekurangan travo sudah lewat.
 
Prioritas berikutnya adalah mencapai kehandalan.
 
Itu pun sudah tercapai.
 
Tapi handal lima tahun lalu belum berarti tetap handal hari ini.
 
Kehandalan itu perlu dijaga.
 
Berarti prioritas berikutnya adalah 'menjaga kehandalan' itu.
 
Mestinya. 
 
Itu kalau PLN masih sebagai perusahaan pelayanan umum.
 
Tapi saya tahu kalau PLN rugi akan babak belur juga. Secara politik. 
 
Kapan-kapan saya akan menulis soal ini: perlunya sebuah manajemen --pun pemimpin-- punya kemampuan merumuskan skala prioritas.
 
Dengan benar.
 
Menulisnya tidak besok. Tidak lusa. Perlu dipikirkan dalam-dalam. Sensitif. Hati-hati. (Dahlan Iskan)
 
Sudah tahu ya DI's Way bakal punya rubrik baru, namanya DI's Way Viral. Seperti apa? (Baca: DI's Way Viral)
 
 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Komentar: 187

  • Septyan Widianto
    Septyan Widianto
  • I WAN
    I WAN
  • Riki Gana
    Riki Gana
  • Khairul Azmi
    Khairul Azmi
  • Fathur
    Fathur
  • wiwik nurhayati
    wiwik nurhayati
    • Firman Maulana
      Firman Maulana
  • Hari san
    Hari san
  • Ahmad Zuhri
    Ahmad Zuhri
    • Soewarno
      Soewarno
  • Ayuwa
    Ayuwa
  • Bejo
    Bejo
    • Pipit
      Pipit
  • Pipit
    Pipit
  • Pipit
    Pipit
    • Pipit
      Pipit
    • Pipit
      Pipit
  • Cing
    Cing
    • Pipit
      Pipit
  • Pipit
    Pipit
  • lbs
    lbs
    • Pipit
      Pipit
  • anu
    anu
    • Pipit
      Pipit
  • Amal
    Amal
    • Pipit
      Pipit
  • Bambang s
    Bambang s
  • Pay Jo
    Pay Jo
  • asal komen
    asal komen
    • Wahy
      Wahy
  • Gelap²an
    Gelap²an
  • Nurkolis
    Nurkolis
    • sri dewi
      sri dewi
  • sri dewi
    sri dewi
    • Anastasia
      Anastasia
  • EN Fuad
    EN Fuad
    • Subejo
      Subejo
  • Park
    Park
    • reader
      reader
  • Denik
    Denik
    • Soewarno
      Soewarno
  • ah.faishal.abd
    ah.faishal.abd
  • Zainaldo
    Zainaldo
  • Bejo
    Bejo
    • JK
      JK
    • sri dewi
      sri dewi
  • raden mas kucing
    raden mas kucing
    • suryono
      suryono
  • a7i
    a7i
    • Park
      Park
  • Anindya rasya
    Anindya rasya
  • soleh
    soleh
    • Anastasia
      Anastasia
  • Warsito
    Warsito
  • sumartan
    sumartan
  • Wayan Jihan
    Wayan Jihan
  • Kuncoro Y.
    Kuncoro Y.
  • anto hoed
    anto hoed
    • Soewarno
      Soewarno
    • sri dewi
      sri dewi
    • Pipit
      Pipit
  • agung sedayu
    agung sedayu
  • Dame
    Dame
  • maspri.id
    maspri.id
  • Lukmanul Hakim
    Lukmanul Hakim
  • Disway adict
    Disway adict
  • Rudianto
    Rudianto
  • Pacit dari Pacitan Lorog
    Pacit dari Pacitan Lorog
  • Edihry
    Edihry
  • Jembret
    Jembret
  • Iqbal
    Iqbal
  • Indra G
    Indra G
    • Anastasia
      Anastasia
  • Prabu Madura
    Prabu Madura
  • terry eka
    terry eka
  • Mati Darurat
    Mati Darurat
    • mukelu
      mukelu
  • Hariyanto
    Hariyanto
  • One
    One
  • Eka
    Eka
    • asal komen
      asal komen
    • congormu.njeplak
      congormu.njeplak
  • Ahmad Zuhri
    Ahmad Zuhri
    • pakwind
      pakwind
  • Mito
    Mito
  • Joyo
    Joyo
  • Mita
    Mita
    • lbs
      lbs
  • Warno
    Warno
    • Sam ungi
      Sam ungi
    • Indra G
      Indra G
    • Hariyanto
      Hariyanto
    • Denik
      Denik
    • sri dewi
      sri dewi
    • Anastasia
      Anastasia
    • Anastasia
      Anastasia
    • Anastasia
      Anastasia
  • Attar
    Attar
    • Firman
      Firman
    • Whatever
      Whatever
    • Anastasia
      Anastasia
    • Anastasia
      Anastasia
    • Anastasia
      Anastasia
  • Siti Parliah
    Siti Parliah
  • yudex
    yudex
    • lbs
      lbs
    • sri dewi
      sri dewi
  • Peekoco
    Peekoco
    • lbs
      lbs
  • Budi
    Budi
  • a firdaus
    a firdaus
  • lbs
    lbs
  • Uud
    Uud
    • Nadhifatul
      Nadhifatul
    • mukidi
      mukidi
    • Pembaca Setia
      Pembaca Setia
  • Subur
    Subur
  • Bam'shary
    Bam'shary
  • mulyadi
    mulyadi
  • ghaisan
    ghaisan
    • Yan
      Yan
  • Haris
    Haris
  • Mohamammad amin
    Mohamammad amin
  • Tofiq
    Tofiq
  • Yusuf Ridho
    Yusuf Ridho
    • wono
      wono
    • Pipit
      Pipit
  • Riansyah Harun
    Riansyah Harun
  • Denik
    Denik
    • lbs
      lbs
  • Abdul syukur
    Abdul syukur
  • Coco
    Coco
    • Adang
      Adang
    • lbs
      lbs
    • Indra G
      Indra G
  • Putra
    Putra
    • heiruddin
      heiruddin
  • Syifa
    Syifa
  • Dipa
    Dipa
    • Dip
      Dip
    • Mulia Sinaga
      Mulia Sinaga
  • Denik
    Denik
    • Ramu
      Ramu
    • Denik
      Denik
  • Tolong Jangan Pakai Nama Tim Sukses
    Tolong Jangan Pakai Nama Tim Sukses
    • Cantrik
      Cantrik
  • Purba
    Purba
    • Tolong Jangan Pakai Nama Tim Sukses
      Tolong Jangan Pakai Nama Tim Sukses
    • Purba
      Purba
    • sri dewi
      sri dewi