Xpose Uncensored dan Pesantren dalam Perspektif Komunikasi dan Public Relations

Xpose Uncensored dan Pesantren dalam Perspektif Komunikasi  dan Public Relations

--

Harus dilakukan penelusuran tentang mengapa terjadi atribusi yang salah dalam Xpose Uncensored ini, apa motif yang melatarbelakanginya, mengapa tidak melakukan cover both sides, dan mengapa tidak mengumpulkan fakta-fakta menyeluruh terkait pesantren. Di masyarakat pun, banyak muncul dugaan tentang motif pembuatan tayangan ini, antara lain tuduhan bahwa tayangan Xpose Uncensored ini dibuat oleh orang-orang yang memang membenci pondok pesantren, kiai, dan santri. Dugaan ini makin diperkuat dengan kualitas narasi dan para-language (intonasi, diksi, tempo, dan nada) si pembaca narasi yang sejak awal tayangan bernada sinis, menghina, melecehkan, dan mendiskreditkan pesantren. 

Media dan Fungsi Sosial

Menjaga kualitas media penting dilakukan karena segala produk media massa memiliki kekuatan dalam membentuk pola pikir masyarakat. Media massa masih menjadi salah satu sumber utama atribusi masyarakat terhadap pesantren. Jangan sampai, masyarakat memberikan atribusi yang salah terhadap pesantren gara-gara tayangan media yang salah. Media punya fungsi pewarisan nilai-nilai sosial antar generasi. Pondok pesantren mempunyai tradisi membentuk adab dan moralitas para santri sebagai fondasi mencari ilmu. Nilai-nilai ini terwariskan seiring dengan eksistensi pondok pesantren sebagai sistem pendidikan khas Nusantara yang telah ada jauh sebelum Indonesia lahir dan sebelum sistem pendidikan Eropa hadir di era penjajahan. 

Segala tayangan media harus menimbang aspek relevansi, dampak, dan manfaat sosial dari konten yang ditayangkan. Xpose Uncersored ini telah menimbulkan kegaduhan sosial yang menjurus memecah belah harmoni. Media massa memang punya fungsi sebagai watch-dog, yakni pengawasan praktek-praktek sosial dengan memberikan kritik. Namun, kritik harus disampaikan dengan menerapkan kaidah profesi yang benar dan dengan motif kemaslahan bersama. Peyampaian kritik harus pula mempertimbangakan fungsi korelasi antar elemen masyarakat, yakni menghubungan opini dan perspektif elemen-elemen masyarakat yang lain terkait dengan suatu peristiwa. Semua fungsi-fungsi tersebut tampak tidak diperhatikan Trans7 dalam tayangan Xpose Uncensored ini. 

Perspektif Public Relations

Dalam perspektif public relations, tayangan Xpose Uncensored telah memicu terjadinya krisis. #boikottrans7 menjadi ancaman bagi reputasi Trans7 dan Trans Corporation. Gelaran Rapat antara Komisi IV DPR RI, Dirjen Komunikasi Publik dan Komunikasi Media Digital, Manajemen Trans7, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Himpunan Alumni Pondok Pesantren Lirboyo telah menunjukkan bahwa negara menempatkan sebagai kasus yang berdampak nasional. Hasil rapat memperkuat adanya internal attribution, yakni publik mengatribusi bahwa pihak internal Trans7 adalah penyebab krisis dan karenanya harus bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan.  Memang sejak awal pasca tayangan Xpose Uncensored ini, respon negatif publik banyak mendominasi, yakni tayangan Trans7 telah melecehkan, merendahkan, dan menghina pesantren dan publik meminta Trans7 bertanggung jawab atas kejadian ini (Initial responsibility). 

Komunikasi bersifat irreversible, yakni meskipun manajemen Trans7 seribu kali meminta maaf, menutup program, dan memecat karyawannya, bekas luka akibat tayangan ini tidak akan hilang dalam ingatan warga pondok pesantren, terkhusus Pesantren Lirboyo dan masyarakat Nahdatul Ulama. Peristiwa ini menciptakan crisis-history bagi perjalanan Trans7 dan grupnya. Tugas manajemen Trans7 selanjutnya adalah menciptakan crisis-history yang baik, yakni meskipun pernah menjadi penyebab krisis, tetapi, Trans7 juga menjadi pemberi solusi yang baik. 

BACA JUGA:Memahami Keragaman Tradisi Pesantren

BACA JUGA:Menghormati Ulama: Tradisi Sahabat Nabi, Tabiin, Tabiin-Tabiin dan Salafu Shalih

Karena disebabkan oleh malpraktek komunikasi melalui Xpose Uncensored maka salah satu bentuk solusi adalah solusi komunikasi. Trans7 harus membuat program tayangan sejenis yang menyampaikan fakta yang benar tentang kontribusi pesantren pada negeri ini, lewat proses jurnalistik yang benar. Sinergisitas dan relasi positif antara Trans7 dan pondok pesantren harus terbangun dengan tujuan membangun SDM Indonesia yang berakhlak mulia dan berilmu. 

Jika solusi-solusi ini terbangun dan terjaga secara konsisten maka prior-reputational reputation atau persepsi publik di masa depan terhadap Trans7 akan positif. Publik pun akan mengatribusi Trans7 sebagai stasiun televisi yang peduli pada pembangunan SDM unggul, berakhlak mulia, dan berilmu manfaat. (*)

*) Opini Prof Rachmat Kriyantono PhD, Guru Besar Ilmu Public Relations Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya


Prof Rachmat Kriyantono PhD Guru Besar Ilmu Public Relations Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads