JENEWA, DISWAY.ID - Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO memperingatkan sekitar 200 kasus cacar monyet atau monkeypox ditemukan di pekan terakhir ini.
Dr Sylvie Briand, kepala kesiapsiagaan dan pencegahan epidemi dan pandemi WHO, mengatakan sejak Inggris pertama kali melaporkan kasus cacar monyet yang dikonfirmasi pada 7 Mei, hampir 200 kasus telah dilaporkan ke badan kesehatan PBB di negara-negara yang jauh dari negara bagian di mana virus itu endemik.
“Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa atau ECDC telah menempatkan jumlah kasus tersebut di 219,” terangnya Sabtu 28 Mei 2022.
BACA JUGA:Wabah Monkeypox Menyebar di Eropa
Kasus cacar monyet tiba-tiba terdeteksi di lebih dari 20 negara lain di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat, Australia, Uni Emirat Arab, dan hampir selusin negara Uni Eropa.
Bahkan, Kementerian Kesehatan Spanyol mengatakan Jumat 27 Mei 2022 ada 98 kasus telah dikonfirmasi, sementara di Inggris saat ini 90 infeksi yang diverifikasi.
Sementara itu Portugal telah mendaftarkan 74 kasus yang dikonfirmasi, otoritas kesehatan mengatakan pada hari Jumat, menambahkan bahwa semua kejadian terjadi pada pria, terutama berusia di bawah 40 tahun.
“Kami masih berada di awal, sangat awal dari acara ini,” kata Dr Briand kepada perwakilan negara anggota yang menghadiri Majelis Kesehatan Dunia di Jenewa.
BACA JUGA:121 Pria Diserang Cacar Monyet, Panik WHO Rapat Mendadak
“Kami tahu bahwa kami akan memiliki lebih banyak kasus dalam beberapa hari mendatang,” katanya, tetapi menekankan tidak perlu panik.
“Ini bukan penyakit yang harus dikhawatirkan masyarakat umum. Bukan Covid atau penyakit lain yang menyebar dengan cepat.”
Monkeypox telah yang membunuh jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun sebelum diberantas pada tahun 1980. Monkeypox memiliki rasio kematian tiga sampai enam persen.
Kebanyakan orang pulih dalam 3 sampai 4 minggu. Gejala awal termasuk demam tinggi, pembengkakan kelenjar getah bening dan ruam seperti cacar air.
BACA JUGA:WHO: Cacar Monyet Tak Butuh Vaksin Massal
Sementara banyak kasus telah dikaitkan dengan laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki, para ahli menekankan tidak ada bukti bahwa itu adalah penyakit menular seksual.