JAKARTA, DISWAY.ID - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Fatwa, Asrorun Niam Soleh menyatakan, bahwa pihaknya akan mengkaji secara komprehensif dalam perspektif keagamaan terkait wacana ganja untuk medis.
Kesedian MUI tersebut, sekaligus merespons permintaan Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang meminta fatwa terkait ganja untuk medis.
"Kita akan kaji, yang intinya MUI akan berkontribusi dalam memberikan solusi keagamaan atas dasar pertimbangan kemaslahatan umum secara holistik," kata Asrorun dalam keterangannya dikutip Kamis 30 Juni 2022.
BACA JUGA:Waspada! Gelombang Tinggi 6 Meter Ancam Wilayah Pesisir Jawa Tengah hingga NTB
Asrorun menjelaskan, dari hasil penelitian itu, nantinya bisa dihasilkan beberapa alternatif keluaran atau output.
"Semisal berbentuk penguatan regulasi, rekomendasi untuk penyusunan regulasi, atau dalam bentuk fatwa baru," ujarnya.
Namun, menurut pengakuan Asrorun, pihaknya sampai saat ini pihaknya belum menerima permohonan fatwa terkait ganja untuk medis itu secara resmi.
"Harapan Wapres tersebut bisa menjadi salah satu permintaan untuk merespons dinamika yang terjadi di masyarakat, yang dalam bahasa fikih sebagai istifta," ucapnya
Kendati begitu, Asrorun menegaskan, bahwa setiap yang memabukkan hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak.
"Sama halnya dengan ganja termasuk barang yang memabukkan. Karena itu, mengonsumsi ganja hukumnya haram karena memabukkan dan membahayakan kesehatan," terangnya.
BACA JUGA:Kemendikbudristek: Puluhan Bahasa Daerah Terancam Punah, Mana Saja?
Terlebih lagi, UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika mengatur bahwa ganja termasuk jenis narkotika Golongan I yang tidak bisa digunakan untuk kepentingan kesehatan.
"Akan tetapi, jika ada kebutuhan yang dibenarkan secara syar'i, bisa saja penggunaan ganja dibolehkan, dengan syarat dan kondisi tertentu. Karenanya, perlu ada kajian mendalam mengenai ihwal manfaat ganja tersebut," imbuhnya.
Asrorun lantas menyinggung MUI pernah pernah menetapkan Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang nikotin sebagai bahan aktif produk konsumtif untuk kepentingan pengobatan.
Salah satunya isi fatwa itu bahwa hukum mengkonsumsi nikotin adalah haram. Namun penggunaan nikotin sebagai bahan obat dan terapi penyembuhan berbagai penyakit, termasuk parkinson dan kecanduan rokok, dibolehkan sepanjang belum ditemukan terapi farmakologis yang lain.