Ada juga yang berpendapat bahwa tradisi ini dimulai pada masa Wali Songo.
Kala itu, banyak ulama yang percaya bahwa Allah SWT menurunkan ratusan penyakit di bulan Safar.
BACA JUGA:Cuaca DKI Jakarta Hari Ini, 20 September 2022, Ada Hujan Gak Ya Hari Ini?
BACA JUGA:Jenazah Azyumardi Azra Tiba di Rumah Duka, Dimakamkan di TMP Kalibata Hari Ini
Tirakatan menjadi cara ulama kala itu untuk menolak bala.
Hingga kini, tradisi itu masih lestari, namun dengan bentuk ritual yang berbeda-beda.
Di Banyuwangi, misalnya, dilakukan tradisi petik laut untuk memperingati Rebo Wekasan.
Ada juga pembuatan lemper raksasa di Bantul, DI Yogyakarta, yang nantinya dibagi-bagikan pada warga.
Hukum Berdoa Tolak Bala di Hari Rabu Wekasan
Berdoa untuk menolak bala atau malapetaka pada hari Rabu Wekasan hukumnya diperbolehkan.
Namun perlu diingat, harus diniati berdoa memohon perlindungan dari malapetaka secara umum (tidak hanya malapetaka Rabu Wekasan saja).
Al-Hafidz Zainuddin Ibn Rajab al-Hanbali menyatakan: “Meneliti sebab-sebab bencana seperti melihat perbintangan dan semacamnya merupakan thiyarah yang terlarang. Karena orang-orang yang meneliti biasanya tidak menyibukkan diri dengan amal-amal baik sebagai penolak balak, melainkan justru memerintahkan agar tidak keluar rumah dan tidak bekerja. Padahal itu jelas tidak mencegah terjadinya keputusan dan ketentuan Allah. Ada lagi yang menyibukkan diri dengan perbuatan maksiat, padahal itu dapat mendorong terjadinya malapetaka. Syari’at mengajarkan agar (kita) tidak perlu meneliti melainkan menyibukkan diri dengan amal-amal yang dapat menolak balak, seperti berdoa, berzikir, bersedekah, dan bertawakal kepada Allah Swt serta beriman pada qadla’ dan qadar-Nya.” (Ibn Rajab, Lathaif al-Ma’arif, hal. 143).
BACA JUGA:Kylian Mbappe Ogah Ambil Bagian dalam Sesi Pemotretan Timnas Prancis, Kenapa?
Amalan Rabu Wekasan
Seperti sudah disinggung sebelumnya, Rabu Wekasan sebaiknya diisi dengan memperbanyak zikir, berdoa, dan bersedekah.